We used to be friend

188 2 0
                                    

The meaning of friendship.

Its him.

Dibawah langit berawan gelap, gadis itu terduduk disebuah bangku berwarna putih disalah satu taman. Keheningan memecah suasana, yang terdengar hanya isak tangis dan nada sendu yang terdengar taakan membawa kisah bahagia. Gadis itu terdiam disana, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Kali ini, hatinya benar-benar merasakan sakit. Seperti ada sebilah pelatih yang mencoba merobek hatinya, rasanya sangat sakit, benar-benar sakit bahkan.

"Ini," suara itu membuayarkan lamunan sigadis, ia mendongak, mendapatkan seseorang sedang tersenyum kecil kearahnya, menatapnya dengan penuh simpati sambil mengulurkan sebuah sapu tangan berwarna biru tua, lalu tanpa bicara lagi ia mengambil posisi duduk tepat disebelah gadis itu, menatap kearah depan tanpa ekspresi. "You know, sometimes, the world being so cruel to us. They want us to feel pain, they want us to be weak. its just seems like they want us to broke-down," akhirnya laki-laki itu berkata, kemudian langsung membenahi posisi duduknya yang sekarang sudah menghadap gadis yang sedaritadi memperhatikannya, "If you dont dream big, whats the use of dreaming? And if you dont have faith, theres nothing worth believing." Begitu katanya, membuat gadis itu kembali pecah menangis lagi. Tapi buru-buru laki-laki itu menghapus air mata yang berjatuhan disana, sambil tersenyum ia berkata, "a good friend is when first they saw the tears, second wipe it away, and the third make you smile. I've done the first and second rules, but I haven't done the third, so smile, and let me be your good friends," begitu katanya, kedua tangannya kemudian menarik pipi gadis itu, memaksa untuk membuat senyum disana, namun yang terlihat bukan senyum paksaan, namun senyum kecil yang natural terpajang diwajah cantik gadis itu.

"Justin, why you being so nice to me?"

"Because, everyone deserve happiness. And you do too." Kata laki-laki itu kemudian tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi putih yang terrawat disana, senyum itu begitu konyol, membuat gadis itu berhasil tertawa lepas.

Dan malam yang tadinya tidak membawa kisah cerita itu, baru permulaan. Masih banyak hari-hari selanjutnya yang akan mereka lewati bersama. Berdua.

The day we always share together.

Hari ini, hari minggu.

Seperti biasa, gadis berrambut coklat bernama Joe itu terduduk dipantai, sambil sekali-kali bersiul-siul, menunggu seseorang yang selalu ia tunggu ralat; yang selalu telat jika ada janji. Namanya Justin Drew Bieber. Ingatkan? Orang yang malam itu datang kehidupannya sambil membawa sebuah sepu tangan biru tua itu? Dia selalu ngaret, dan kadang yang akan diakhiri Joe yang menggerutu sepanjang perjalanan. Namun, seperti biasa, semuanya akan kembali natural, semuanya akan berakhir membawa kisah bahagia.

"Sorry I'm late." begitu katanya setiba disana, laki-laki berpostur tubuh agak bongkok itu terduduk dipasir pantai, mengambil spot tepat disamping gadis berrambut cokelat itu. Ia tersenyum kecil, gadis itu kemudian memutar bola matanya,

"Pantes jones, pasti kalo acara nge-date kamu selalu telat. yakan?" Sindir gadis itu pedas, yang disindir menatapnya tajam, kemudian membalas,

"Kalau masalah nge-date, aku sih nggak akan pernah telat. Kan, aku yang jemput pasangan date aku, masa aku telat, sih?"

"Terus kenapa selalu telat kalau sama aku?" Tanya gadis itu sambil memicingkan matanya,

"Kalau aku terus-terusan telat, kamu pasti akan nunggu aku juga, kan?"

Pertanyaan itu menggantung diudara beberapa saat. Gadis itu memutuskan untuk berfikir daripada menjawab pertanyaan itu. Memang benar, dia akan selalu menunggu daripada memilih untuk meninggalkan dan membuat semuanya yang sudah dimulai dari awal hilang seketika, yakan? Dan pertanyaan itu, dibiarkan dijawab dengan beberapa gerutuan yang keluar dari mulut munggil gadis itu. Padahal, kita sama-sama tahu, apa yang laki-laki itu biacarakan adalah benar. Dan selalu benar.

ONE SHOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang