Pagi yang sangat cerah di hari minggu. Sinar matahari merambat masuk melalui celah-celah tirai jendela kamar Bulan.
Bulan mulai bangun dari tempat tidurnya. Membuka tirai jendela sembari membentangkan kedua tangannya.
Menyejukkan. Membuat siapa saja jatuh cinta pada udara pagi di Jogja kala itu.
Semenjak mengenal seorang pria yang memiliki rambut gondrong dengan penampilan yang acak-acakkan, cerita dalam hidup Bulan sedikit ada warna nya. Berbeda sekali saat dia benar-benar sendiri, cerita hidupnya tak ada warna nya sama sekali.
Setelah membereskan seluruh bagian rumah, Bulan pamit kepada nenek-nya untuk sekedar pergi membeli buku novel karya Sujiwo Tedjo bagian yang baru dan sekedar membeli kopi di kedai pinggir kota.
Udara pagi di Jogja kala itu sangat sejuk jika di pakai berjalan-jalan di jalanan kota. Tak begitu riuh. Banyak mendatangkan rasa tenang.
Metro mini akhirnya tepat berhenti di hadapan Bulan. Bulan duduk di tempat biasa.
Di sepanjang perjalanan bulan hanyut terbawa alunan lagu indie yang ada di tab Wisnu. Menenangkan.
Sampai akhirnya Bulan tiba di kedai kopi.
"Selamat pagi." Sapa Guntur ramah.
"Selamat pagi kembali." Balas Bulan tak kalah ramah.
"Kok sendiri saja, hari ini tidak di temani Wisnu?" Tanya Guntur kepada Bulan.
"Tidak, aku sendiri saja." Balas Bulan.
"Yasudah, Mau pesan apa?" Tanya Guntur lagi.
"Cappucinno."
"Di tunggu, silahkan duduk dulu."
"Oh tidak usah, aku akan langsung pergi ke toko buku." Balas Bulan.
"Oh begitu."
Akhirnya setelah membeli kopi Bulan melangkah pergi meninggalkan kedai kopi. Sambil menyesap kopi sesekali Bulan meneguknya lembut.
Di jalanan kota Bulan melihat banyak sekali anak-anak yang sedang bermain bersama Ibu dan Ayahnya.
Anak-anak itu sangat ceria dan terlihat bahagia. Berlarian kesana kemari sambil sesekali tertawa riang bersama orang tua nya.
Bulan rindu Ibu dan Ayahnya. Di umur 10 tahun Bulan ditinggalkan oleh Ibu dan Ayahnya akibat kecelakaan tragis kala itu. 10 tahun juga Bulan hidup tanpa mereka. Bulan hanya bisa rindu. Dan Bulan hanya bisa merasakan kasih sayang nenek-nya saja saat ini.
Tapi semuanya telah berlalu, sudah lama juga Bulan menerima semuanya. Mengikhlaskan semuanya.
Bulan tak menyesal karena sesuatu telah berakhir, sebab Bulan selalu bersyukur karena sesuatu itu pernah ia miliki.
Tak terasa kopi yang ada di genggamannya sedari tadi sudah habis di minum. Lamunan nya pun sudah berakhir. Kali ini Bulan akan menuju ke toko buku yang tak jauh dari tempat situ.
Sesampainya di toko buku...
Bulan sedang memilih-milih buku yang akan ia beli. Sebenarnya kalau saja Bulan punya uang banyak ia akan membeli semua buku novel karya Sujiwo Tedjo kala itu, supaya tidak bolak-balik pergi ke toko buku. Sayangnya, dia tak punya cukup uang untuk sekaligus membeli semua buku Sujiwo Tedjo, masuk kuliah saja menggunakan beasiswa, makan saja masih pakai uang pensiunan nenek-nya.
Akhirnya sudah ada satu buku di tangan Bulan. Keren pikirnya.
"Sekuat apapun kamu menjaga, yang pergi akan tetap pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Bulan dan Bintang
PoetrySejatinya rasa sepi ialah ketika kita berada di keramaian. Tak ada seseorang yang menemani, hanya ada rasa sunyi dan sepi dihati.