Udara sore di Jogja benar-benar menyejukkan, membuat siapa saja jatuh cinta pada suasana Jogja sore ini.
Bulan sekarang sedang berjalan di jalanan kota, berniat datang ke kedai milik Guntur, sudah cukup lama juga dia tidak berkunjung untuk sekedar meminum segelas kopi disana. Niat lain Bulan datang ke kedai juga untuk mengajak Guntur supaya mau mengantarnya ke Pantai Pok Tunggal sore ini. Seperti yang sudah di janjikan Guntur kemarin malam.
"Klek!" Pintu kedai di buka oleh Bulan.
Setelah pintu kedai di buka, terpampang jelas muka Guntur yang sedang tersenyum simpul ke arah Bulan.
"Selamat sore, gadis manis." Ucap Guntur sedikit menggoda.
"Kamu bisa saja." Balas Bulan dengan pipi kemerahan.
"Mau pergi sekarang?"
"Aku pesan kopimu dulu, sudah lama juga tidak minum kopi disini." Pinta Bulan antusias kepada Guntur.
"Kalo begitu aku buatkan kopi spesial dulu ya."
Bulan melangkahkan kakinya ke tempat biasa, sudut kedai.
Tak lama setelah itu Guntur datang dengan muka antusiasnya dan juga segelas kopi di tangannya.
"Silahkan."
"Terimakasih." Ucap Bulan dengan senyum simpul di wajahnya.
"Benar ya." Ucap Guntur tiba-tiba sembari memandang wajah Bulan.
Bulan mulai salah tingkah.
"Benar apa?" Tanya Bulan dengan suara yang di paksakan.
"Benar kata Wisnu, kamu lebih cantik kalo sedang tersenyum." Ucap Guntur datar masih memandangi wajah Bulan.
Bulan hanya tersenyum, namun senyumnya kali ini hanya samar-samar.
Sampai akhirnya mereka keluar dari kedai, dan akan menuju ke Pantai Pok Tunggal, untuk yang terakhir kalinya bagi Bulan.
Mereka melaju di atas motor CB milik Guntur. Rasanya menenangkan, dengan semilir angin yang menggelitiki telinga sore ini.
Di sela-sela perjalanan.
"Kamu mau tau tidak siapa manusia paling bahagia di bumi?" Tanya Guntur tiba-tiba, dengan suara yang di buat serius.
"Hmmm, tidak." Jawab Bulan datar.
"Mau tau jawabannya tidak?"
"Siapa?"
"Manusia yang tidak pernah berharap." Jawab Guntur yakin.
"Apa iya?"
"Iya. Sebab dengan harapan, sudah banyak manusia yang kecewa karenanya."
"Kalo kamu pernah berharap tidak?" Kali ini Bulan yang bertanya pada Guntur.
"Pernah. Tapi tidak mau lagi." Jawab Guntur datar juga.
"Kenapa?"
"Sudah cukup semuanya. Terkadang kita hanya perlu menerima apa yang akan terjadi selanjutnya di hidup kita." Jelas Guntur dengan suara yang begitu meyakinkan.
Bulan hanya mengangguk-ngangguk sembari berpikir keras di atas motor CB milik Wisnu.
Tak terasa sudah berapa jam mereka berada di atas motor CB milik Wisnu, tak terasa pula sudah topik apa saja yang mereka obrolkan. Akhirnya mereka sampai di Pantai Pok Tunggal.
Kedatangan mereka petang ini seolah-olah di sambut oleh pemandangan yang luar biasa indahnya.
Pohon-pohon seolah melambai-lambai ke arah mereka. Pasir putih seolah sudi di injak mereka. Air pantai pun begitu senang menjilati kaki mereka. Dan yang tak kalah indah, adalah Senja.
Senja sore itu benar-benar menakjubkan. Gradasi jingga itu benar-benar terpampang di langit biru yang sudah akan menjadi hitam. Semilir angin seakan menambah komplit keindahan sore di Pantai Pok Tunggal.
