🇩🇪
Siang itu, Arsel dan ketiga sahabatnya sedang berkumpul didepan gerbang kampus menunggu S-bahn yang lewat. Sepanjang perjalanan menuju gerbang kampus tadi, Theo dan Jei tidak henti-hentinya membicarakan mengenai pertemuan Arsel dan Elsie kemarin. Mereka terdengar benar-benar salut dengan apa yang Arsel lakukan. Rasanya mereka tidak perlu mengajari Arsel bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik, karena Arsel benar-benar telah menguasai tekniknya secara otodidak.
Sebenarnya, perjalanan menuju gerbang kampus tadi tidak terlalu jauh, tapi entah kenapa Helena merasa jaraknya seperti tiga kali lipat lebih jauh dari biasanya karena ia benar-benar tidak menikmati obrolan teman-temannya itu. Mau bagaimana pun mereka mengindah-indahkan seorang Elsie Femellia, dimata Helena, Elsie hanyalah seorang perempuan yang telah merebut atensi Arsel darinya. Dan sepertinya, tidak lama setelah Arsel, mungkin Theo dan Jei akan ikut-ikutan merasa tertarik pada Elsie si perempuan yang terkenal akan kecantikannya itu.
"Jadi, rencananya kau akan mengajak Elsie ke Berliner Fernsehturm besok?" tanya Theo memastikan. Padahal dia sudah jelas-jelas mendengar apa yang Arsel katakan pada Elsie kemarin. Tentunya, dengan cepat, Arsel mengangguk.
"Bukankah di dekat sana ada parade air mancur?" tanya Jei yang penasaran. Lagi-lagi, Arsel mengangguk dengan antusias.
"Tunggu, tunggu. Bukankah kau menyuruh Elsie kesana untuk mengembalikan coatmu saja? Setelah coatmu dikembalikan, kalian akan langsung pulang ke rumah masing-masing, kan?"
PLETAK!
Jei dengan kerasnya menyentil kening Helena karena telah menanyakan hal tersebut. Entah kenapa Jei jadi merasa Helena benar-benar perempuan yang bodoh setelah mendengar ia berkata seperti itu.
"Aaaaah!" Helena meringis kesakitan sambil mengusap-usap pelan kepalanya. Theo dan Arsel sudah terbiasa dengan kejadian-kejadian itu –Jei yang kasar pada Helena ketika sambungan-sambungan pikiran di otak Helena telat terkoneksi- maka dari itu mereka hanya bisa tertawa saja melihat kedua orang itu sedang bertengkar.
"Kau masih tidak mengerti juga ya? Mana mungkin Arsel mengajak Elsie bertemu disana hanya untuk mengembalikan coat? Kalau seperti itu, mereka tidak perlu kesana. Arsel pastinya akan meminta Elsie mengembalikan coatnya di kampus." Seru Jei gemas pada Helena yang selalu saja kelamaan mikir.
"Ja, Helena. (Iya, Helena) Secara tidak langsung, sebenarnya Arsel mengajak Elsie berkencan." Tukas Theo menjelaskan dengan nada yang halus dan lembut. Helena hanya mengangguk-angguk asal dan kemudian menatap Jei dengan tajam seolah mengatakan, "Kau tidak bisa ya berkata lebih lembut seperti Theo?!"
Sebentar.
Apa katanya tadi?
Mengajak Elsie berkencan?
Yang benar saja!
Helena langsung menoleh kearah Arsel dengan tatapan kebingungan dan mulut terbuka. Arsel tentunya lebih kebingungan lagi ketika melihat Helena yang seperti itu.
"Apa?" tanya Arsel dengan alis yang terangkat. Ia tahu bahwa Helena mungkin saja akan menanyakan sesuatu padanya.
"Du.... (Kau...)" Ujarnya sambil menunjuk Arsel, kemudian ia melanjutkan kalimatnya lagi, "...mengajak Elsie berkencan? Bist du sicher? (Sungguh?)" tanyanya tidak percaya. Jei langsung menepuk bahu Helena dan membuat ia menutup mulutnya cepat.
"Aku tahu kau tidak percaya bahwa akhirnya Arsel berkencan dengan perempuan. Elsie adalah perempuan pertama yang Arsel kencani, bukan begitu Arsel?" dan Arsel mengangguk sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlin, 1980
Fanfiction[COMPLETED ㅡ END✔] "Siapakah kamu di kehidupan sebelumnya? 🇩🇪" Ong seongwoo bertemu seorang murid baru di sekolahnya yang bernama Kim Jisoo. Entah kenapa ia merasa begitu dekat dengan perempuan itu, padahal sebenarnya hari itu adalah pertemuan per...