BAB 10

828 155 20
                                    

Halo! Aku baru ngeperbaruin BAB "TOKOH", aku masukin video trailer disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo! Aku baru ngeperbaruin BAB "TOKOH", aku masukin video trailer disana. Buat kalian yg mau cek full versionnya, bisa langsung cek bab TOKOH ya. Tengkiyu! And hope you guys like it.

🇩🇪

"KRRRNGGG.... KRRRNGGG...."

Arsel membuka matanya perlahan masih sambil sedikit menguap. Ia menarik kasar bantal yang sedari tadi menjadi penopang kepalanya dan kemudian membenamkan wajahnya kedalam bantal tersebut. Kepalanya benar-benar pusing, sungguh. Sejak Elsie pergi meninggalkannya, entah kenapa yang Arsel lakukan hanyalah tidur. Hari ini bahkan ia lupa rutinitasnya untuk mengunjungi tembok Berlin atau sekedar bercengkrama dengan Fred, teman baiknya itu.

Hari ini kepala Arsel terasa benar-benar penat. Banyak sekali pikiran yang menghantuinya. Dilain sisi, ia merasa khawatir dengan kedua orang tuanya yang berada di negara sebelah. Apakah mereka makan dengan baik? Apakah Ibu menemukan Ayah dalam keadaan sehat? Apakah mereka merindukanku? Terlalu banyak pertanyaan yang ingin Arsel tanyakan dan sampaikan pada Ibunya kemarin ketika ia mengabarinya, tapi sayang, jaringannya terputus secara tiba-tiba sehingga informasi yang bisa Arsel dapatkan hanyalah tentang Ibu yang telah menemukan Ayahnya.

Selain itu, ada satu pikiran lain lagi yang mengganggunya, yaitu tentang perempuan yang ia sukai, Elsie Femellia.

Arsel masih belum mengerti tentang Elsie yang tiba-tiba pergi meninggalkannya dengan nada kesal setelah ia bertanya bagaimana cara melewati tembok Berlin itu. Sampai akhirnya, sebelum tidur tadi, ia sempat menelepon Theo, si penasihat terbaiknya. Ia dengan lugas mengatakan,

"Elsie khawatir padamu. Hanya itu yang bisa aku tangkap dari seluruh cerita panjangmu yang berbelit-belit itu."

Theo juga berkata mana mungkin Elsie tidak khawatir dengan Arsel yang berniat kabur dari negara yang ketat ini? Dan ada satu hal lagi yang Arsel ingat tentang perkataan Theo siang itu, "Tunggu orang tuamu mengunjungimu. Kenapa juga harus kau yang pergi kesana? Ibumu seorang pensiunan, bukan? Dia tentu bisa leluasa masuk ke Jerman Timur."

Iya, mungkin Ibu Arsel bisa. Tapi bagaimana dengan Ayahnya? Sementara, Ayahnya adalah orang yang paling ingin Arsel temui saat ini.

Astaga, lagi-lagi Arsel menyalahkan diri kenapa juga ia harus tinggal diantara negara-negara yang sedang perang dingin seperti Jerman Timur dan Jerman Barat?

Setelah mencoba mengumpulkan kesadarannya sehabis terbangun dari tidurnya yang lebih dari 12 jam itu, ia menatap telepon diatas meja tepat disamping kasurnya yang masih saja berdering. Kemudian ia menatap jam dinding dihadapannya dan mendapati bahwa sekarang tepat pukul 1 pagi.

Jadi, siapa yang meneleponnya di jam 1 pagi seperti ini?

Arsel sudah bisa menduga, mungkin satu diantara tiga temannya yang senang menghabiskan waktu di klub malamlah yang meneleponnya saat ini. Dengan malas, ia mengangkat gagang telepon tersebut dan menempelkannya pada telinga kanannya.

Berlin, 1980Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang