17.

262 9 0
                                    

"Hoamm..."

Anna menguap sesaat setelah bangun dari tidur nyenyaknya.

"Sudah bangun, Anna." sapa Alcio sambil tersenyum kepada Anna.

Anna mengerjap lucu. Dimana ia sekarang? Kenapa ruangan ini begitu asing baginya?

"Kau ada di kantor baruku." ujar Alcio seakan tau apa yang ada di dalam pikiran Anna sesaat yang lalu.

"Kantor baru?" beo Anna mengernyit bingung.

Alcio mengangguk dan mendekati Anna yang terduduk di sofa. Dengan santai Alcio merebahkan tubuhnya dan memanfaatkan paha Anna sebagai bantal baginya.

"Aku membuat bisnis baru, agar masa depan kita lebih daripada cerah." jawab Alcio asal.

Anna menundukkan wajahnya dan mengusap rambut Alcio yang terasa tebal ditangannya.

"Apa kau bahagia bersamaku?" tanya Anna sambil menatap Alcio intens.

Ia ingin memastikan jika pilihannya kali ini tak salah. Mempercayai orang lain tanpa memperdulikan latar belakang orang itu, seperti yang ia lakukan pada dokter gila itu. Menyerahkan kepercayaan dengan mudah, namun malah ia terperangkap dalam permainan dokter gila itu.

"Tentu saja. Aku sangat-sangat bahagia dapat memilikimu." balas Alcio cepat.

Anna melamun, netra coklatnya menatap lurus ke depan. Terbayang kilasan masa lalu yang seharusnya ia lupakan sedari dulu. Namun, selalu gagal dia lakukan karena kuatnya ingatan yang ia miliki.

"Andai aku tak memberikan kepercayaanku atasnya, mungkin sekarang bukan kau yang menjadi calon pendampingku." guman Anna.

Alcio yang mendengarnya langsung menatap Anna. Ia cukup terkejut dengan pengakuan Anna barusan. Siapa yang Anna maksud?

"Andai aku tetap menjalani hidup dengan semestinya tanpa tergiur dengan janji manis yang ia ucapkan, mungkin sekarang aku tak akan di sini. Aku akan tetap menjadi gadis remaja yang kehilangan jati dirinya." lanjut Anna.

Alcio menggenggam tangan Anna, menyalurkan kenyamanan. Ia tak tau seberat apa penderitaan Anna selama ini. Karena memang sejak ia kenal Zarra, fokusnya hanya kepada Zarra seorang dan Anna adalah jempatan yang menghubungkan dirinya dengan Zarra.

"Sudahlah. Akan lebih baik jika aku mensyukurinya daripada mengeluh padaNya. Tekanan batin sering kali menyiksa jiwa raga, tetapi bukan berarti semua itu tak akan mereda. Tak sepantasnya aku berkeluh kesah seperti ini." ujar Anna.

Alcio hanya menatap Anna kagum, pemikiran Anna yang dewasa dan matang telah mengubah jalan hidupnya yang dulu penuh kubangan dosa. Juga membuatnya jatuh hati kepada Anna, adik dari wanita yang ia cinta.

"Aku mencintaimu, Anna." ujar Alcio sambil mengambil tangan Anna yang sedari tadi mengusap rambutnya dan mengecupnya mesra. Ia begitu beruntung karena mendapatkan gadis seperti Anna.

"Dan aku... akan belajar mencintaimu sampai maut memisahkan kita." sahut Anna.

Anna menerawang jauh ke masa lalu, bagaimana kehidupan Retta, Srada, dan Dixon? Mereka bertiga memang menyebalkan, tetapi cukup membuat hari-harinya berwarna.

Tokk... Tokk... Tokk...

"Pak, Tuan Darragh ingin bertemu." ujar sekretaris Alcio dari luar ruangan.

Alcio berdiri diikuti Anna dan menyuruh tamunya masuk.

Kriet...

'Dixon??'_batin Anna terkejut.

"Selamat datang, Dixon Darragh. Ada keperluan apa?" sapa Alcio.

Dixon menatap Alcio datar, tatapannya beralih pada Anna yang berdiri di samping Alcio.

"Anna??! Kau ada di London?" tanya Dixon terkejut.

Anna dan Alcio saling menatap lalu kembali menghadap ke depan. Anna maju mendekati Dixon, sangat dekat sampai Anna berada di samping Dixon. Sementara Alcio menatap Anna bingung, apa lagi yang akan Anna lakukan?

"Apa aku mengenalmu?" bisik Anna pada Dixon.

Dixon terkejut, apa Anna mengalami amnesia? Sementara Anna menjauhi Dixon dan mendekati Alcio, Dixon menatap Anna dari pucuk kepala sampai ujung kaki. Tinggi Anna tak berubah, tetapi rambut Anna semakin panjang saja. Dia... Cantik. Entah kenapa, Dixon ingin sekali menjadikan Anna miliknya.

"Ada apa? Kau belum menjawab pertanyaanku." tanya Alcio lagi.

Dixon menatap Alcio yang menggenggam tangan Anna. Ia tak mengerti dengan hubungan Anna dan Alcio, apa mereka saudara? Jika begitu, keinginannya untuk memiliki Anna akan lebih mudah tercapai dengan bantuan Alcio.

"Aku ingin membicarakan tentang kerja sama kita yang sempat tertunda. Darragh Corp. telah menyetujuinya." jawab Dixon.

Alcio tersenyum puas, ia mendekati Dixon dan menjabat tangannya. Sementara Anna hanya menatap Dixon curiga. Apa yang pria itu inginkan sebenarnya?

"Bagaimana jika kita makan siang bersama?" tawar Dixon dengan maksud terselubung.

"Ide bagus, kebetulan jadwalku kosong." jawab Alcio santai.

Anna menatap Dixon datar, ada sesuatu yang disembunyikan pria itu dan tatapannya yang tak biasa selalu ia tunjukan padanya. Semacam hasrat ingin memiliki atau obsesi terhadap sesuatu.

Akhirnya, Alcio, Anna, dan Dixon pergi ke cafe yang kebetulan berada tepat di samping kantor Alcio.

"Anna, aku ke toilet sebentar." pamit Alcio.

Anna mengangguk saat Alcio mengusap puncak kepalanya.

"Aku ingin tau, apa besok kau ada waktu luang?" tanya Dixon.

Anna termenung, apa yang sedang direncanakan Dixon? Apa tidak cukup kejadian dua tahun yang lalu?

"Aku... Tidak ada, besok aku ada di rumah. Kenapa?" tanya Anna bingung.

Dixon tersenyum puas. Ia menggenggam tangan Anna dan mengusapnya mesra. Anna yang merasa risih pun segera menarik tangannya.

"Aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan." jawab Dixon.

Anna tertegun, dari sudut matanya ia mampu melihat Alcio yang terpaku saat mendengar jawaban Dixon.

"Aku tak bisa." tolak Anna lalu berdiri menghampiri Alcio dan menariknya keluar dari cafe.

"Aku akan mendapatkanmu, Anna." guman Dixon.

🐣🐣🐣🐣

Setelah kejadian di cafe, Alcio mengantar Anna pulang dan mampir sebentar.

"Apa dia mengganggumu?" tanya Alcio khawatir.

"Tidak." jawab Anna santai.

"Anna, Alcio. Mau ikut makan siang?" tawar Halaya.

"Tentu, nyonya." jawab Alcio.

Alcio dan Anna mengikuti Halaya ke ruang makan. Di sana sudah ada Lean dan Marvin. Mereka makan dengan tenang dan sesekali Marvin bertanya mengenai keseriusan Alcio yang ingin melamar Anna.

"Anna, bagaimana jika kita pindah ke Indonesia?" tawar Marvin saat mereka sudah selesai makan siang dan berpindah ke ruang keluarga.

Anna mengambil bantal yang ia gunakan untuk bersandar dan meletakannya ke paha, kedua tangannya ia letakkan di atas bantal.

"Aku tak masalah." jawab Anna santai.

"Bagaimana denganmu, Alcio?" tanya Marvin pada Alcio yang duduk di samping Anna.

"Aku juga tak masalah, selama masih bersama Anna." jawab Alcio serius.

Halaya terkekeh mendengar jawaban Alcio yang seperti remaja kasmaran, sementara Marvin hanya menggelengkan kepalanya maklum.

"Ada sesuatu yang menggangguku." ujar Anna tiba-tiba.

Marvin, Halaya, dan Alcio menatap Anna penasaran. Siapa yang telah berani mengganggu Anna?

"Siapa Dixon Darragh?" tanya Anna serius.

Marvin dan Halaya terkejut. Apa Anna sempat bertemu Dixon? Semoga tak ada masalah besar yang menanti.

ELLYZANA ZAXIUSZ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang