14. Titik Temu

5.3K 851 150
                                    

"Kai itu orangnya gimana?"

Gadis yang rambutnya diikat asal itu sedikit tertawa ketika Krystal tiba-tiba memulai pembicaraan diluar topik diskusi mereka setelah meletakkan ponselnya di lantai kamar Seulgi. Mereka berdua tengah sibuk mengerjakan tugas mata kuliah yang mengharuskan mereka untuk berkelompok dan nampaknya Kaisar masih belum bisa menerima keadaan.

"Kenapa? Si Kai masih mau minta tukeran kelompok?" Matanya masih sibuk mencari bahan presentasi kelompok mereka di internet. "Bilangin dia suruh terima takdir. Itu kelompok sesuai absen, ga ada gunanya protes."

Semesta sepertinya memang tidak mendukung Kaisar agar tidak sekelompok dengan kekasihnya, karena ia justru dipasangkan dengan Kamga dan Seulgi lah yang berakhir menjadi partner kelompok Krystal.

Krystal terkekeh. "Enggak. Gua cuma mau tau aja dia kan sahabat lo."

"Kai itu walaupun ngeselin, suka jelalatan dan kadang childish, dia itu orang yang kelewat peduli, perhatian dan sangat setiakawan."

Seulgi menghela napasnya dan tersenyum lebar. "Gua, dia dan Wendy sebenarnya baru banget sahabatan. Tapi meskipun bentar, gua udah ngerasa nemuin orang-orang yang peduli dan melihat gua apa adanya tanpa embel-embel apapun. Mereka itu tempat gua berbagi suka dan duka. Orang-orang terdekat yang gua sayang."

Krystal terlihat tertegun, dia bahkan sudah berhenti menulis ketika Seulgi melirik ke arahnya.

"K-kalo menurut lo gua gimana?"

"Gimana apanya?"

"Ya," Krystal melanjutkan perkataannya setelah beberapa saat terdiam. "Gua tiba-tiba muncul di antara kalian dan ehm.. ngerebut perhatian dia?"

Ia memandang Krystal sejenak dan tawanya langsung pecah. "Engga ada masalah kok. Wajar kalo dia ngasih perhatian lebih ke lo karena kalian kan emang pacaran. Buat apa gua atau Wendy ngelarang? Gua seneng temen gua bahagia. Itu aja."

Krystal langsung diam, ia seperti sedang berpikir dan Seulgi yang tidak ingin mengganggu, kembali fokus pada laptopnya untuk sementara waktu.

"Menurut lo mendem perasaan itu salah ga?"

Seulgi menoleh sebentar ke arah orang yang sedang bertanya. Sekarang Krystal duduk di seberangnya dengan kepala yang sudah ditekuk.

"Siapa bilang?" Tanya Seulgi di balik laptopnya, masih menggerakkan kursor dan belum sepenuhnya menatap Krystal. "Memendam itu pilihan. Sama halnya dengan menyatakan. Ga ada yang salah. Toh pasti ada alasan kuat yang ngebuat mereka milih mendem perasaan. Entah itu waktu yang belum tepat atau emang situasi yang ga memungkinkan."

"Kalo mendem perasaannya di saat kita udah sama orang lain jadi salah kan?"

Seulgi berhenti mengetik, matanya melirik cepat ke arah Krystal. "Ini ada hubungannya sama Kai?"

Gadis berambut panjang tersebut menggeleng pelan, dia mengangkat kepalanya untuk menatap Seulgi balik. Matanya menerawang jauh. "Engga. Kai itu orangnya baik dia ga mungkin kayak gitu."

"Terus kenapa lo tadi nanya kayak gitu?" Seulgi menaikkan sebelah alisnya. "Kalian lagi berantem?"

Krystal kembali menggeleng dan Seulgi berhenti bertanya. Dia memperhatikan Krystal dengan saksama. Mereka memang sudah tergolong dekat, interaksi yang terjalin di antara mereka juga semakin sering terjadi. Terlebih setelah sahabatnya mulai berpacaran dengan Krystal. Kemana ada Kaisar, di situ ada Krystal.

Tapi meskipun begitu kecanggungan tetap terasa, membatasi hal yang memang boleh ditanyakan atau tidak. Seperti sekarang ini.

"Gua nanyain kayak gitu karena gua lagi bingung." Krystal perlahan mengembuskan udara yang terasa menyesakkan dadanya. Ekspresinya terlihat sangat bersalah. "Gua sebenarnya suka sama orang lain."

DESIRE [SeulRene] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang