36

121 12 2
                                    


Pagi hari gadis bertubuh tinggi dengan rambut yang diuarai yang memancarkan pesonanya kini sedang berdiri di depan loby apartemen yang dibilang cukup mewah itu. Dengan tarikan tipis ujung bibirnya menambah pancaran pesonanya. Entah apa yang terjadi sebenarnya dengannya. Ia masih setia berdiri dengan kaki jenjangnya itu seolah sedang menunggu seseorang datang.

"Woy" ucapan itu menghilangkan senyuman manis di wajahnya, seseorang datang berteriak dengan merangkul pundaknya. Felis berusaha menyingkirkan tangan yang bergelantungan di pundaknya itu lalu membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Belum berangkat juga lo fel?" Ucap kakaknya. Felisa menggeleng. "Yauda gue anter ayo" tawarnya. Segera felisa menjawab "gak ah, ada yang mau jemput gue" jawabnya. "Serius nih? Yauda gue duluan" ucapnya berpamitan lalu berjalan menuju mobilnya.

Sudah hampir 30 menit Felisa berdiri, orang yang ditunggunya tak kunjung menampakkam diri. Ia bimbang, ia ragu menelfon atau tidak. Egonya seolah menguasai dirinya, ia putuskan tidak akan menelfon. Tidak lama lagi sekolah akan dimulai, dengan berat hati ia putuskan untuk pergi naik taxi. Sepanjang jalan muncul pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan ia cari jawabannya. Ia marah, kesal, dan merasa telah dipermainkan.

Sampai di sekolah felisa bergegas masuk, untung saja gerbang belum di tutup, ia lolos dari hukuman  keterlambatan. Ia melangkah pasti menuju kelasnya, entah tidak ada yang ia inginkan kecuali satu, duduk di kelas dan berdiam diri saja. Namun tidak mudah mewujudkan keinginan sederhananya itu. Elisa tiba-tiba menghadangnya dengan tatapan tajam dan senyuman yang memancar di wajahnya.

"Baru datang fel?" Tanyanya, felisa mengangguk malas. "Saga hari ini jemput gue ke rumah, seneng banget gue fel" ucapnya membuat felisa mengangkat kepalanya tegak, ia tak terima, apa-apaan ini, kekesalan sudah mulai menguasai dirinya. Sempat tertangkap wajah Saga yang baru saja datang dari arah depannya, ia melangkah pergi meninggalkan Elisa dan melewati Saga begitu saja tanpa sapaan atau senyuman.

"Fel" panggil Saga, namun felisa melangkah terlalu cepat, jaraknya dengan dirinya sudah terlampau jauh. Bel sudah berbunyi, ia segera harus masuk kelas. Namun urusannya dengan felisa belum kelar. Nampak kegelisahan di wajahnya tidak bisa disembunyikan. Dengan berat hati ia melangkahkan kakinya menuju kelas.

Tidak ada waktu lagi, tidak ada sebentar lagi, tidak ada nanti dulu, ketika bel istirahat berbunyi ia lari menuju kelas felisa. Ia pandangi seluruh isi kelas, felisa tidak ia temukan. Tidak berhenti di situ, saga mencari kemanapun yang mungkin felisa berada, ia berjalan hingga suatu ketika ia berpapasan denganfelisa di depan kamar mandi. Saga tersenyum sedangkan felisa menatapnya datar. Felisa berjalan tanpa menghiraukan Saga yang berdiri menatapnya lurus. Saga berlari mendekati Felisa "Fel, maaf" ucapnya dengan mata penuh penyesalan. Felisa diam lalu melanjutkan langkahnya menghindari Saga. "Fel" ucap Saga lalu dengan sigap duduk memohon dihadapan Felisa dengan kepala menunduk membuat langkah Felisa terhenti. Banyak siswa yang berada di lokasi memperhatikan perilaku Saga membuat Felisa sedikit tidak nyaman menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Saga jangan kayak gini, lo cepetan berdiri" ucap Felisa menunduk. "Ga akan sebelum lo maafin gue" ucap saga. Felisa dibuat bingung apa yang harus ia lakukan. Akhirnya felisa jongkok dengan posisi tubuh berhadapan dengan saga. Saga menatapnya lurus hingga kedua orang itu bertatapan, mereka membisu namun pancaran mata mereka seolah berbicara. Felisa mengangguk, hingga Saga reflek memeluk gadis dihadapannya itu.

"FELISAA!!!" Teriak Elisa yang datang penuh dengan amarah membuat Felisa melepaskan diri dari pelukan saga.

"Lo emang gatau diri ya, saga pacar gue, bisa-bisanya lo, lo," ucapnya shock dan tidak bisa berkata-kata "Lo liat diri lo, lo siapa? Lo sadar posisi lo, apa lo cocok dengan saga? Enggak fel, ya mungkin muka kita mirip, engga dengan otak kita, penampilan kita, jelas lo dan gue beda, lo jauh dibawah gue dan semua orang tau itu, lo ga pantes begini" lanjutnya.

"Emang ya lo perempuan nggak punya harga diri" ucap Elisa.

Saga berdiri "El kita putus" ucapnya singkat lalu menggenggam tangan felisa dan pergi dari kerumunan itu. Elisa terdiam dan shock dengan ucapan saga. Kakinya terasa lemas hingga membuatnya terjatuh ke lantai. Perlahan air matanya keluar menetes tatapannya lurus menghadap saga yang berjalan semakin jauh meninggalkannya dengan felisa yang masih menatapnya. Dadanya terasa sesak hingga susah sekali untuk bersuara. Ia tetap diam di tempat sambil menangis. Begitupun kerumunan siswa yang mulai membubarkan diri karena bel masuk kelas sudah terdengar, tetapi tidak dengan elisa yang masih terdiam di sana dengan wajah yang semakin tertunduk lesu.

PESONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang