Matahari mulai menyembul perlahan dari arah timur menuju singgasananya. Suara kokok ayam dan burung camar yang saling bersahutan menyapa indra pendengaran Lalice tatkala ia membuka mata.
Ini sudah pagi. Kalau dilihat dari segi penerangan matahari, mungkin saat ini sudah sekitar pukul enam. Entah lenyap kemana kalimatnya semalam yang menyatakan bahwa mereka harus berangkat pagi-pagi sekali demi menghemat waktu.
Lalice mendudukkan dirinya setelah meregangkan tubuhnya sejenak. Ia menoleh ke sisinya, dimana Jungkook masih tertidur pulas dengan selimut daun yang sudah terlempar sepenuhnya, berjarak beberapa senti dari tubuhnya.
Jungkook terlihat meringkuk kedinginan. Salahnya sendiri yang memiliki gaya tidur seperti babi. Berguling kesana kemari dan menendang selimutnya kemana-mana. Beruntung gerakannya itu lebih condong ke arah yang menjauh dari posisi Lalice tertidur. Kalau tidak, mungkin Lalice akan mengikat tubuh Jungkook semalaman jika pria itu sampai mendaratkan kakinya di bokong Lalice, atau sekedar melingkarkan lengan di perut rampingnya.
Lalice tidak ingin mengambil resiko terbesar jika pria itu sampai mengambil kesempatan untuk menggerayangi tubuhnya dengan raut wajah mesum yang khas. Ya, walaupun Jungkook itu tampan. Tapi tetap saja--oke, tolong ralat kalimat bagian tampan dan ubah menjadi idiot.
Bukannya Lalice tidak mengakui ketampanan Jungkook. Hanya saja, ia tidak mau membuat Jungkook besar kepala dengan menyebutnya tampan walaupun dalam hati. Tapi, Ah, dasar bodoh. Lagipula Jungkook mana bisa mendengar racauan tidak jelas yang hanya di simpan dalam hati?
Menghela napas dalam dan menghentikan konversasi dengan dirinya sendiri, Lalice lantas merangkak ke arah Jungkook guna meraih daun besar yang dijadikan selimut itu, kemudian membalutnya pada tubuh pria kekar tersebut.
Setelah terdiam selama beberapa detik, memikirkan menu sarapan mereka kali ini, akhirnya Lalice bangkit dari posisinya. Ia hanya merasa mempunyai kewajiban untuk mengurus tuannya ini. Jadi setelah membasuh wajahnya dengan air sungai yang berada lima belas meter dari posisi tidur mereka, Lalice kemudian bergerak memasuki hutan. Mencari-cari sesuatu yang sekiranya dapat dijadikan santapan pagi untuk mereka berdua.
°°
Jungkook membuka matanya ketika hidung bangirnya mengendus suatu aroma manis yang bercampur dengan bau gosong yang menyeruak disekitarnya.
Ia terduduk perlahan, mendapati Lalice yang tengah memindahkan gundukan hitam dari kepulan bara api menuju sebuah daun yang sebesar piring, yang terhampar diatas rumput.
Jungkook mendesah lelah. Apakah Lalice akan memberinya makan dengan menu batu bakar?
Alih-alih menghampiri gadis itu, Jungkook hampir saja membaringkan tubuhnya kembali jika hidungnya tidak mencium aroma manis yang lebih menusuk. Apakah Lalice menambahkan gula aren pada batu bakar itu? Tanyanya dalam hati.
Namun seketika kedua mata Jungkook berbinar cerah saat melihat Lalice membelah benda hitam yang sempat ia kira sebagai batu itu, ternyata adalah ubi manis. Aromanya semakin kuat, menggoda Jungkook untuk segera merangkak ke arah gadis itu dengan air liur yang hampir menetes.
Entah kapan terakhir kali Jungkook memakan makanan manusia metropolitan di Rothenbelle, tapi yang jelas ubi yang masih mengepulkan asap itu sangat menggugah seleranya.
Pria itu menyengir saat bunyi kriuk yang berasal dari perutnya terdengar oleh sepasang telinga milik mereka.
"Cuci dulu wajahmu." ujar Lalice. Ia kembali membelah ubi yang satunya dengan pisau belati miliknya.
"Tapi aku sudah sangat lapar." Jungkook menjawab dengan tangan yang terulur, hampir menyentuh ubi manis tersebut sebelum Lalice memukul tangannya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
oh! my fairy | lizkook✔
Fanfic[M] Kehidupan flat dari seorang Jeon Jungkook berubah drastis pada malam itu. Hal-hal gila terus bermunculan, memaksa otaknya untuk berpikir lebih keras saat kejadian-kejadian tak masuk akal mulai menghampiri dirinya. Jungkook rasa, dirinya adalah m...