🇩🇪
Setelah pulang dari kerja paruh waktunya disebuh toko roti, Arsel menyempatkan diri untuk sekedar mengunjungi Fred dan membelikannya sebuah kopi. Rasanya sudah lama Arsel tidak mengunjungi tembok Berlin yang biasa ia tengok setiap harinya. Fred bahkan benar-benar khawatir karena tidak juga bertemu dengan Arsel selama kurang lebih satu minggu kebelakang ini, apalagi tugasnya benar-benar bukan tugas yang bisa ditinggalkan lama-lama, maka dari itu akhirnya Fred hanya diam diperbatasan dan menunggu Arsel mengunjunginya.
Arsel dan Fred berbincang-bincang sebentar mengenai hari-hari mereka akhir-akhir ini, dan kemudian Arsel pun pamit pulang dan meninggalkan Fred yang juga harus kembali menjalankan tugasnya sebagai penjaga perbatasan bersama beberapa temannya itu.
Sampai akhirnya, setelah menghabiskan waktu beberapa menit diperjalanan –dan juga ada beberapa menit waktu yang ia pergunakan untuk mandi, berganti pakaian, dan memakan sedikit cemilan-, akhirnya disinilah Arsel, tepatnya didekat meja nakas sambil duduk dibibir ranjang kasurnya.
Ia menatap secarik kertas berisi beberapa angka berurutan yang baru ia dapatkan dari Theo –teman kepercayaan dia dalam hal-hal pencarian info karena dia memiliki relasi yang benar-benar banyak dan gampang bergaul dengan orang-orang penting-, dan katanya, ini adalah nomor telepon rumah Deano.
Samar-samar, Arsel menatap telepon yang berada tepat diatas meja nakas sambil berulang kali berpikir apa ia harus melakukannya. Sampai akhirnya tangannya terulur begitu saja dan mengambil gagang telepon itu.
Arsel menekan beberapa tombolnya, lalu meletakan gagang telepon itu tepat ditelinga sebelah kirinya sambil menunggu panggilan itu terhubung. Tidak butuh waktu lama, ia bisa menebak bahwa panggilan itu benar-benar sudah terangkat karena ia mendengar suara berat Deano disebrang sana.
"Ya, halo? Siapa disana?"
"Halo, Deano. Ich bin Arsel (Aku Arsel)"
🇩🇪
Helena melipat kedua tangannya didepan dada sambil menatap Arsel yang sedang memakan Erbsensuppe –sup kacang polong- dengan lahap dihadapannya. Ia bahkan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Theo dan Jei yang sepertinya tidak mencurigai apapun. Mereka masih sibuk mengagumi barang pemberian Arsel beberapa saat lalu.
Siang ini, mereka berempat sedang berkumpul disalah satu sudut kafeteria kampus sambil sebelumnya, secara mengejutkan, Arsel membawa beberapa barang untuk sahabat-sahabatnya itu. Arsel bilang, ia baru saja mendapatkan komisi besar dari pekerjaan paruh waktunya.
(Kafeteria di Universitas Humboldt)
Ia memberikan Theo sebuah jam tangan baru, memberikan kupon masuk gratis ke Metzer Eck selama seminggu pada Jei, dan gelang cantik pada Helena. Sekarang, lihatlah. Arsel sedang makan lahap dihadapannya, berbeda dengan hari-hari kemarin, seolah-olah hari ini Arsel terlahir kembali menjadi seseorang yang baru dan masih suci –karena ia terlihat baik hati, ramah, dan ingin menyenangkan semua temannya. Apa ini efek dari tiket konser yang Helena berikan kemarin? Kalau saja Helena tahu bahwa dampaknya akan sepositif ini, ia sudah akan memberikan tiket itu dari satu minggu lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlin, 1980
Fanfic[COMPLETED ㅡ END✔] "Siapakah kamu di kehidupan sebelumnya? 🇩🇪" Ong seongwoo bertemu seorang murid baru di sekolahnya yang bernama Kim Jisoo. Entah kenapa ia merasa begitu dekat dengan perempuan itu, padahal sebenarnya hari itu adalah pertemuan per...