Sepertinya judul telah mengatakan segalanya, oh dan aku buruk dalam mempertahankan konsistensi memberikan epigraf di setiap awal bab, mungkin kalian sadar sudah ada beberapa bab tanpa epigraf.
Jadi, ya, percakapan kali ini memang tidak seromantis yang kalian kira. Karena Andini--belakangan kuketahui bahwa namanya itu--membuka percakapan dengan.
"Lah buset, ini kenapa ada banyak koruptor nyaleg lagi ya?"
"Ra nduwe isin, pastinya," balasku singkat sambil menengok ponselnya.
"Ya tapi, kalau jelas dulu dia berkasus korupsi, pasti nanti UUGB."
"Apa tuh?"
"Ujung-ujungnya Gak Bener."
Aku ber-oh ria. "Jadi inget Orba Versi 2."
"Oh si Partai Baru itu? Gila sih, lebih ga tau malu tuh partai," tanggapnya.
Waduh, dia baru kelas 10 tapi update juga masalah perpolitikan negeri ini, jangan-jangan kelas 12 nanti sudah jadi aktivis dini membela hak-hak kaum marjinal.
Aktivis Dini, haha, aku tertawa dengan humorku sendiri.
Lalu percakapan kami mengalir soal tugas-tugas sekolah hingga sampai kita turun dan berpisah di lobi.
Kalian bertanya apa aku dan dia tadi duduk sebangku di bus? Jawabannya, ya. Bahuku saja berdekatan dengan bahunya, dan mukaku masih panas sampai aku masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMPAI: NPC's 30 Days Writing Challenge
RandomRam.pai: Campuran atau kumpulan berbagai macam (buku, bunga, dan sebagainya) - KBBI V. Buku ini adalah kumpulan cerpen atau opini atau mungkin hanya enam kata dalam satu kalimat yang mulai dibuat mulai bulan Agustus 2018. Multi genre, multi interpre...