Sesuai dengan rencana, keempat anak itu kompak matiin hape selama perjalanan pulang. Mereka anteng tidur di dalam bis setelah kegiatan study tour di hari terakhir.
Malam ini, guru Lee dan guru Kim punya tanggung jawab untuk menjelaskan keadaan babak belur NoRenMinChan pada orang tua mereka masing-masing.
Para orang tua yang tadinya mau bikin demo ke sekolah, langsung mengurungkan niat dan malah jadi bangga pada anak-anak mereka. Karena keempat anak itu babak belur saat mencari Hina yang dalam bahaya.
Setelah guru Lee dan guru Kim pulang, keempat anak itu bisa tidur dengan nyenyak tanpa harus memberi penjelasan apa-apa pada keluarga mereka.
Besoknya...
Ini hari senin. Dan mereka masih libur. Mereka baru masuk sekolah minggu depan. Karena mereka memang jobless, keempat sekawan itu kembali gabut di rumah Renjun. Kali ini mereka diam di ruang tamu sambil ngeliatin papah Hangeng yang lagi motongin kuku.
Kurang kerjaan memang.
"Kenapa? Mau pinjem catutan kukunya?" tanya papah Hangeng dengan bingung, karena mereka cuma melongo.
"Enggak, pah. Jaemin mau manjangin kuku aja."
"Kenapa dipanjangin?"
"Persiapan buat nyakar orang." jawab Jaemin dengan asal, membuat papah Hangeng tertawa geli.
"Renjun mau motong kuku juga?" tanya papah Hangeng pada anaknya. Renjun menggeleng,
"Enggak. Kuku Renjun udah pendek kok, pah."
"Iya pendek. Kayak orangnya..." kata Jeno dan Haechan berbarengan. Kedua anak itu langsung tos berdua karena pikiran mereka ternyata sama.
Renjun langsung melempar bantal di sofa ke muka mereka, membuat kedua anak itu kompak cengengesan.
"Permisi...! Permisii...!"
Dari luar pagar, terdengar suara anak perempuan yang manggil-manggil. Renjun yang mau minta tolong ke papahnya malah nggak jadi, karena papah Hangeng langsung menolak dengan halus sambil berkata,
"Nggak liat papah lagi motongin kuku kaki? Susah gerak nih..."
Renjun merengut. Waktu mau nyuruh ketiga temannya, Renjun kembali kesal. Karena tiga anak itu malah pura-pura tidur dengan posisi yang aneh.
"Dasar pemales!"
Akhirnya, Renjun lah sendiri yang membuka pintu pagar. Anak itu berjalan malas karena dia nggak mau ketemu banyak orang dulu. Mukanya yang sedang babak belur, sangat tidak layak untuk dilihat.
'Lah? Bukannya dia lagi pulang kampung? kok udah balik ke sini?!' batin Renjun mengeluh panik.
Saat membuka pintu pagar, Renjun melihat sosok Saeron yang menatapnya bingung sambil membawa plastik putih. Secepat mungkin Renjun kembali menutup pagar, karena ngeri melihat sosok Saeron di hadapannya.
"Kenapa ditutup?!" tanya Saeron sambil berusaha menahan pintu pagar. Renjun yang lagi nggak ada tenaga, kalah kuat karena Saeron berhasil membuka pintu pagarnya kembali.
"Ngagetin aja! Kenapa udah balik ke sini? Masuk sekolah 'kan minggu depan!" tanya Renjun dengan bingung sekaligus panik. Saeron langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukan isi pesan yang ditujukan padanya.
"Gara-gara ini kamu bikin aku khawatir! Minggu siang aku ke Seoul buat ketemu sama Hina! Aku takut Hina kenapa-kenapa!" kata Saeron marah dengan mata yang berkaca-kaca.
Melihat Saeron yang hampir menangis, Renjun langsung membungkuk untuk minta maaf. Saeron menatap Renjun dengan bingung.
"Maaf, maaf! aku beneran minta maaf!"
"Heh? A-aku nggak marah kok. Kenapa harus minta maaf?"
"Loh? Bukannya kamu ngambek? Kamu ke sini mau ngelabrak kita berempat 'kan? Gara-gara nggak bisa jagain Hina?" tanya Renjun ikut-ikutan bingung.
"Siapa yang mau ngelabrak? Aku cuman mau ngasihin ini..." jawab Saeron sambil menyodorkan plastik putih itu pada Renjun.
"Ini apa?"
"Obat herbal dari nenek Gong. Tadi aku udah kasih ke rumah Jaemin, Jeno sama Haechan. Tapi mereka bertiga nggak ada di rumah."
"Iya lah. Mereka bertiga 'kan lagi gabut di sini."
"Ngapain?"
"Dih, kepo. Pengen tau aja urusan cowok!" kata Renjun mulai bersikap nyebelin. Saeron langsung merengut dan bersiap untuk pulang lagi.
"Hei, mau dianter pulang nggak?" tanya Renjun dengan tulus. Saeron menatap Renjun dengan datar, dan memperhatikannya dari atas kepala sampai ke bawah kaki.
Karena diliatin begitu, Renjun yang malu langsung menyilangkan tangan di depan dada dan memasang wajah risih.
"Ngapain liat-liat? aku bukan cowok murahan!"
"Ck, bukan gitu! Masa aku dianter sama cowok babak belur? Nanti dikirinya habis tawuran!"
"Oh... iya juga! Hehe~" Renjun malah cengengesan sambil menggaruk tengkuknya malu.
"Renjun. Aku boleh nanya nggak?" bisik Saeron dengan pelan.
"Nanya apa?"
"Yang sama mereka bertiga, itu papah kamu?" tanya Saeron sambil menunjuk ke arah belakang. Renjun menoleh ke belakang dan mendapati ketiga curut beserta papahnya sedang menguping di balik pintu mobil.
Kok malu-maluin, ya?
"Oh... bukan papah aku kok. Itu namanya Om Hangeng. Dia suaminya mamah aku..." kata Renjun dengan tampang sok polos. Saeron tampak berpikir sebentar karena bingung, kemudian langsung tertawa karena omongan Renjun.
Kalau suka sama ceritanya, jangan lupa kasih bintang~ ^o^
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page | NCT 00Line ✔
Fanfiction"Kalau Hina jadi Geum Jandi, kita berempat jadi f4-nya." "Nggak, nggak usah. Nilai matematika sama inggris kalian masih di bawah 40." "Kok bawa-bawa nilai sih, Hin? emang Goo Junpyo nggak boleh remedial...?" Goo Junpyo mau remedial atau enggak, sebe...