🇩🇪
Entah sudah berapa hari Elsie tidak masuk kuliah. Bahkan tanpa seppengetahuannya, ayahnya sudah mengurus surat-surat penting dari kampusnya dan mengatakan pada dosen-dosen disana bahwa Elsie akan berhenti kuliah karena suatu alasan tertentu. Mau tidak mau, Elsie harus menuruti keinginan Ayahnya itu. Apalagi, sekarang ia sudah tidak bisa berangkat ke kampus karena surat-surat tersebut sudah selesai diurus.
Ayahnya menepati janjinya. Ia benar-benar menyewa seorang pengajar khusus untuk Elsie. Tapi sayangnya, karena pengajar handal tersebut benar-benar sibuk, ia tidak bisa sering-sering berkunjung ke rumah Elsie, dan sebaliknya, Elsie harus menemuinya untuk mendapatkan pengajaran intensif.
Elsie benar-benar senang setelah mendapat izin dari Ayahnya bahwa ia boleh menemui pengajar tersebut ke rumahnya, mengingat akhir-akhir ini ia selalu menghabiskan waktu di rumah dan entah kenapa itu membuatnya begitu jenuh. Ia merasa pikirannya benar-benar penat karena terlalu lama dikurung di rumah dan tidak diperbolehkan pergi ke luar.
Tapi, lagi-lagi, ayahnya memberikan satu syarat. Yaitu, Elsie harus selalu ditemani dan dipantau oleh petugas yang telah ayah sewa.
Hari-harinya berlalu dengan rutinitas yang sama. Pergi ke rumah pengajar, dan 3 jam kemudian kembali pulang ke rumahnya. Besoknya pun seperti itu lagi, sampai hari jumat. Mungkin yang ayahnya tau, rutinitas Elsie hanyalah seperti itu. Tapi, sebenarnya ada satu hal yang Elsie rahasiakan dari ayahnya.
Dia selalu mengunjungi Tembok Berlin, sama seperti yang Arsel lakukan setiap harinya.
Kalau boleh jujur, Elsie benar-benar merindukan lelaki itu. Ia amat sangat merindukan Arsel Lothair. Tapi, melihat ayahnya yang berwatak keras itu, membuat Elsie mulai menyerah dengan hubungannya bersama Arsel. Kalaupun ia tetap bersikeras selalu bersama Arsel, ia yakin ayahnya akan marah besar, bahkan bisa saja tidak menganggap Elsie sebagai anaknya lagi.
Elsie hanya bingung. Ia tidak tahu ia harus bagaimana. Dadanya terasa begitu sesak dan sakit karena terus-menerus merindukan lelaki itu, sampai akhirnya ia memutuskan untuk selalu mengunjungi Tembok Berlin. Berdiri disana begitu lama dan kemudian mencoba membayangkan dirinya sebagai seorang Arsel yang selalu menatap Tembok Berlin demi melampiaskan kerinduannya terhadap orang tuanya.
Elsie rasa, ia boleh sedikit mencontek trik tersebut.
Ia benar-benar merindukan si pembenci Tembok Berlin itu.
Jadi, bagaimana caranya ia bisa pergi ke Tembok Berlin?
Setiap pulang dari rumah si pengajar, Elsie selalu meminta petugas sewaan ayahnya itu untuk mengajaknya ke Tembok Berlin. Setelah itu, Elsie akan memberikan tambahan uang untuk petugas tersebut dan meminta ia pergi kemanapun yang ia mau selama setengah jam. Elsie hanya ingin ditinggal seorang diri disana, dan tidak ingin diganggu. Maka dari itu, ia selalu mengancam petugasnya dengan kata-kata, "Aku ini bosmu sekarang. Kau tidak senang ya diberi uang tambahan dan waktu senggang?" Dan setelah itu, si petugas akan menuruti titah Elsie.
Setiap harinya, tanpa disuruh, ia akan menyetir menuju Tembok Berlin setelah pulang dari rumah si pengajar, dan kemudian pergi kemanapun yang ia mau selama setengah jam, lalu menjemput kembali Elsie yang telah menunggunya.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, tepat pukul 10 pagi, Elsie sudah bersiap-siap dengan pakaian yang rapi dan tas di bahunya. Kemudian ia berjalan ke luar kamar dan mendapati sosok yang tidak ingin ia lihat.
Deano Rubert.
"Supirmu sedang sakit, dan Deano dengan berbaik hatinya menawarkan diri untuk mengantarmu." Tukas Ayah Elsie yang sedang menyesap kopi hangat sambil duduk didekat Deano yang saat itu tengah tersenyum manis ke arah Elsie. Melihat senyumnya saja, Elsie benar-benar sudah muak. Kenapa harus ada lelaki itu lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlin, 1980
Fanfiction[COMPLETED ㅡ END✔] "Siapakah kamu di kehidupan sebelumnya? 🇩🇪" Ong seongwoo bertemu seorang murid baru di sekolahnya yang bernama Kim Jisoo. Entah kenapa ia merasa begitu dekat dengan perempuan itu, padahal sebenarnya hari itu adalah pertemuan per...