Waktu yang tersisa sebelum bulan biru bersinar adalah lima hari.
Jungkook berdiri pada balkon kamarnya yang berada dilantai enam. Tangannya meremat pembatas besi. Tatapannya sendu, memperhatikan para Peri Penjaga dan Agenor yang sedang berlatih keras di bawah sana.
Suara Lalice yang berteriak tegas--memberikan pengarahan kepada para pasukannya, sangat terdengar jelas di telinga Jungkook.
Lelaki itu tersenyum kecil, merasa sangat kagum melihat kepiawaian Lalice yang pandai dalam bertarung. Seolah memanah, mengayunkan pedang, menggerakkan tongkat, mengepakkan sayap, dan berkuda adalah aktifitas kesehariannya.
Rasa-rasanya, sekalipun selama ini Jungkook telah berlatih keras dengan mengerahkan seluruh tenaganya, ia tetap tidak akan bisa menandingi kemampuan Lalice.
"Je..." suara halus dan anggun itu mengalun di telinga Jungkook, membuat pemuda itu menoleh.
Rose tersenyum. Ia tampak cantik, mengenakan gaun panjang khas keturunan bangsawan berwarna biru laut yang berbahan dasar kain sutera.
"Kau belum menyentuh makan siangmu." lanjut Rose. Senyuman dibibirnya tak kendur sedikitpun. Memang, wanita ini senang sekali memasang senyum manisnya kepada semua orang.
Jungkook tersenyum tipis. Kakak iparnya ini memang sangat baik hati dan perhatian--memperlakukan Jungkook seperti adik kandungnya sendiri. "Biasanya kakakku yang memanggilku untuk makan. Kemana menghilangnya pria pendek itu?"
Sejak Jungkook meminta Jim untuk membunuhnya, Jim sama sekali tidak memunculkan batang hidungnya di hadapan Jungkook. Pria bersurai abu itu terkesan menghindari adiknya sendiri. Banyak sekali hal yang mengganggu pikirannya, termasuk permintaan Jungkook yang sangat diluar dugaan tersebut. Jim begitu terpukul, dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan perenungan di telaga suci--berharap mendapatkan ketenangan.
"Suamiku baru saja turun ke lapangan untuk melatih para pasukan." jawab Rose. Hembusan angin menerbangkan halus ujung gaun beserta beberapa helai rambutnya.
"Sebaiknya kau makan sekarang. Para koki sudah menyiapkan daging domba panggang kesukaanmu." lanjut Rose, sangat keibuan dan penuh kesabaran.
Jungkook menghela napas pendek, mengulas senyum getirnya sebelum berkata, "Bagaimana bisa aku makan dengan jiwa yang resah seperti saat ini? Rasanya ... Aku ingin bertukar posisi saja dengan domba itu. Di panggang, kalau bisa hingga menjadi abu." ia terkekeh miris.
Rose menatap sendu. Ia tahu betapa Jim sangat menyayangi adiknya ini, dan betapa terguncangnya suaminya itu disaat mengetahui adiknya bahkan ingin mati dengan cara yang sedemikian rupa.
"Je..." panggil Rose. "Tak ada yang ingin kau mati. Bahkan seluruh rakyat Hallerbos ingin melindungimu."
"Dengan mengorbankan seluruh rakyat hanya demi orang sepertiku?" Jungkook tersenyum miris. "Katakan pada mereka, lebih baik membunuhku yang jelas akan mati hanya dengan satu tusukan pedang, dibandingkan harus melawan iblis itu dan mengorbankan nyawa mereka."
Rose menarik napas. Tatapannya berubah serius dalam beberapa detik kemudian. "Tidakkah kau berpikir mengapa mereka rela mengorbankan nyawa hanya untukmu?"
Jungkook hanya diam, menunggu Rose melanjutkan kalimatnya.
"Karena mereka berharap kau bisa memimpin keturunan mereka dikemudian hari."
Jungkook mengernyit, "Memimpin? Bukankah kakakku yang akan menduduki posisi itu?"
Rose menggeleng. "Kau spesial, Je. Pencampuran darah Sang Dewa dengan darah Ibumu membuatmu memiliki kekuatan yang lebih besar daripada yang dimiliki suamiku." ia tersenyum. "Takdirmu sudah tertulis."
KAMU SEDANG MEMBACA
oh! my fairy | lizkook✔
Fanfiction[M] Kehidupan flat dari seorang Jeon Jungkook berubah drastis pada malam itu. Hal-hal gila terus bermunculan, memaksa otaknya untuk berpikir lebih keras saat kejadian-kejadian tak masuk akal mulai menghampiri dirinya. Jungkook rasa, dirinya adalah m...