"Hp lo bunyi dari tadi pusing gua dengernya."
"Eh anjir jangan nabok helmnya!" Seulgi menatap tajam Wendy melalui kaca spion ketika si pemilik motor mengetuk helm beserta kepalanya dengan kepalan tangan setelah melewati polisi tidur. "Helm lo ga SNI tau! Sakitnya berasa!"
"Hp lo bunyi terus!" Teriak Wendy dari belakang, sekali lagi menepuk pengemudi di depannya. "Kalo ga bacot sih gapapa ini ringtone-nya kayak bunyi Tarzan!"
"Lo mau gua ngangkat telpon sambil bawa motor, hah?" Balas Seulgi tidak kalah keras, terpaan angin membuat kalimat yang keluar dari mulutnya tidak dapat didengar jelas oleh sahabatnya. "Hah?"
"Bodo ah!"
"Hah?"
Seulgi yang mulai kehilangan kesabaran, akhirnya berseru kencang. "AMBIL HP GUA DARI DALAM TAS!!!"
"Gausah ngegas setan!" Seru Wendy sambil membuka ransel milik Seulgi dari belakang, mencari sumber suara yang mengganggunya selama perjalanan menuju venue pertandingan.
"Seul,"
Satu pukulan kembali dialamatkan ke kepalanya dan Seulgi mendelik di balik kemudi dengan wajah masam. "Apaan lagi?"
"Kak Irene nelpon." Wendy mengangkat ponsel yang masih berdering itu di atas bahu sehingga Seulgi dapat melihat sekilas nama penelepon lewat kaca spion. "Perlu gua jawabin?"
"Gausah lo silent aja."
Seulgi kembali fokus menatap jalan dan memacu laju motor sahabatnya agar lebih cepat sampai tujuan.
***
"Buru nanti tribunnya penuh."
Seulgi berhenti menatap layar ponselnya, melihat Wendy sudah berdiri dengan tangan menyilang di depan dada. "Lo tau sendiri yang nonton basket banyak."
"Lo duluan aja. Gua ada urusan bentar nanti nyusul."
"Seul?"
Seulgi mengangkat kepalanya lagi. "Apa?"
"Gua saranin mending lo jaga jarak deh sama Kak Irene kalo nyatanya kedekatan kalian cuma ngebuat lo sakit hati."
Baru akan melakukan pembelaan, Seulgi sudah diberhentikan sepihak ketika Wendy kembali memandangnya dengan tatapan 'gua belom selesai ngomong'.
"Gua yakin lo mau bantah, orang yang lagi jatuh cinta pasti bakal berperilaku sama. Membela mati-matian orang yang dia cinta."
Mata sahabatnya memicing. "Tapi secinta-cintanya lo sama dia, gua harap lo masih bisa mikir rasional dan ga berbuat bodoh hanya karena cinta. Pikirin baik-baik."
Seulgi hanya mematung di tempatnya. Kalimat Wendy sekarang terngiang-ngiang di kepalanya.
"Oh dan satu lagi terserah lo mau datengnya kapan, jangan salahin gua kalo tempat duduk lo diembat orang karena kelamaan di luar." Wendy mengingatkan sebelum melangkah pergi meninggalkan Seulgi di parkiran motor.
Gadis yang rambutnya dibiarkan tergerai itu mengangguk dan baru berjalan keluar parkiran setelah mengecek riwayat panggilan dari Irene yang berjumlah dua belas.
Mengapa Irene meneleponnya hingga berkali-kali?
Apa ada sesuatu yang terjadi?
Tidak berapa lama nama Irene kembali muncul di layar dan jempolnya bergerak otomatis untuk menerima panggilan yang masuk. Ia mulai menyusuri koridor, mencari tempat duduk yang tersedia di sana sembari menyapa gadis yang meneleponnya. "Halo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE [SeulRene] ✓
Fanfictionde·sire dəˈzī(ə)r/ A sense of longing or hoping for a person, object, or outcome. Note: Cerita ini settingnya di Indonesia, beberapa nama pun agak diubah untuk penyesuaian (walaupun memang membayangkan artis korea sebagai karakter di dalamnya). Ang...