Jauh setelah kejadian menyakitkan itu, Bulan terpaksa menjalani hari-harinya sendiri. Ia tetap harus berjuang untuk dirinya sendiri dan berjuang untuk nenek-nya juga.
Sebab hidup bukan melulu perihal meratapi kesedihan, tetapi membangun semangat untuk menciptakan kemajuan.
Tak terhitung sudah berapa lama Bulan hidup tanpa Wisnu. Tak terhitung pula sudah berapa lama Wisnu pergi dari hidupnya. Yang Bulan harapkan Wisnu akan selalu baik-baik saja di mana pun ia berada. Dan yang Bulan harapkan Wisnu akan kembali pulang kepada nya.
Tak terasa pula besok Bulan akan Wisuda. Begitu pun Wisnu. Begitu pun Mahasiswa lainnya. Tapi Bulan yakin Wisnu tidak akan ada di acara Wisuda besok. Sebab Bulan pun yakin Wisnu sudah pergi pada jauh-jauh hari setelah kejadian menyakitkan di Pantai pok tunggal kala itu.
Wisnu kamu dimana sekarang? Sedang apa? Apa kau baik-baik saja? Aku harap begitu. Gumam Bulan pada hatinya yang masih saja tertuju pada Wisnu.
Hari ini ia harus bersiap-siap untuk acara besok. Menyiapkan semua yang akan ia dan nenek-nya gunakan untuk acara besok.
Sekarang Bulan sedang berjalan menelusuri jalanan kota. Ia telah berkunjung ke salon untuk acara besok. Besok ia dan nenek-nya akan di rias di salon yang sudah bulan kunjungi itu.
Udara siang di Jogja kala itu panas, seperti biasa. Sinar matahari menyengat menerpa kulit. Tetapi Bulan masih saja kebingungan akan pergi kemana lagi, dia belum mau pulang.
Akhirnya Bulan memutuskan untuk singgah ke kedai kopi milik Guntur untuk sekedar memesan secangkir kopi buatan kawannya itu.
"Selamat siang gadis manis..." Sapa Guntur hangat di siang itu.
"Selamat siang hehehe..." Balas Bulan sedikit malu karena di panggil gadis manis oleh Guntur. Tidak biasanya.
"Sudah lama tidak berkunjung, kemana saja?" Tanya Guntur.
Bulan hanya tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya.
"Yasudah, mau pes..." Belum selesai Guntur berbicara, Bulan memotong kalimatnya.
"Aku pesan kopi hitam, tidak usah pakai gula, biarkan kopi itu pahit." Ucap Bulan dengan nafas yang menderu-deru.
Guntur hanya memandang Bulan seraya mengangguk ragu.
"Aku duduk di tempat biasa." Ucap Bulan lagi seraya pergi menuju sudut tempat itu.
Guntur merasa ada yang berbeda dari Bulan.
Beberapa menit kemudian Guntur datang dengan secangkir kopi yang ia bawa untuk Bulan.
"Silahkan." Ucap Guntur hati-hati.
"Terimakasih." Balas Bulan datar.
"Boleh aku duduk disini untuk sekedar menemani mu siang ini?" Tanya Guntur masih dengan suara yang di buat hati-hati.
"Lalu pelangganmu yang lain bagaimana?" Tanya Bulan.
"Ada banyak karyawanku." Balas Guntur seraya tersenyum.
Bulan hanya mengangguk.
"Maaf jika aku lancang, tapi sepertinya kamu sedang tidak baik-baik saja." Ucap Guntur.
"Memang." Balas Bulan sangat datar.
"Kamu boleh berbagi cerita, jika kamu mau."
"Aku sudah bertemu Wisnu beberapa bulan yang lalu."
"Setelah itu?"
"Dia bilang padaku, bahwa dia akan pergi untuk suatu alasan."
