32

2.3K 196 11
                                    

Maaf lama banget up nya, selamat menikmati :)

Ia tidak habis pikir, papanya berkata seperti itu. Apa salahnya? Apa memang benar dirinya pembawa sial, hingga keluarganya ingin sekali Felisa menikah dan keluar dari rumah itu. Memang benar Elisa melebihi apapun darinya, bahkan Felisa tidak tahu apa kelebihan dalam dirinya. Ia tenggelam jika disandingkan dengan Elisa. Tapi tetap saja darah daging mereka mengalir di tubuhnya, ia bukan orang lain gadis itu juga anaknya.

Saga terhenti saat akan membuka pintu mobilnya. Ia mendengar suara tangis seseorang di balik badannya. Saat berbalik badan ia menemukan Felisa berdiri bersandar di pagar rumahnya menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong dan juga air mata yang terus mengalir.

"Fel lo mau balik nggak?" Tawarnya untuk mengantar Felisa, namun gadis itu masih mematung dengan keadaan yang sama. Saga mencoba menggerak-gerakkan tangannya keatas ke bawah di hadapan Felisa tapi gadis itu masih diam dengan pandangan kosong. Saga melangkah ke depan mendekat ke wajah Felisa lalu mendorong dahi gadis itu dengan jari telunjuknya. Dan matanya berkedip seolah telah sadar.

"Saga, lo apa-apan sih?" Ucap Felisa protes.

"Lo mau balik nggak? Ngelamun gak jelas" jawab Saga.

"Enggak, lo pulang dulu aja, gue balik sendiri" jawab Felisa yang masih bersandar malas di pagar itu sesekali ia menghapus air matanya.

Saga merogoh sakunya lalu mengeluarkan uang dan memberikannya kepada Felisa. Gadis itu mengerutkan dahinya ketika melihat uang di tangannya, ia seolah bertanya.

"Tas lo di rumah Iren" ucapnya lalu melenggang masuk ke dalam mobil dan pergi.

Felisa masih menatap uang di telapak tangannya, kemudian ia teringat uangnya ada di dompetnya dan dompet itu di tasnya yang tertinggal di rumah Iren. Ia memutarkan bola matanya "Laki-laki itu memang benar-benar,,," ia sedikit kesal, bagaimana bisa Saga meninggalkannya, harusnya dia lebih peka dan mengantarnya ke apartemen. Mungkin dia tidak tahu rumus bila wanita mengatakan tidak itu artinya iya. Dan bodohnya lagi ia terlalu berharap pada Saga. Setelah bermain-main dengan pikirannya ia segera berjalan pergi untuk mencari taxi.

Ketika ia sedang makan bel apartemennya terus berbunyi. Siapa? Pikirnya. Mencoba menghiraukan tapi bunyi bel itu memenuhi telinganya, segera ia berjalan keluar mebuka pintu. Ia menatap terkejut kepada seseorang dibalik pintu dengan wajah penuh amarah. Dia adalah Saudara kembarnya. Rambut Felisa yang bebas terurai ditarik kasar olehnya.

"Lo udah rebut Saga dari gue, gue benci sama lo" ucap Elisa dengan amarah yang meledak-ledak.

Felisa sudah merintih kesakitan dari tadi, ia mencoba melepaskan rambutnya tapi Elisa semakin kuat menariknya "El gue bisa jelasin tolong lepasin, aww sakit" ucapnya sambil merintih kesakitan.

"Nggak akan, gue marah sama lo, gue benci lo, kenapa lo harus ada di dunia ini sih, lo udah rebut kebahagiaan gue" ucap Elisa.

"Elisa" teriak seorang laki-laki yang baru saja datang itu. Ia berlari, menarik tangan Elisa menjauh dari rambut Felisa. Perlahan tangan itu mulai merenggang dan rambut Felisa sudah terlepas. Felisa membenarkan rambutnya dan melihat Saga sudah berdiri di hadapannya. Percuma rambut Felisa sudah sangat berantakan, Elisa mengacak dan menarik rambutnya keras. Bahkan tidak tahu lagi penampilannya saat ini seperti apa, ditambah tatapan Saga padanya, ia ingin lari saja saat itu juga, pasti wajahnya sangat-sangat berantakan.

"Lo udah dapetin semuanya, Apa semenjijikkan itu gue buat lo? MAU LO APA???" Teriak Felisa tidak peduli orang-orang yang melewati jalan depan apartemen yang sedang melihatnya.

"GUE MAU LO JANGAN MUNCUL DI KEHIDUPAN GUE LAGIII" balasnya berteriak juga.

Setetes air mata Felisa jatuh. Saat itu juga ia menghapusnya "denger baik-baik, gue sama Saga nggak ada apa-apa, Saga ngomong kayak gitu karena dia bantuin gue sebagai temennya, karena dia tau gue nggak mau dijodohin sama Theo"

"Enggak gue nggak percaya, bahkan lo terang-terangan jadi rival gue, lo terang-terangan ngejar-ngejar Saga, lalu sekarang lo ngomong kayak gini? Munafik!" Ucapnya.

"Awalnya iya memang gue cari perhatiannya Saga tapi setelah gue tau Saga itu pacar lo, gue berhenti" jawab Felisa.

"Gue bakal percaya sama lo, kalau lo jawab pertanyaan gue, apa lo cinta sama Saga?" Tanya Elisa.

Felisa dan Saga terdiam. Bahkan mungkin terkesan canggung mengatakannya langsung di hadapan orangnya langsung. Saga menatap Felisa seolah menunggu jawaban dari Felisa yang telah lama sangat ia ingin tahu mengenai perasaan gadis itu padanya. Saga mulai tidak nyaman dengan situasi ini ia mencoba menghentikannya "Maksud lo apa tanya kayak gitu?" Ucap Saga.

"Enggak" jawab Felisa singkat. Cukup terkejut dengan jawaban itu Saga mulai tidak bisa mnegkondisikan dirinya. Ia menarik tangan Felisa kasar lalu memberikan paperbag di tangannya dan sebelum pergi ia menatap mata gadis itu sejenak.

Felisa merasa tidak enak pada Saga, ia ingin mengejarnya tapi tidak mungkin ada Elisa disini. Ia segera ingin pergi mengambil ponsel dan menelpon Saga menjelaskan semuanya. Tapi Elisa masih berdiri di hadapannya dengan senyuman yang terukir jelas di wajah bahagianya itu.

"Oke gue percaya sama lo kali ini" ucapnya lalu pergi. Felisa segera menutup pintu apartemen lalu berlali mencari ponselnya mengabaikan paperbag yang tergeletak di lantai.

Segera ia mencari nama Saga di ponselnya. Setelah menemukan ia segera menghubunginya. Panggilan pertama, panggilan kedua tidak dijawab Saga. Entahlah perasaannya resah, ia mengirim pesan pada Saga.

To Saga: Saga plis jawab telpon dari gue

Ia menelpon Saga kembali dan panggilan itu dijawab Saga.

"Hallo, Saga, huh akhirnya" ucapnya membuang nafas legah "Saga gue nggak ada maksud ngerendahin lo atau apa, gue di posisi itu nggak tau harus bilang apa gue nggak mau Elisa benci sama gue, dan jalan satu-satunya gue harus bilang itu di depan lo langsung" ucap Felisa.

"Maksud lo ngomong gini apaan?" Jawab Saga.

"Bukannya lo tadi pergi karena marah sama gue?" Felisa memukul kepalanya.

"Apa lo pikir gue patah hati karena lo bilang nggak cinta sama gue?" Ucap Saga datar.

"Sorry lo ngomong apa kayaknya sinyalnya jelek disini" ucapnya bohong lalu memutus panggilan itu dan menjauhkan tubuhnya dari ponsel itu. Ia telah salah paham, lagi pula tidak mungkin Saga mencintainya, bahkan awal pertemuannya pun Felisa yang mengejar-ngejarnya dan Saga selalu angkuh terhadapnya, bahkan tidak menganggapnya ada. Kemudian bunyi notifikasi chat masuk berdering di ponsel Felisa. Ia mengambilnya dan ternyata chat dari Saga.

Saga: gue tau lo bohong

Membaca chat itu Felisa menutup mukanya dengan kedua telapak tangannnya ia benar-benar malu.

Saga yang berada di dalam mobilnya pun tersenyum sendiri. Awalnya memang benar ia tidak bisa menerima penolakan dari Felisa, gadis yang sudah dicintainya sejak lama. Tapi ia paham saat Felisa menelponnya dan mengatakan panjang lebar itu.

"Andaikan lo nggak tutup panggilan itu, gue bakal ngaku kalau gue jatuh cinta sama lo Fel san memang bener gue patah hati" ucapnya sendiri sambil memandangi foto profil Felisa di ponselnya. Tidak seberapa lama ia langsung pergi meninggalkan kawasan apartemen.

Makasih sudah membaca, jangan lupa vote dan komentari :)

PESONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang