20.

168 11 7
                                    

Sebuah pesawat pribadi mendarat dengan mulus di bandara Soekarno-Hatta. Seluruh keluarga Maxwell juga Alcio terlihat sedang menuruni tangga pesawat. Kecuali Anna yang memutuskan untuk datang belakangan, meski nyatanya ia datang lebih cepat daripada mereka.

Kini Anna berada di sebuah sekolah dasar. Sekolah tempat Mona dan Zahra menimba ilmu.

Tokk... Tokk... Tokk...

Anna mengetuk pintu kelas yang tengah terbuka. Seorang wanita paruh baya yang Anna perkirakan sebagai guru yang tengah mengajar keluar dari kelas dan menemui Anna.

"Ada yang bisa saya bantu, nak?" tanya guru ber-name tag Nessa Wulandari dengan ramah.

"Maaf sebelumnya, saya Ellyzana Zaxiusz dan saya di sini ingin menjemput Monata Vanya Zaxiusz." ujar Anna sopan sambil menyerahkan secarik kertas yang berisi izin langsung dari kepala sekolah.

Nessa menatap Anna sebentar lalu memasuki kelas untuk memanggil Mona. Tak berselang lama, Nessa keluar bersama Mona yang kini memanggul tas ranselnya.

"Kak Anna?" tanya Mona memastikan.

Anna mengangguk dan mengecup pipi Mona.

"Kami permisi dahulu, bu Nessa." pamit Anna sambil menggandeng tangan Mona.

Anna dan Mona berjalan di koridor sekolah dengan tenang, tujuan Anna sekarang adalah kelas Zahra yang satu tingkat di bawah Mona.

Tokk... Tokk... Tokk...

Anna mengetuk pintu kelas Zahra yang tertutup rapat.

Kriet...

Seorang guru muda membuka pintu dan menghampiri Anna.

"Maaf pak, saya Ellyzana Zaxiusz. Tujuan saya kemari ingin membawa Zahra bersama saya. Kebetulan saya sudah mendapat izin langsung dari kepala sekolah." ujar Anna sambil menyerahkan secarik kertas yang sama seperti yang ia berikan kepada Nessa.

Guru ber-name tag Kuncoro Adiputro itu menerima kertas yang disodorkan Anna dan kembali masuk ke kelas untuk memanggil Zahra.

"Kak Anna?" tanya Zahra memastikan.

Anna mengangguk dan mengusap puncak kepala Zahra. Ia menggandeng tangan Mona dan Zahra, mereka bertiga berjalan bersisihan.

Anna membawa mereka masuk ke dalam mobil, Mona dan Zahra duduk di kursi penumpang bagian belakang sedangkan Anna duduk di kursi kemudi.

"Apa benar kau kak Anna kami?" tanya Mona sambil menatap Anna ragu.

Anna terkekeh mendengar pertanyaan Mona. Ia sadar jika Mona dan Zahra masih sangat kecil saat dirinya di bawa pergi ke London.

"Tentu saja. Apa mommy dan daddy tak mengatakan apapun tentang kakak?" tanya Anna balik.

"Mommy dan daddy berkata jika kak Anna adalah gadis termanis dalam keluarga Zaxiusz." jawab Zahra lantang.

Anna mengangguk setuju. Sampai sekarang pun dirinya tetap menjadi gadis manis meski umurnya sudah enam belas tahun.

Perjalanan terasa singkat karena di isi celotehan Mona dan Zahra yang menceritakan kegiatan sehari-hari mereka. Satu yang Anna tau, kebiasaan mereka tak pernah berubah. Tetap cerewet seperti saat dia masih merawat mereka, mungkin karena saat itu ia yang terlalu banyak bicara sehingga dua gadis bungsu ini menjadi sangat cerewet.

Anna tersenyum kecut saat tau semua ini penyebabnya. Ia paling benci keramaian dan kini dua adik bungsunya malah bercerita panjang kali lebar tentang keseharian mereka secara bergiliran.

"Sudah sampai." ujar Anna ceria. Akhirnya penderitaan yang ia alami berakhir. Semoga tak terulang kembali.

Mona dan Zahra keluar dari mobil dan berlari memasuki mansion utama Zaxiusz di susul Anna dari belakang.

Brakk!!

Mona dan Zahra bekerja sama membuka pintu dengan sekuat tenaga.