Guntur hanya tersenyum melihat Bulan yang berlari-lari kesana kemari.
Sekarang mereka terduduk di atas pasir putih sembari melihat senja yang sebentar lagi akan hilang.
"Sudah merasa tenang?" Tanya Guntur serius sembari menatap lekat mata Bulan.
"Sedikit." Jawab Bulan begitu datar.
"Aku tau caranya supaya rasa tenangmu menjadi banyak."
"Bagaimana?"
"Ada syaratnya." Guntur menggoda Bulan. Lagi-lagi pipi Bulan menjadi berwarna merah. Malu.
"Yasudah apa syaratnya?"
"Senyum dulu."
"Gampang!"
"Yasudah senyum!"
"Nih!" Bulan tersenyum simpul tepat di depan wajah Guntur.
"Hahaha" Tawa Guntur pecah.
"Bagaimana?"
"Coba deh, kamu teriak, teriakan apa yang ingin kamu sampaikan pada semesta."
Bulan berdiri. Berjalan lima langkah ke arah air pantai. Air pantai kembali menjilati kaki Bulan.
"Aaaaaaaaaaaaaah!" Teriak Bulan begitu keras.
Bulan melihat ke belakang, ke arah Guntur. Guntur hanya tersenyum.
"Semestaaaaaaa!"
"Sebenarnya salah apakah aku kepadamu sehingga tampaknya takdir sangat setia menunjukku menjadi tokoh utama di setiap cerita duka?" Teriak Bulan tambah keras.
"Salah apakah aku?"
"Semesta, asal kau tahu saja, aku sudah mulai tidak terima." Teriak Bulan semakin menjadi-jadi. Tubuhnya jatuh terduduk di atas pasir. Bulan benar-benar lelah dengan semuanya. Dia sudah berada di titik terlelahnya kali ini.
Guntur menghampirinya.
"Jangan menangis, aku mohon." Ucap Guntur dengan suara yang bergetar.
"Siapa yang menangis?" Tanya Bulan geli kepada Guntur.
"Aku kira kamu akan menangis."
Bulan hanya tersenyum.
"Aku punya hadiah untukmu." Ucap Guntur.
"Apa?" Tanya Bulan.
"Besok kamu akan pergi berlibur untuk sekedar menenangkan dirimu ke Banda Neira, Maluku Tengah."
"Sungguh?" Tanya Bulan antusias.
"Iya. Semuanya sudah aku siapkan."
"Aku pergi bersamamu?"
"Tidak. Aku harus tetap disini untuk kedaiku."
"Lalu aku pergi sendiri? Bagaimana kalau aku tersesat? Aku belum pernah kesana sebelumnya."
"Semuanya sudah aku siapkan. Disana kamu akan tinggal sementara di rumah paman dan bibiku. Mereka tau semuanya tentang Banda Neira. Bagaimana?" Tanya Guntur setelah meyakinkan Bulan.
Bulan mengangguk serta memeluk Guntur erat.
"Terimakasih ya." Ucap Bulan dengan mata yang berkaca-kaca.
Mengapa Bulan sesenang itu? Karena yang Bulan tau Banda Neira adalah tempat yang begitu menakjubkan. Tidak bisa dibayangkan jika dia pergi kesana.
"Besok pagi kamu sudah harus terbang, kita pulang ya."
Bulan mengangguk antusias dengan senyum simpul yang berada di wajahnya.
Mereka berdua melaju meninggalkan Pantai Pok Tunggal.
Hai teman-teman!
Aku kembali lagi...Semoga suka dengan bagian cerita kali ini.
Jangan lupa beri suara dan komentar...
Dan tunggu bagian selanjutnya :)-aliyarzk
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Bulan dan Bintang
PoetrySejatinya rasa sepi ialah ketika kita berada di keramaian. Tak ada seseorang yang menemani, hanya ada rasa sunyi dan sepi dihati.