14.

229 9 0
                                    

"Jadi bersyukur saja dengan hidupmu saat ini." ujar Anna datar.

Navendra menggeram menahan amarah yang siap meledak. Jika Anna bukan putrinya, mungkin nyawanya telah lama ia renggut paksa dari tubuh mungil itu.

"Menahan amarah, tuan?" ejek Anna sinis.

Ruth menahan lengan Navendra saat ia merasa jika suaminya ingin berdiri dan membalas perlakuan Anna yang tidak sopan kepadanya.

"Kau- tunggu dulu. Kenapa kau tak kesakitan saat Halaya menyinggung hubungan kami denganmu?" tanya Navendra bingung. Amarahnya menguap entah kemana.

"Untuk apa merasakan sakit disaat aku tak mengingat apapun?" tanya Anna balik.

Mereka berempat saling menatap dalam kebingungan. Anna tak mengingat apapun? Bahkan setelah mereka memancing ingatan Anna?

"Aku ingin ke kamar." ujar Anna cepat saat melihat Halaya ingin mengatakan sesuatu kepadanya.

"Tetap duduk di tempatmu, nona muda." sela Marvin dengan nada serius.

Anna mengendikkan bahu acuh dan tetap duduk.

"Katakan yang sebenarnya kepada kami." perintah Marvin.

"Aku tak mengingat apapun. Bahkan setelah bertemu dengan pria dewasa yang mengaku bernama Alcio Jefferson. Apa ada masalah?" tanya Anna setelah berkata jujur. Ia memang tidak mengingat kilas peristiwa saat Halaya ataupun Alcio mengatakan apapun, karena jauh sebelum itu ia telah mengingatnya.

"Alcio? Kau bertemu Alcio dan tak mengingat apapun? Bukankah dia sahabat karibmu?" tanya Navendra secara beruntun.

Anna mengangguk sebagai jawaban.

"Kenapa mengangguk? Kami tak paham dengan jawabanmu." ujar Ruth pelan.

"Semua pertanyaanmu, tuan. Jawabannya adalah, 'ya'." jawab Anna sambil menghela napas lelah.

Hati Navendra seperti tercubit saat mendengar panggilan Anna untuknya, seperti ia adalah orang asing dalam hidup Anna. Benar-benar terasa sakit.

"Anna! Tak sopan memanggil daddy dengan panggilan itu. Mommy harap-"

"Aku yang akan berharap jika amnesia ini mampu membawa hidupku jauh lebih baik daripada sebelumnya." potong Anna cepat. Ia tau apa yang ingin Ruth ucapkan.

"Anna, tak sopan memotong pembicaraan-"

"Dan Anna berharap, mereka yang hanya memberikan duka kepada Anna tak akan pernah muncul." sela Anna memotong ucapan Halaya.

Mereka berempat menunduk sedih, sikap Anna bahkan jauh lebih liar daripada sebelumnya. Keputusan yang mereka ambil ternyata tak seindah khayalan mereka.

"Anna, pergi ke kamarmu dan renungkan kesalahan yang telah kau perbuat hari ini." perintah Marvin jengah.

"Seperti tidak pernah melakukan kesalahan saja. Memangnya hanya aku yang bersalah di sini." gerutu Anna pelan.

Namun, mereka berempat mendengar ucapan Anna dengan jelas. Memang benar jika yang bersalah dalam hal ini adalah mereka, tetapi semua mereka lakukan demi kebaikan Anna yang nyatanya malah membawa keburukan bagi semua orang.

Tokk... Tokk... Tokk...

"Aku akan membuka pintu." ujar Halaya saat mendengar suara ketukan pintu.

Ia berjalan menuju pintu utama dan membukanya. Halaya cukup terkejut dengan kedatangan Alcio.

"Selamat siang." sapa Alcio ramah.

"Siang." sapa Halaya balik.

"Apa Anna ada di dalam? Boleh, saya menemuinya?" tanya Alcio.

ELLYZANA ZAXIUSZ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang