Iris kelam milik Dewa Ji tertuju pada hamparan langit malam. Bintang semakin terang bersinar, dan hembusan angin yang kian menusuk kulit. Tatapan matanya tampak gelisah, seolah tengah mencari-cari sesuatu yang memang tak terlihat.
Usianya yang sudah menginjak ratusan tahun, tak urung membuat wajahnya terlihat menua. Rahang tegasnya, hidung bangirnya, bahkan hanya ada sedikit kerutan yang menghiasi sudut mata dan juga dahinya. Tampak seperti baru saja menginjak usia tiga puluh tahun.
Aura kebangsawanannya begitu absolut pada setiap langkahnya. Menghantarkan berjuta-juta rasa hormat dari segala jenis makhluk yang hidup di daratan Hallerbos.
Namun malam ini, raut wajahnya begitu sendu. Hatinya risau. Ada kekhawatiran yang bercampur dengan kecemasan, mengingat hari esok adalah hari dimana bulan biru akan bersinar.
"Adreanna.. Sandara.." suaranya melirih, terdengar begitu putus asa. Sebuah nada suara yang sama sekali tak pernah ia keluarkan dihadapan semua makhluk. Sebuah suara yang menggambarkan kelemahan dan juga kerinduan yang mendalam. "Aku takut.."
Sebulir air mata sebening kristal mengalir dari pelupuknya. Sesuatu telah menghancurkannya dari dalam, membuatnya sedimikian rapuh. Kehilangan.
Ya. Kehilangan yang bertubi. Andreanna, Sandara, dan kini ... Oh, tidak. Semoga tidak pada Jungkook ataupun Jim.
"Ayah..." sebuah suara terdengar memanggil, membuat Dewa Ji mengusap cepat air mata dipipinya. Ia berbalik, mendapati presensi tinggi dengan senyuman lucu dibibir.
"Ya.." Dewa Ji ikut tersenyum. Ia tahu betul kalau Jungkook pun merasakan hal yang sama seperti dirinya; Kecemasan dan ketakutan yang luar biasa. Putra bungsunya ini hanya tak ingin terlihat lemah dihadapan oranglain, persis seperti cerminan dirinya.
Jungkook menapakkan kakinya pada lantai balkon, meletakkan dua buah cangkir yang masih mengepulkan asap diatas meja kecil disisi pintu. "Kurasa akan menyenangkan jika kita meminum teh kayu manis disaat udara mulai berubah dingin seperti ini."
"Kupikir, kau sudah tidur." ujar Dewa Ji. Ia duduk disalah satu kursi dari dua yang tersedia, kemudian menyesap minuman hangat itu sedikit.
"Aku tidak bisa tidur." jawab Jungkook. "Mimpi itu selalu menghantuiku."
"Hal apa yang datang ke dalam mimpimu?"
"Sosok Ibu." Jungkook tersenyum. Pandangannya lurus, menembus pagar pembatas yang masih menyajikan gemerlap bintang pada langit malam. "Aku mimpi bertemu dengan Ibu. Ia tersenyum padaku. Aku sangat ingin memeluknya. Tapi ... aku tidak bisa mengotrol diriku, membuatku marah karena terbangun--terlalu menginginkannya menjadi hal nyata."
Dewa Ji tersenyum tipis. Mereka sama. Sama-sama merindukan seseorang yang sama. "Apa yang ia katakan?"
"Aku tidak mengerti. Tapi Ibu menyuruhku untuk mencari sebuah cahaya yang akan menuntunku untuk kembali."
Senyuman dibibir Dewa Ji perlahan mengendur. Tubuhnya mulai bergetar disertai kegelisahan yang memuncak. Tidak, tolong. Jangan lagi.
°°
Suara terompet yang menggema hingga kesetiap sudut daratan Hallerbos mampu membuat setiap makhluk bergidik ngeri.
Para warga masuk ke dalam rumah masing-masing, mengunci pintu dan jendela rapat-rapat. Para hewan berlarian tak tentu arah, mencari tempat perlindungan teraman untuk menyelamatkan diri. Setiap tumbuhan merambatkan akar mereka didalam tanah, menguatkan pijakan, bersiap menjadi saksi atas tumpahnya peperangan besar ini.
Pasukan Agenor bersiap dengan kuda dan senjata mereka. Tersirat sedikit ketakutan pada setiap pasang mata, namun rasa ingin melindungi lebih berkobar didalam dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
oh! my fairy | lizkook✔
Fanfiction[M] Kehidupan flat dari seorang Jeon Jungkook berubah drastis pada malam itu. Hal-hal gila terus bermunculan, memaksa otaknya untuk berpikir lebih keras saat kejadian-kejadian tak masuk akal mulai menghampiri dirinya. Jungkook rasa, dirinya adalah m...