Bagian 15

17 2 1
                                    

Waktu menunjukan pukul 9 tepat. Guntur mengantar kepergian Bulan pagi ini. Bulan sebentar lagi akan terbang. Jauh dari Guntur, sementara.

Guntur dan Bulan terduduk di kursi Bandara yang telah di sediakan. Pagi ini begitu banyak orang-orang yang lalu lalang di Bandara. Entah mereka akan mengantar kepergian seseorang atau menunggu kepulangan. Bandara memang selalu begitu, tempat orang-orang merasa sedih dan merasa senang. Sedih jika seseorang yang kita sayangi akan pergi, dan senang jika seseorang itu kembali.

Bulan begitu menyayangi sahabat lelakinya itu. Bagi Bulan Guntur sudah seperti kakaknya, semenjak ada Guntur hidup Bulan jadi merasa mudah. Begitu pun dengan Guntur, Guntur pun begitu menyayangi sahabat perempuannya itu. Bagi Guntur Bulan sudah seperti peri kecil yang harus selalu ia jaga.

Bulan duduk sambil menyimpan kepalanya di pundak Guntur. Guntur merangkul Bulan. Bagi orang yang melihat mereka mungkin terkesan seperti orang yang sedang menjalin kasih, padahal mereka hanya sebatas sahabat, sungguh.

"Sebentar lagi aku harus pergi." Ucap Bulan tiba-tiba setelah semuanya sudah lama hening.

Bulan mengangkat kepalanya lalu menatap Guntur. Guntur balik menatap Bulan lekat-lekat.

"Kenapa kamu begitu baik padaku?" Tanya Bulan tiba-tiba pula.

"Karena kamu perempuan baik." Jawab Guntur enteng.

"Aku serius."

"Aku menjawab dengan jujur."

"Kamu juga baik." Ucap Bulan begitu dalam sambil memeluk Guntur, Guntur balik memeluk Bulan erat-erat.

"Sudahan ya pelukannya." Ucap Guntur berubah nada menjadi sedikit menyebalkan.

"Kamu tidak mendengar ya?" Ucap Guntur lagi.

"Mendengar." Jawab Bulan datar.

"Yasudah, sana."

Bulan dan Guntur berdiri. Mereka berpelukan lagi sebelum Bulan pergi.

"Baik-baik disana ya peri kecil." Ucap Guntur begitu dalam.

Bulan tersenyum sambil berlalu.

Sudah 3 jam Bulan berada di dalam pesawat, dan kira-kira perjalanan menuju Banda Neira sekitar 4 jam.

Cuaca kali ini tidak begitu mendukung, awan yang ada terlihat mendung. Dingin begitu menyeruak masuk melalu celah baju yang dikenakan Bulan.

Tak menyangka Bulan akan pergi sejauh ini dari Jogja, kota yang menurutnya begitu banyak cerita yang pernah dijalaninya. Dari mulai cerita menyenangkan sampai dengan cerita yang membuatnya seperti ini.

Bulan memandang keluar jendela pesawat. Bulan berfikir sebegitu kerasnya. Dia bangga sampai detik ini mempunyai Nenek dan Guntur. Mereka berdua adalah orang yang sebegitu berartinya untuk hidup Bulan saat ini. Dan Bulan berfikir harus benar-benar melupakan Wisnu, ia ingin Wisnu tenang di sana. Bulan menyayangi Wisnu, sungguh. Dan sekarang fikiran Bulan tertuju pada seseorang yang telah menghilang 4 tahun lalu, sampai detik ini ia masih saja ingat seseorang itu. Ingat dengan senyumnya, tatapannya, pegangan tangannya, dan cara membuat Bulan bahagia. Entah mengapa Bulan kembali mengingat seseorang itu. Bulan sebegitu rindunya.

Tak terasa, setelah melakukan banyak aktifitas di dalam pesawat selama 4 jam,   Bulan sudah sampai di pulau yang begitu menakjubkan ini. Dari kejauhan terlihat seorang lelaki yang kelihatannya berumur 50 tahun-an yang tengah meneriakkan namanya 'Bulan Bulan'. Bulan menghampiri lelaki itu.

