22.

185 9 2
                                    

Anna menatap hamparan bunga matahari yang menyelimuti tanah subur itu. Pikirannya berkelana jauh ke masa lalu.

"Tak akan kubiarkan dia menyakiti keluargaku. Tidak lagi." tandas Anna sembari berjalan menjauhi padang bunga matahari tersebut.

Pandangannya tajam lurus ke depan. Tak perlu banyak rencana untuk memuluskan tujuannya, karena yang ia butuhkan adalah sebuah rencana yang mencakup segala hal.

"Tak perlu lisan ataupun tulisan. Jika bisa spontan, kenapa tidak?" ujar Anna percaya diri.

Puk!

Seseorang menepuk pundak Anna pelan dari belakang. Cukup membuat Anna was-was karena beberapa kali ia memergoki seseorang tengah mengintainya, meski ia tak peduli sama sekali.

Seseorang maju ke depan Anna tanpa melepas pegangannya pada pundak Anna.

"Kau merepotkan." tandas orang itu dengan mata memicing tajam.

Anna menghela napas lega. Setidaknya orang ini tak membuatnya mendapat masalah besar. Jika iya, Anna tak akan mengampuninya sama sekali.

"Aku mengerti." ujar Anna pelan.

Dengan enggan Anna melepas kalung berbandul naga yang selama ini ia sembunyikan dari semua orang dan menyerahkannya kepada orang itu.

"Nantikan saja puncaknya. Kejutanku akan menjadi akhir yang bahagia bagi mereka semua. Seluruh keluargaku yang kalian libatkan." ujar Anna malas. Namun, dari ucapan Anna barusan tersirat keseriusannya dalam bertindak.

"Ngomong-ngomong, aku berbohong." ujar Anna datar dan mengambil kalung yang sempat ia berikan.

Belum sempat orang itu protes, sebuah tembakan telah bersarang di kepalanya. Bukan Anna pelakunya, tetapi orang yang selalu mengikuti Anna yang melakukannya.

"Kau ceroboh, Angel." ejek orang itu.

Anna mengendikkan bahu tak peduli. Dengan santai ia melewati mayat orang yang baru saja dihabisi oleh rekannya.

"Kenapa kau memilih untuk menjadi keduanya?" tanya orang itu sambil mengikuti Anna dari belakang.

"Aku menyukai keduanya." jawab Anna singkat.

"Kenapa tak memilih salah satunya saja?"

"Tak ada pilihan kedua, Yana." jawab Anna.

Yana, gadis itu mengangguk paham. Ia yakin ada suatu alasan yang sengaja Anna sembunyikan dari semua orang. Namun, ia hanya pengawal Anna, jadi bukan haknya untuk bertanya lebih jauh lagi.

"Bisa aku minta tolong?" tanya Anna saat mereka telah sampai di mobil hitam yang sejak tadi terparkir di pinggir padang bunga matahari.

Yana mengangguk menyanggupi. Jika Anna telah berkata 'tolong', maka hal tersebut memang sangat penting. Jadi sebisa mungkin ia akan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.

"Tolong, perintahkan mereka untuk berhenti mengikutiku. Aku muak diikuti!! Kau juga!" titah Anna dengan nada tegas.

Yana tersentak kaget. Begitu juga dengan pengawal lain yang diperintahkan oleh Rajata untuk melindungi Anna.

"Ta-tapi Angel... King telah memerintahkan kami untuk mengawal anda apapun yang terjadi." bantah Yana.

Salah satu pengawal membuka pintu penumpang bagian belakang, dengan enggan Anna masuk ke dalam mobil dan menatap Yana dengan tatapan serius.

"Berhenti atau mati." ancam Anna serius dan tangannya segera terulur untuk menutup pintu hingga menimbulkan suara berdebum.

Yana menatap Anna dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tak habis pikir dengan sikap Anna yang selalu berubah-ubah sesuai mood. Like father, like daughter. Tapi, Anna tak seperti Navendra Zaxiusz yang kemana pun selalu diikuti lebih dari sepuluh pengawal.

Dengan tenang Yana membuka pintu kemudi dan menjalankan mobil tersebut di susul beberapa mobil milik pengawal lain.

🐣🐣🐣🐣

Anna menatap Navendra yang melotot ke arahnya. Ia tak mengerti kenapa Navendra terlihat begitu marah kepadanya. Apa ia telah menjadi tersangka lagi?

"Darimana saja Anna?! Kenapa baru kembali setelah kamu kabur begitu saja?! Daddy dengar kamu telah menembak seseorang hingga tewas." bentak Navendra pada Anna sambil berkacak pinggang.

Anna menggeleng pelan dan melangkah ke belakang dengan jarak yang lebar. Menegaskan jika ia tak setuju dengan ucapan Navendra. Suatu hal yang tak pernah Anna lakukan namun ia tetap mendapat dosa yang sama, membunuh tanpa menyentuh.

"Meski bukan aku. Yang menjadi terdakwa tetap saja adalah aku. Benar bukan, daddy?" tanya Anna balik dengan nada datar.

Tatapan Navendra tak berubah. Seseorang telah memberitahu dirinya mengenai rincian kegiatan Anna selama ini dan ia tak akan tertipu dengan semua ucapan Anna.

"Bukan salahku jika kau kehilangan." celetuk Anna saat tau jika ada yang tak beres saat ini.

"Kenapa tidak kamu katakan sejak awal, Anna?" tanya Navendra meminta penjelasan.

"Untuk apa?! Aku bukan gadis naif yang akan menunggu seseorang mengulurkan tangannya." jawab Anna.

"Manusia adalah makhluk sosial. Saling membutuhkan satu dengan lainnya." bantah Navendra.

"Manusia makhluk berakal, tau apa yang benar dan apa yang salah, tau apa yang mereka perlukan dan tidak. Aku bukannya membantah ucapan daddy, tidak! Aku hanya berpikir jika mengorbankan satu nyawa lebih baik daripada menyerahkan seluruh keluarga." ujar Anna tak mau kalah.

Untuk saat ini, hanya saat ini saja. Biarkan ia membela dirinya di depan sang ayah, di depan keluarganya.

Dan untuk pertama kalinya. Mereka melihat Anna berdebat dengan Navendra dan tetap mempertahankan pendapatnya.

"Kau seorang Zaxiusz!! Sudah menjadi urusan daddy untuk membantu di saat kau kesusahan, Anna!!!" bentak Navendra murka.

Mereka semua tersentak kaget. Navendra sangat marah pada Anna dan mereka tak mampu melindungi Anna. Untuk kesekian kalinya, yang mereka lakukan hanya menatap Anna dari jauh.

"Anna!! Selalu saja ANNA!! Apa! Jalan yang kuambil salah? Iya, itu menurut daddy! Tapi bagiku, TIDAK! Lebih baik aku mati daripada melihat kalian semua binasa!" bentak Anna.

Lagi-lagi mereka kaget. Anna yang manja dan ceroboh mampu membentak, apalagi yang menjadi sasarannya kali ini adalah Navendra, daddy tersayangnya.

"Apa salah jika membiarkan mereka buta akan musuh yang nyatanya ada di depan mata? Apa salah menjadi tameng bagi keluarga di saat mereka tak berdaya? Apa aku salah ditakdirkan menjadi seorang Ellyzana Zaxiusz?!! Jika iya, bunuh aku sekarang! Dan lihatlah kehancuran keluarga Zaxiusz!" Bentak Anna lagi. Biar kali ini ia meluapkan segala keluh kesah yang ia pendam selama ini.

Ia tak habis pikir, kenapa takdir menjadikan hidupnya serumit ini?

Navendra mengacungkan pistol pada Anna. Mereka cukup kaget saat melihat Navendra nekat mengarahkan moncong pistol pada Anna.

"Kalau begitu biarkan daddy yang pergi, Anna." guman Navendra sambil mengarahkan moncong pistol pada pelipisnya.

Secepat Navendra mengarahkan pistol itu, secepat itulah Anna menembak pistol itu hingga terpental jatuh ke lantai.

"Sebelum kau bunuh diri, akulah yang akan membunuhmu! Aku benci mereka yang berputus asa." ancam Anna sambil berlalu menuju kamarnya. Meninggalkan mereka yang mematung tak percaya.

Entah sampai kapan mereka akan bersembunyi di mansion utama Zaxiusz.

ELLYZANA ZAXIUSZ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang