Seulgi bisa merasakan air mata Irene di sela-sela tautan bibir mereka namun itu tidak menghalanginya barang sedikit pun dalam mencurahkan semua perasaan yang ia pendam selama ini.
Wangi manis vanila yang menguar dari tubuh Irene seakan membuainya untuk terus memperdalam ciuman mereka. Semakin jatuh lebih dalam di setiap pergerakan yang bibirnya lakukan diluar kendali.
Dia ingin menyampaikan perasaannya lebih lama tapi apa daya, kesadarannya berangsur pulih setelah tubuhnya meronta sebagai refleks alami akibat kehabisan napas. Paru-parunya memaksa untuk diisi pasokan oksigen sebanyak-banyaknya dan Seulgi akhirnya beringsut mundur, memberi ruang untuknya dan Irene untuk sejenak mengatur ritme pernapasan yang naik turun layaknya habis melakukan maraton.
Detak jantungnya belum bisa kembali normal meski bibir mereka tidak lagi berpagutan. Ia masih terjebak di tengah luapan emosi sesaat yang telah membuatnya kehilangan akal sehat.
Kedua matanya terbuka perlahan, menatap lekat gadis di depannya dalam kondisi yang sama. Mata Irene terpejam rapat, wajahnya memerah dengan napas yang masih tersengal-sengal.
Seulgi membuang jauh-jauh pandangannya ke samping ketika matanya secara tidak sengaja kembali melirik bibir yang telah dilumatnya beberapa saat yang lalu.
Ada rasa puas dan rasa bersalah yang muncul secara bersamaan.
Apa yang baru saja dia lakukan pada pacar kakaknya sendiri?
Sifat egoisnya itu telah membutakan semua pemikiran rasional miliknya.
Menatap sekali lagi Irene yang masih tidak bergerak dari tempatnya. Ia lalu meneguk ludahnya, gusar.
Seakan sadar dengan perbuatannya yang sudah kelewat batas, Seulgi secara otomatis menarik tangannya sendiri menjauh dari wajah Irene dan mengepalkannya dengan erat di samping tubuh.
Seulgi merasa bodoh karena telah diperbudak oleh hawa nafsu dan juga amarah yang sekejap muncul.
Rasa panik seketika menyeruak.
Irene pasti akan sangat membencinya.
"Maaf-"
Seulgi tersentak ketika telapak dingin itu terulur dan menyentuh wajahnya, membuatnya langsung menelan kembali kalimat permintaan maaf yang sudah berada di ujung lidahnya.
Irene telah membuka matanya.
Kedua iris cokelat mudanya berubah gelap dan kini seniornya itu tengah menatapnya balik dengan intensitas yang benar-benar membuatnya kesulitan menghirup udara bebas.
Seulgi buru-buru menundukkan kepala dan tidak mengangkatnya lagi. Ia lebih memilih menatap keramik di bawah dengan mulut yang masih terkunci rapat. Seakan lidahnya ikut kelu setelah ciuman mereka usai dan berakhir meninggalkan luka.
Seulgi mendesah pelan. Ia terlalu takut melihat ekspresi gadis di depannya sekarang. Dia yakin Irene tengah menunggu penjelasan darinya tapi ia bertahan tidak mengeluarkan sepatah kata apapun dari mulutnya.
Keberaniannya yang tadi menggebu-gebu langsung hilang bersamaan dengan bayangan Haneul yang sekarang memenuhi kepalanya. Seulgi tidak bisa sejahat itu. Tubuhnya seketika menegang, namun ia siap menerima konsekuensi perbuatannya yang memang lancang.
Usapan lembut di permukaan pipinya kontan membuat Seulgi melebarkan mata karena terkejut dengan perlakuan yang gadis itu berikan padanya.
Untuk sesaat Seulgi kira dia akan menerima tamparan. Setidaknya itulah yang dari tadi ia bayangkan terjadi pada dirinya setelah Irene sepenuhnya sadar.
Berharap lebih pada seseorang yang jelas-jelas sudah mempunyai pasangan telah membuatnya terlihat sepertinya orang bodoh dan tidak tahu diri.
"Ak-"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE [SeulRene] ✓
Fanfictionde·sire dəˈzī(ə)r/ A sense of longing or hoping for a person, object, or outcome. Note: Cerita ini settingnya di Indonesia, beberapa nama pun agak diubah untuk penyesuaian (walaupun memang membayangkan artis korea sebagai karakter di dalamnya). Ang...