Pernah nggak, kalian merasa sudah membuka mata dan telinga lebar-lebar. Memperluas jaringan pertemanan. Berharap menemukan pangeran berkuda putih yang bisa dibawa ke pelaminan. Lalu... kemudian malah stuck, dan kembali ke sosok yang dianggap layak sebelumnya. Kepada kumbang pertama yang menawan sang bunga.
Itu yang terjadi padaku.
Entahlah... harus kusyukuri atau bagaimana.
Dan aku yakin... hal ini juga yang membuat aku keceplosan. Selain... desakan jam biologis, tentu saja kan?
Boleh nggak sih, aku menyalahkan jam biologis?
Benar kan? Ini semua pasti gara-gara tekanan jam biologis dan kondisi sekitarku yang rata-rata sudah punya gandengan, makanya aku bisa keceplosan kayak gitu kan?
Aku paham, di umurku yang sekarang ini, sudah seharusnya aku buka mata lebar-lebar. Bukan saatnya lagi aku menerapkan prinsip: coba dulu, urusan cocok atau nggak itu kemudian. Aku bukan lagi ABG yang bisa seenaknya gonta-ganti pacar dengan alasan bosan dan tidak cocok kan?
Aku sudah cukup dewasa untuk membedakan 'hanya tertarik karena keindahan fisik semata' atau 'pendamping hidup yang harus kumiliki'. Dan... bukannya aku tidak melangkah atau berusaha mencari. Tapi, seperti yang kubilang... titiknya selalu berhenti dan kembali ke sosok sebelumnya.
Berhenti di kamu.
Kamu.
Kulirik muka Bang Kaio yang sepertinya khusyuk saja menghabiskan makanan yang terhidang.
Ah... boleh nggak sih, aku berharap kalau ocehanku yang tadi itu gagal dihantarkan oleh udara menuju gendang telinganya dia?
Lenyap gitu saja, seperti saat menelepon dan tertimpa bad signal?
Impossible.
Kubiarkan rasa perih di telapak tangan lagi-lagi menerpa. Setidaknya, sakitnya bisa mencegah aku untuk membuka mulut lagi. Sesuatu yang mungkin saja bakal lebih salah lagi. Kalau dalma kondisi seperti ini, ingin rasanya aku kembali ke kotak perlindunganku yang nyaman. Mendekam. Membisu.
"Abang ini, bukan seseorang yang cocok untuk menjadi pendengarmu, Lanti?" ucapnya setelah menelungkupkan sendok dan garpu.
Aku benar-benar menahan diri untuk tidak mengucapkan 'eh' lagi. Sengaja kubiarkan waktu berlalu agar percakapan itu melebur dengan angin saja.
"Makanannya enak, ya, Bang," kicauku. Bahkan aku merasa ucapan itu sangat garing keluar dari mulutku.
"Kalau enak, habisin dong, Lan," serunya, sambil menunjuk makananku yang sepertinya seperempat pun belum berkurang dari porsi aslinya.
Kujejalkan makanan bercita rasa enak yang entah kenapa sampai di tenggorokan justru membuat tersekat. Tersumbat.
Aku kepingin pulang, please!
Kuteguk minuman untuk membantu makanan yang barusan kutelan. Bersamaan dengan itu, layar ponselku aktif, tanda chat baru masuk.
Sagala Adipati : Sialan si Kemi! Mentang-mentang calon BuBos kita, kopernya Arga dikasih gitu aja ke gue. Dianya jalan sama Arga. Emang dikira gue porter!
Kemilau Hetami : Ah, Ga... hitung-hitung lo nyelametin gue, kenapa? Kalau ada koper, otomatis gue sama King ikut ke rumah. Terus... kalau di sana gue diapa-apain sama King, gimana? Lo... nggak takut nih? Lo nggak sayang gue nih?
Sagala Adipati : Itu maunya elo, dodol!
Kemilau Hetami : Terakhir gue cek, gue manusia, bukan dodol!
![](https://img.wattpad.com/cover/142337888-288-k866377.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REFRAKSI (Stagnasi #3) - Completed
ChickLitKeinginan Rilanti Nansarunai sederhana. Sesederhana novel romantis yang ia baca. Jatuh cinta pada orang yang juga mencintainya. Menikah. Bahagia. Habis perkara. Dari semua cerita yang ia baca, Lanti selalu tersipu dengan kegigihan tokoh lelaki meyak...