Setelah dua bulan Tiffany tinggal di rumah sakit jiwa, akhirnya gadis berambut pirang tersebut diperbolehkan kembali ke rumah. Orangtuanya yang meminta kepada pihak rumah sakit jiwa agar anak semata wayangnya bisa kembali ke rumah. Lagian, pekerjaan orangtuanya di luar negeri sudah tidak sesibuk biasanya.
Diego, ayah Tiffany masih menjalankan bisnisnya di luar negeri. Sedangkan Denise, ibunya, memilih untuk meninggalkan toko kuenya di salah satu pusat kota di Los Angeles sementara, demi menemani anak gadisnya di rumah.
Malam ini, untuk yang pertama kalinya setelah Tiffany kembali ke rumah dari rumah sakit jiwa, Matthew datang ke rumah Tiffany yang berada di salah satu perumahan elit, setelah sebelumnya ia nge-LINE Tiffany untuk bersiap-siap. Setelah tiba di depan rumah Tiffany, Matthew nge-LINE Tiffany untuk memberitahukan padanya bahwa ia telah sampai. Tanpa perlu Matthew menunggu lama, Tiffany pun keluar dari rumah tipe modern suburban yang dominan chat putih tersebut. Tiffany mengunci pintu rumahnya dan meletakan kuncinya di bawah keset rumah. Kebetulan, ibunya sedang pergi ke sebuah cafe untuk bertemu dengan teman lamanya.
Tiffany pun segera masuk ke dalam mobil Matthew setelah laki-laki itu membukakan pintu passanger seat untuk Tiffany. Lalu, Matthew masuk ke driver seat dan mulai mengendarai mobil warisan almarhum ayahnya.
Tiffany menatap lurus ke jalanan selama Matthew menyetir mobilnya. Suasana canggung sangat terasa di dalam mobil yang hanya ditumpangi oleh dua orang remaja tersebut. Mobil telah berjalan dua kilometer, namun, tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut penumpangnya. Tiffany ingin sekali membuka percakapan, tapi ia urung. Ia takut dengan respon Matthew mengingat laki-laki itu menjadi berubah. Matthew menjadi lebih dingin di hadapan Tiffany.
Tiffany ingin sekali menanyakan gimana hubungan antara dirinya dengan Matthew. Apakah masih berjalan atau tidak? Tidak pernah ada kata 'putus' di antara Tiffany dan Matthew, tapi, dengan sikap Matthew saat mengunjungi Tiffany di rumah sakit jiwa, tidak menunjukan bahwa mereka masih berpacaran.
"Tiff," sebuah suara membangungkan Tiffany dari pikirannya. Ia menoleh ke arah Matthew yang ternyata sedang menatapnya.
"Ya?" Tiffany merespon.
Ia menatap ke jalanan lengang. Lampu merah menjadi satu-satunya objek yang Tiffany tatap. Tiba-tiba ia merasa takut menatap pacarnya sendiri.
"Kok diem?" Matthew bertanya.
"Eh?" Tiffany gelagapan. Ia mencari-cari jawaban apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan Matthew, tapi ia tak menemukan kata yang tepat. "Ngg... nggak apa-apa kok."
"Apa kabar, Tiff?"
Tiffany menatap ke arah Matthew yang memandang lurus ke depan. Ia heran dengan pertanyaan konyol yang keluar dari mulut Matthew.
'Apa kabar, Tiff?' Sungguh, itu pertanyaan yang sangat canggung, seakan-akan mereka adalah teman lama yang terpisah jarak jauh selama beberapa tahun kemudian baru kembali bertemu. Itu lah yang ada di pikiran Tiffany saat ini.
Lampu merah berganti menjadi hijau. Matthew kembali melajukan mobilnya. Ia menggaruk tengkuknya seraya berkata, "Canggung banget ya, Tiff?"
Tiffany hanya meresponnya dengan anggukan. Perempuan beriris baby blue itu tidak banyak mengeluarkan suara seperti biasanya. Ia hanya menatap jalanan sambil mendengarkan lagu dari radio.
Pikirannya melayang ke mana-mana. Sebenarnya, banyak sekali hal yang ia ingin tanyakan, tapi entah mengapa ia merasa bahwa pertanyaan-pertanyaan itu sebaiknya ia simpan sendiri saja hingga ia menemukan jawaban dengan sendirinya.
Sampai di rumah Matthew, mereka berdua segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah Matthew setelah Matthew membuka kunci pintu rumahnya. Setelah pintu rumah tertutup kembali, Matthew menyalakan saklar lampu di dekat rak sepatu sehingga semua lampu di rumah Matthew menyala semua. Tiba-tiba Matthew mengajak Tiffany menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas. Katanya, ia ingin menunjukan sesuatu pada Tiffany.
KAMU SEDANG MEMBACA
KLUB HORROR
HorrorBerawal dari Diandra yang ingin membuat short movie yang merupakan projek akhir taun anggota ekskul drama. Dibantu oleh teman-teman kakaknya, Edward, yang bergabung dalam Klub Horror, mereka pun membuat sebuah short movie di tengah hutan sekalian be...