"Bulan ya? Kawan Guntur ya?" Tanya lelaki tua itu dengan antusias.

Bulan hanya mengangguk seraya tersenyum simpul.

"Saya pamannya Guntur."

Bulan berfikir, sebelumnya Guntur pun bilang kalau dia di Banda Neira akan tinggal sementara bersama Paman dan Bibinya.
Sebab mereka paham betul dengan pulau yang indah ini.

"Senang bisa bertemu dengan--" Ucap Bulan terhenti ketika lelaki tua itu mengenalkan dirinya kepada Bulan.

"Panggil saya Paman Dul saja, saya juga orang Jogja kok Nak, kebetulan saja pindah kerja kesini 4 tahun lalu, kebetahan disini, jadi tinggal disini sekarang." Jelas Paman Dul kepada Bulan.

"Senang bisa bertemu dengan Paman Dul." Sungut Bulan begitu ramah dengan raut wajah lucunya.

Bulan dan Paman Dul keluar dari Bandara menuju tempat mobil tua Paman Dul berada. Mobil Paman Dul benar-benar membuat kedua mata Bulan terbelalak, karena meskipun model mobil Paman Dul begitu kuno, tetapi terlihat modis dan antik sekali.

Di tengah Perjalanan...

"Maaf ya Nak, mobilnya hanya ada ini saja." Ucap Paman Dul merendah.

"Ah tidak apa-apa Paman Dul." Jawab Bulan.

"Pasti kalo di Jogja mobilnya tidak kuno seperti ini ya."

"Terkadang sesuatu yang sederhana terlihat begitu istimewa, Paman!"

"Ah bisa saja Nak Bulan ini."

Bulan dan Paman Dul tertawa renyah. Paman Dul adalah orang yang asik, buktinya selang beberapa menit bertemu Bulan bisa langsung akrab dengannya.

"Kenal Guntur di kedai kopinya?" Tanya Paman Dul setelah beberapa menit hening di antara mereka.

"Iya Paman." Jawab Bulan.

"Dari kecil dia memang bermimpi ingin jadi Barista, ya sampai seperti saat ini." Paman Dul mulai bercerita.

"Katanya dia ingin melihat Ibu dan Ayahnya bangga di atas sana, karena mimpinya telah ia gapai." Sungut Paman Dul lagi.

Bulan baru tau, bahwa Guntur sudah tidak mempunyai Ibu dan Ayah, sama sepertinya.

"Guntur lelaki yang baik, Paman!" Bulan mulai angkat bicara lagi.

"Dia teman yang baik." Ucap Bulan lagi.

Paman Dul tersenyum ke arah Bulan.

Sudah hampir 1 jam menempuh perjalanan, akhirnya Bulan sampai di rumah yang begitu sederhana dengan taman kecil di pekarangan rumahnya, begitu asri, rindang karena banyak pohon-pohon, akan nyaman sekali jika ia tinggal sementara di tempat yang seperti ini.

"Ayo masuk Nak!" Ucap Paman Dul.

Bulan membuntuti Paman Dul.

"Bu! Ibu!" Paman Dul memanggil seseorang setelah masuk ke rumahnya.

Seorang wanita yang berumuran setara dengan Paman Dul keluar dari sebuah ruangan. Walaupun sudah terlihat tua wanita itu begitu cantik, 'Ayu tenan' kalau kata orang Jogja.

"Ah ini pasti Nak Bulan ya, Cantik sekali." Ucap Wanita itu seraya menarik Bulan supaya bisa ia peluk.

Bulan merindukan pelukan hangat seorang ibu, kalau seperti ini dia pasti langsung merindukan ibunya.

"Panggil saya Bibi Nam ya, Guntur selalu memanggil Bibi seperti itu, walaupun nama asli Bibi itu Naumi." Jelas Bibi Nam seraya tertawa samar.

"Senang bisa bertemu Bibi Nam." Bulan memeluk Bibi Nam lagi.

Ada yang rindu Bulan?
Atau rindu Author-nya?
Hehehe...

Jangan lupa beri suara dan komentar ya...

-aliyarzk

Cerita Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang