"Anjir lo ya."
"Aduh! Woy kuping gua sakit!" Rengek Seulgi yang baru saja duduk di tribun lapangan setelah mengganti pakaiannya pasca latihan basket. Jemari Wendy masih tidak berhenti memelintir daun telinganya dan Seulgi sudah mati-matian meminta pengampunan. "Astaga tolong lepasin nanti copot lo mau nanggung biaya operasi kuping gua hah?"
"Itu buat kaki gua yang udah lo injek pake sepatu seminggu yang lalu." Wendy membalas ketus sambil melepas pilinan mautnya dari telinga Seulgi. "Dan ini," gadis itu lanjut mencubit lengan sahabatnya yang tengah terangkat untuk mengusap kupingnya. "Buat lo yang belakangan ini selalu ilang-ilangan."
"Astaga! Dendam amat!" Seulgi melotot tidak terima seraya menjauhkan dirinya dari tangan usil milik Wendy. "Dan mana ilang-ilangan sih?!"
Wendy mencebik. Kedua lengannya terlipat di depan dada, ia menatap Seulgi malas. "Halah."
"Gua masih masuk kelas dan ikut latihan ya." Bela Seulgi tidak kalah sengit. Dia masih berusaha menetralisir rasa sakit akibat dijewer sepihak oleh Wendy dengan cara mengusapnya tanpa henti. "Buktinya lo masih bisa nemuin gua di sini. Kapan gua ilang-ilangan coba?"
"Iya di kelas sama lapangan ada tapi selebihnya lo ngilang entah ke mana. Ga pernah lagi ngumpul bareng sama kita." Sahabatnya masih memandang serius, sebelah alisnya terangkat dengan sendirinya. "Lo ke mana aja hah? Sibuk sama Kak Irene sekarang?"
"Gua-"
Bibir Seulgi membentuk garis lurus saat ia baru saja ingin membantah. Kejadian seminggu lalu di dalam otaknya kembali terputar dan membuatnya terdiam sesaat. Seminggu belakangan ini, ia memang cenderung menghabiskan waktu bebasnya lebih banyak dengan Irene daripada kedua sahabatnya.
Akibatnya Seulgi bahkan jadi punya kebiasaan baru yang bahkan ia tidak sadari.
Sejak kapan dia berubah menjadi penghuni perpustakaan kampusnya?
Sebelumnya, daftar kunjungan Seulgi pun bisa dihitung dengan jari dan jika bukan karena tuntutan tugas, ia mungkin tidak akan pernah menginjakkan kakinya di perpustakaan.
Dan semenjak bersahabat dengan Irene lah gadis itu justru jadi lebih sering berkunjung ke perpustakaan daripada kantin di waktu senggangnya. Membuat kedua sahabatnya terheran-heran dengan perubahan yang Seulgi alami.
Seulgi yang biasanya akan langsung ditemukan di kantin setelah mata kuliahnya usai, kini malah menjadikan perpustakaan sebagai basecamp barunya.
Entah untuk mengerjakan tugas mata kuliahnya, membaca atau sekedar menemani Irene di sana.
Pantas saja Wendy kesal.
Seulgi benar-benar tidak sadar dengan perubahan sikapnya belakangan ini.
"Gua apa? Ga bisa ngelak kan lo?" Sahabatnya berseloroh saat Seulgi hanya menatapnya balik dengan raut muka bersalah.
"Maaf..." Sambung Seulgi setelah akhirnya menyadari perubahannya. "Gua ga sadar."
"Hmm... jangan karena ada temen baru, temen lama jadi dilupain." Wendy berdeham dan masih mengamatinya.
"Maaf."
"Dimaafin tapi gua penasaran. Lo kenapa berubah?" Sejurus kemudian sahabatnya menambahkan. "Sebenarnya ga salah juga sih. Toh gua liat perubahan lo itu ga negatif. Cuma ya agak kesel aja karena lo ga ngomong apa-apa dan terkesan menjauh dari kita."
"Gua ga menjauh dari kalian kok." Ralat Seulgi lalu menunduk.
"Seul..." Panggilan pelan dari Wendy membuatnya mengangkat kepalanya lagi. "Omongan gua tadi ga ada maksud buat nyinggung lo atau apapun. Gua sama Kai ga ngelarang lo temenan sama siapa aja di luar kita berdua. Bebas. Lo mau temanan sama Kak Irene kek, Kak Seto kek, Mang Ujang tukang seblak di kantin kek. Itu hak lo kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE [SeulRene] ✓
Fanficde·sire dəˈzī(ə)r/ A sense of longing or hoping for a person, object, or outcome. Note: Cerita ini settingnya di Indonesia, beberapa nama pun agak diubah untuk penyesuaian (walaupun memang membayangkan artis korea sebagai karakter di dalamnya). Ang...