Sudah sedari pagi Bulan menunggu seseorang yang akan pergi bersamanya ke rumah Wisnu, tetapi tak kunjung datang.
Sudah tak terhitung berapa kali neneknya berusaha menenangkan Bulan, Bulan benar-benar gelisah oleh keadaan ini.
Sampai akhirnya ada seseorang yang mengetuk pintu. Bulan langsung terperanjat dan buru-buru membuka pintu.
Klek!
Ternyata yang datang bukan seseorang itu, tetapi Guntur. Sekarang mereka berhadapan.
Tanpa aba-aba Bulan langsung memeluk Guntur, Guntur merasa bingung sekali apa yang sebenarnya terjadi pada Bulan.
Setelah lama memeluk Guntur di depan pintunya, Bulan melepaskan pelukannya.
"Guntur..." Ucap Bulan dengan suara yang bergetar hebat.
"Ada apa Bulan?" Tanya Guntur dengan raut wajah yang begitu cemas.
"Wis...Wisnu..."
"Wisnu kenapa? Ada apa dengan Wisnu?" Tanya Guntur makin cemas.
"Wisnu meninggal." Ucap Bulan begitu lemah seraya terus larut dalam tangisnya.
"Kita masuk ke dalam saja ya." Ucap Guntur lagi.
Neneknya membantu Guntur untuk menenangkan Bulan yang sedari kemarin masih saja menangis.
Neneknya pun baru tau Bulan mempunyai teman selain Wisnu. 'Guntur juga baik' ucap nenek dalam hati.
Saat ini keadaan Bulan begitu buruk, kedua matanya begitu sendu akibat terlalu lama menangis, baginya sekarang dunia bagai tiada makna. Bulan kembali kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupnya.
"Aku harus pergi kesana." Tak henti-hentinya Bulan mengucapkan kalimat itu.
Sampai akhirnya ada seseorang yang mengetuk pintu lagi.
Kali ini neneknya yang membukakan pintu.
Klek!
Ternyata seseorang yang di harapkan kedatangannya muncul di balik pintu. Bulan terperanjat melihat seseorang sangat di harapkannya.
Bulan langsung berjalan mendekati pintu, di susul oleh Guntur di belakangnya.
"Maafkan aku, sudah membuatmu gelisah." Ucap lelaki itu seraya menunduk, merasa bersalah telah membuat Bulan gelisah.
"Aku baru memastikan jenazah Wisnu sampai di rumahnya, dan baru setengah jam lalu sampai." Ucap lelaki itu lagi seraya masih saja menunduk.
"Tidak ada yang harus di permasalahkan, kita harus segera pergi kesana." Ucap Bulan antusias.
Akhirnya mereka bertiga pergi. Bulan di boncengi Guntur di atas motor CB nya, sedangkan lelaki itu mengendarai motornya sendiri.
Udara siang di Jogja kali ini tidak terlalu panas. Mungkin, semesta merasakan bagaimana sendunya kehilangan Wisnu.
Sudah lama mereka menelusuri jalan untuk sampai di rumah Wisnu, akhirnya mereka sampai.
Sudah banyak sekali orang-orang memakai baju hitam. Tak terhitung berapa banyak dari mereka yang keluar dan masuk untuk melayat jenazah Wisnu.
Akhirnya Bulan melangkah dengan langkah yang lemah dan di buat hati-hati, disusul oleh Guntur dan teman Wisnu itu.
Sekarang Bulan sudah berada di ambang pintu, terlihat jelas pula jenazah Wisnu yang telah di kafani dengan muka yang begitu pucat.
Bulan berusaha menguatkan dirinya, dan mendekat pada jenazah Wisnu. Ia tak kuasa melihat seseorang yang sangat berarti baginya begitu tak berdaya. Tak kuasa pula harus melepas seseorang yang dulu pernah membuatnya begitu bahagia. Aliran air mata tak henti-hentinya membasahi pipinya. Gemetar jiwa dan raganya tak mampu di tutupinya. Bulan benar-benar tak kuasa jika harus kehilangan Wisnu untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Bulan dan Bintang
PoetrySejatinya rasa sepi ialah ketika kita berada di keramaian. Tak ada seseorang yang menemani, hanya ada rasa sunyi dan sepi dihati.