"Hai Shelia!" tiba-tiba seseorang menepuk pundak Sheila. Sheila menoleh ke arah orang yang baru saja duduk di hadapannya sambil membawa semangkuk bakso, lalu menyapanya, "hai Tiffany."
Tiffany hanya meresponnya dengan anggukan kecil. Sheila melihat Felia sedang berjalan ke arahnya.
"Eh, Felia," ucap Sheila. Di belakang Felia ternyata ada Edward juga. "Eh, Edward, duduk sini."
Tanpa melirik ke arah Tiffany, Edward menarik kursi yang berada di samping gadis itu lalu mendudukinya. Melihat sikap Edward seperti itu, Tiffany langsung berdiri dari kursinya dan memilih untuk duduk di kursi kosong di samping Sheila.
"Kok pindah?" tanya Felia bingung.
"Pasti Edward mau duduk di samping lo," jawab Tiffany luwes.
Felia tersenyum mendengarnya, sedangkan Edward hanya diam tidak merespon. Sheila hanya memperhatikan tanpa berkomentar.
"Ed, aku mau beli somay. Kamu mau aku pesenin apa?" Felia bertanya pada pacarnya.
"Samain aja kayak kamu," jawab Edward.
Felia mengangguk. Lalu, ia berjalan menuju tukang somay.
Hening. Tak ada yang berusara di antara mereka bertiga. Meja yang mereka duduki sangat singkron jika dibandingkan dengan meja-meja lain yang dipenuhi canda tawa.
Tiffany menarik mangkuk baksonya dan kembali melahapnya. Sheila sibuk menusuk-nusuk sedotan jus mangganya yang sudah habis. Sementara Edward hanya memikirkan yang entah dirinya saja tidak tau apa yang ia pikirkan.
"Ekhm," Edward berdeham, membuat dua pasang mata di depannya menatap ke arahnya.
Sheila menaikan sebelah alisnya.
"Cogan-cogan pada di mana? Kok gak ngumpul?" Edward memulai percakapan dengan menanyakan di mana keberadaan Matthew, Seth, dan Michael.
"Seth sama Michael ada tugas tambahan," kata Sheila.
"Matthew ada rapat sama tim futsal," Tiffany menambahkan.
Edward menatap Tiffany sekilas. "Oh," katanya, nyaris tak terdengar, lalu kembali menatap Sheila.
Setelah itu Edward berbincang-bincang dengan Sheila. Mereka berdua bercanda tawa, sedangkan Tiffany hanya mendengarkan sambil memakan bakso yang terasa hambar di lidahnya. Sesekali Sheila mengajak Tiffany untuk masuk ke dalam percakapan, tapi Edward selalu mengalihkan topik. Tiffany pun hanya bisa pasrah dengan sikap Edward. Ia merasa Edward benar-benar mencampakannya.
Sambil mengunyah bakso, Tiffany bergumam, Ed, gue pengen jelasin sesuatu sama lo. Mungkin lo ngira kalo gue yang ngebunuh adek lo, tapi kenyataannya gak gitu, Ed. Gue sama sekali gak tau tentang masalah itu. Kapan gue bisa jelasin sama lo kalau lo nya selalu ngehindar dari gue?
Tanpa Sheila dan Edward sadari, Tiffany menghela napas berat.
*****
"Tiff, wait," baru saja Tiffany melangkahkan kakinya keluar dari toilet, seseorang menahan lengannya. Saat tahu siapa orang yang menahannya, Tiffany mendengus. Ia tahu benar apa yang akan orang tersebut katakan.
"Mana naskahnya?" Benar seperti dugaan Tiffany, laki-laki bercakamata di depannya itu mengulurkan tangannya seperti gerakan meminta.
Tiffany memutar bola mata. "Entar elah, Mic."
"Mau entar sampe kapan?" Michael kini melipat tangannya di dada. "Lo gak ngertiin banget, sih. Anggota gue pada nanyain."
"Apa hubungannya sama anggota lo? Mereka juga gak dapet peran apa-apa. Ini projek kita sebagai ketua ekskul. Lagian, projek ini yang ngebantuin juga Klub Horror. Bukan anggota-anggota kita. Bikin short movie itu idenya Diandra kan? Diandra minta bantuan kita, bukan bantuan yang lain," balas Tiffany sewot.
KAMU SEDANG MEMBACA
KLUB HORROR
HorrorBerawal dari Diandra yang ingin membuat short movie yang merupakan projek akhir taun anggota ekskul drama. Dibantu oleh teman-teman kakaknya, Edward, yang bergabung dalam Klub Horror, mereka pun membuat sebuah short movie di tengah hutan sekalian be...