"Percayalah Bulan, jika ia di takdirkan untukmu, ia akan kembali pulang padamu." Ucap Guntur meyakinkan.
Bulan kembali teringat kata-kata itu. Kata-kata yang pernah Wisnu ucapkan sebelum ia pergi. Bulan benar-benar rindu Wisnu. Sangat.
"Bulan apa kau mendengarkan ku?" Tanya Guntur yang kebingungan melihat Bulan yang sedari tadi hanya diam.
Bulan tersadar dari lamunannya.
"I-Iy-iya aku mendengar." Balas Bulan terbata-bata.
"Tak usah terlalu banyak bersedih, kamu hanya perlu menunggu semuanya kembali seperti semula, hal-hal yang bisa menjadikan jiwamu bahagia." Ucap Guntur lagi.
"Sampai Kapan?" Tanya Bulan seraya menduduk menahan tangis.
"Seperti yang pernah aku bilang, rencana tuhan selalu baik. Kita hanya perlu menunggu."
"Tidak, Tidak ada satu pun bahagia yang ada di jiwaku, aku terlalu banyak berharap, yang akhirnya hanya menancapkan duri berujung nyeri." Ucap Bulan lemah yang sekarang sudah mengeluarkan air matanya. Ia tidak bisa menahan emosinya lagi.
"Tidak seperti itu Bulan. Kamu terlalu cepat menyerah dalam menunggu. Sebab hidup sepertinya perihal menunggu. Walaupun hasilnya masih saja semu. Tapi aku yakin setelahnya semua akan baik-baik selalu." Ucap Guntur meyakinkan.
Bulan hanya menunduk seraya masih saja menangis. Sekarang dia berada di pelukan Guntur. Ia butuh seseorang yang mampu mendengarkannya.
Tak terhitung sudah berapa jam Guntur menenangkan Bulan. Sampai-sampai langit sudah gelap.
"Sudah gelap. Aku antar kamu pulang." Ucap Guntur.
"Tidak usah, aku pulang pakai metro mini atau taksi saja." Balas Bulan seraya tersenyum.
"Biar aku antar saja."
Akhirnya Bulan di antar pulang oleh Guntur.
Udara malam di Jogja kala itu begitu dingin. Gemerlap lampu kota melengkapi indahnya kota Jogja.
Menembus angin malam di bawah naungan langit yang gelap padam. Sekarang mereka berada dia atas motor CB milik Guntur.
Sampai akhirnya motor CB milik Guntur sampai di depan rumah Bulan.
"Terimakasih, maaf sudah merepotkanmu." Ucap Bulan.
"Tidak merepotkan kok." Balas Guntur.
"Mau masuk dulu?"
"Tidak usah, aku akan kembali ke kedai."
"Yasudah hati-hati."
"Langsung istirahat ya gadis manis."
Bulan tersenyum.
Sampai akhirnya Motor CB milik Guntur tak terlihat lagi di pekarangan rumah Bulan. Sudah berlalu.
Bulan melangkah masuk ke dalam rumah. Bulan yakin nenek-nya sudah lelap tertidur dari tadi. Akhirnya Bulan masuk ke dalam kamarnya.
Bulan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Melamun. Tak lama setelah itu, Bulan terperanjat teringat sesuatu. Dua Ikan yang dulu pernah Wisnu berikan untuknya.
Masih saja tersimpan di akuarium belakang rumahnya. Sekarang ikan-ikan itu sudah mulai besar. Badannya sudah gembul karena suka di beri makan oleh nenek-nya.
Waktu itu Bulan pernah meminta tolong kepada nenek-nya untuk mengurus ikan-ikan itu.
Dia kembali teringat Wisnu di sepanjang malam itu.
Jangan lupa beri suara dan komentar ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Bulan dan Bintang
PoetrySejatinya rasa sepi ialah ketika kita berada di keramaian. Tak ada seseorang yang menemani, hanya ada rasa sunyi dan sepi dihati.