"Eyang!!" teriak Mona dan Zahra saat melihat nenek buyut mereka, Natalie sedang duduk di ruang keluarga bersama seluruh kakak mereka.

"Cucuku." sapa Natalie sambil menghampiri Mona dan Zahra. Ia memeluk kedua cicit bungsunya.

Tak sengaja, tatapan Natalie jatuh kepada Anna yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Kau... Anna?" tanya Natalie sambil menatap Anna dari puncak kepala sampai ujung kaki.

Anna mengangkat bahu acuh.

"Tak tumbuh tinggi? Biarkan saja." guman Anna tak peduli.

Natalie tersenyum simpul lalu merentangkan tangannya agar Anna mau memeluk dirinya. Anna menghampiri Natalie dan memeluknya singkat.

"Apa kabarmu?" tanya Natalie.

"Dikabarkan amnesia." jawab Anna acuh.

🐣🐣🐣🐣

"Anna! Ayo lekas turun! Kami semua sudah menunggumu." teriak Laras dari balik kamar Anna.

Memang, Anna memutuskan untuk menginap setelah Natalie terus saja membujuknya.

Kriet...

Anna membuka pintu dan menatap Laras acuh.

"Ini masih pagi, jangan berisik. Sarapan pukul tujuh, bukan sekarang." ujar Anna pada Laras.

Laras menatap Anna syok. Apa barusan Anna membantah ucapannya?! Sulit di percaya.

Anna melewati Laras begitu saja. Tak ia perdulikan tatapan syok yang ditunjukkan Laras padanya. Sambil tersenyum kecil, Anna menuruni tangga dengan anggun.

Terlihat jika seluruh keluarga Zaxiusz memang sudah berkumpul di ruang makan. Padahal, sekarang masih jam tujuh kurang lima, benar-benar disiplin.

"Pagi." sapa Anna.

Banyak yang menyapa Anna balik, meski Anna tak peduli dengan sapaan mereka. Dengan santai Anna duduk di samping Raka.

"Apa kau sudah mengingat kami semua?" tanya Raka sekedar basa-basi.

"Di saat tak ada yang berjuang, untuk apa aku melawan." guman Anna tersirat rasa sakit.

Raka termenung, begitu juga mereka yang hadir diam tak berkutik karena ucapan Anna barusan. Memang benar jika mereka tak pernah menyinggung atau bahkan mengunjungi Anna, kecuali Navendra dan Ruth. Meski mereka mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari Anna.

"Akan lebih baik jika aku tak mengingat apapun. Bukan begitu, Zaxiusz?" ujar Anna dengan sedikit penekanan pada marga ayahnya.

"Anna, kupikir kau sudah kelewatan." sela Raka, ia tak suka dengan pribadi Anna yang terbilang cukup liar.

Anna menatap Raka angkuh, tatapan yang tak pernah ia perlihatkan kepada seluruh keluarganya.

"Benarkah? Bagus. Dengan begitu kalian bisa mendepak diriku dari keluarga kalian." guman Anna tak peduli.

"Bukan gayaku berbicara di meja makan. Aku permisi." pamit Anna sat melihat Natalie akan menyelanya.

Dengan cepat Raka mencekal lengan Anna.

"Duduk!" titah Raka.

Anna menatap Raka datar dan menghempas tangan Raka.

"Jangan menyentuhku!" sentak Anna.

Raka berdiri dan menghadap Anna.

"Apa-apaan sikapmu ini, Anna! Tak sepantasnya kamu bersikap seperti ini!" bentak Raka.

Tangan kanannya terangkat lalu menampar pipi Anna. Ia terlalu terbawa emosi saat ini hingga tak sadar telah melukai Anna.

Namun, bukannya merasa kesakitan, Anna hanya menyentuh pipi kirinya dan mengusapnya pelan. Seluruh keluarga hanya mampu menatap Anna kasihan, tak ada yang berani angkat suara.

"Apa kau sudah puas?!!" bentak Anna kemudian.

"Apa aku kurang menderita selama ini!! Apa kehancuranku tak memuaskan dendammu!!" teriak Anna frustasi.

Semua tertegun, mereka mengantisipasi jika Anna akan melakukan hal gila seperti dua tahun lalu.

"Kurang menderita apa lagi aku!! Kenapa kalian tak puas juga!!"

ELLYZANA ZAXIUSZ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang