Kenyataan Kedua:
Setiap pagi aku menunggu di sepanjang jalan, sekedar melihat kamu melewatiku dengan kayuh sepedamu. Justru Allah begitu baik, bukan hanya melewatiku, bahkan aku mendengar gelak tawamu yang begitu merdu. Yah...bukan denganku tentunya, dengan orang itu, kakakku .......
Rasa itu tumbuh begitu saja,
Perlahan namun pasti akupun menyadari,
Bahwasanya aku benar-benar tak lagi bisa mengakui warasku karna rasa ini,
Bagaimana bisa??
Aku memilih terlambat ke sekolah
Hanya untuk menunggumu
Dengan berpura-pura melambatkan kayuh sepedaku, ku tunggu kayuh sepedamu melewatiku
Dengan berpura-pura melambatkan laju, ku tunggu sekedar hangat senyumu di pagi hari,
Yang bahkan bertaun-taun hanya ku lihat beberapa kali....
Bagaimana bisa??
Aku masih menunggumu setiap pagi,
Bahkan setelah ku tau kau denganya yang ku sebut kakak diam-diam mengayuh sepeda beriringan setiap hari,
Berbagi tawa bahkan di kala derasnya hujan menghampiri....
Sedang aku...
Hanya mengikuti kalian dari belakang,
Dengan menguatkan hati, ini hanya ilusi buruk yang esok akan terganti
Dengan menguatkan hati, mengantikan obyek yang kupandang seolah diriku sendiri dan kamu
Dengan menguatkan hati,...
Bila tidak denganya, apa aku bisa mendengar tawamu semerdu ini??
Bagaimana bisa aku sebodoh ini??
Bagaimana tuan??
Tidakkah sepengal dari kisah ini begitu menyayat hati??
Lalu mengapa sakit ini tak kunjung membuat harapan itu mereda???Dibawahpijarlampu,27012019
KAMU SEDANG MEMBACA
Pinta di Ujung Pena
Poetrybegitu banyak kata yang ingin ku ucap pada tiap kesempatan dalam pertemuan, namun semua tertahan, ketika yang disebut cinta meletakkan nama lain di hatinya, namun tak mengapa, karna sejatinya cinta tak pernah meminta balas atas pengorbanan, disini, ...