Moment to remember

151 1 0
                                    

"Jangan natap aku terus," katanya agak terbata-bata. Dadanya naik turun, mencoba menstabilkan tekanan frekuensi yang bekerja lebih cepat daripada biasa.

"Kenapa? Walaupun lagi nangis gini, kamu enggak jelek kok," balasnya masih menatap gadis yang berada dihadapannya-sesenggukan. Lalu, gadis itu menjawab,

"Its not me being ugly. Aku nggak mau orang-orang liat aku nangis, karena setiap ada orang liat aku nangis, aku ngerasa kalau aku semakin lemah." balasnya menggusap air matanya. Namun, rasanya begitu bandel sehingga air matanya tidak mau berhenti keluar, setiap perkataan yang keluar dari mulut gadis itu, malah akan membuat gadis itu semakin menjadi-jadi.

***

Awan hitam mengngumpul, membungkus langit bagian Asia dengan awan jahat. Semuanya terlihat begitu kelam, seakan menggambarkan sebuah kisah suram yang sama sekali tidak ingin didengar.

Seorang gadis duduk diatas bangku taman, menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Sesekali ia melirik jam tangan yang mengikat dipergelangan tangan kirinya dengan gelisah, menginginkan orang itu cepat datang menemuinya. Namun, semuanya terasa sudah terlambat. Sebuah rintik hujan kembali mengguyurnya, menyisakan sebuah senyum pahit diwajah. Sambil berbisik kecil,

"Kamu lupa lagi sama aku," lalu dalam diam, dia menari kecil. Merayakan kepecahan hatinya untuk kesekian kali.

Dibalik itu, gerombolan orang menyerbu halte bus terdekat untuk berteduh, melinduni diri dari hujan yang mulai membasahi dunia. Disudut pojok, terdapat laki-laki sebaya, menggenggam tasnya erat-erat sambil berdoa kepada yang maha kuasa, supaya hujan ini segera dihentikan. Namun apaboleh buat, tidak semua harapan akan terkabul. Dalam diam, ia menunduk, menggutuk dirinya karena tidak menyisakan waktu dengan gadis yang biasa bersamanya. Lalu ia berbisik, 'Apakah semuanya sudah terlambat, Jade?' Namun tiada yang menjawab, bahkan tidak dengan dirinya.

Flashback.

Pertemuan singkat.

Semuanya berawal dari sini.

Laki-laki berpostur badan agak bungkuk itu masih mencari sesuatu didalam ranselnya dengan kalut. Entah apa yang hilang, namun bisa dipastikan itu adalah sesuatu yang mungkin bisa dibilang 'penting', ya kalau enggak, nggak akan sampai kalut seperti itu, kan?

Wajahnya terlihat frustasi, kemudian ia melempar kedua tangannya keudara, dengan nada putus asa dan tersirat rasa kesal ia bergumam sendiri, "brengsek. Dimana gue taronya?!"

"Um, kamu nyari ini?" Tanya seseorang ragu, sambil mengunjukkan sebuah notebook berwarna silver dengan berbagai tempelan yang sudah menutupi warna itu. Laki-laki itu mengernyit, lalu tersenyum lebar akhirnya beban itu terasa diangkat, bisiknya dalam hati sambil mengambil notebook yang tadinya berada digadis itu, dia mengangguk terus mengeluarkan suara,

"Hehe. Iya, gue nyari ini. Kok lo bisa nemu ini, dimana deh?" Tanyanya penasaran,

"Sebenernya, tadi masih ketinggalan dikelas. Ada dikolong meja kamu, aku liat daritadi, jadi yaudah aku sekalian kasih aja."

"Oh begitu. Gue belakangan ini sering lupa gini, aneh ya," Yang diajak ngomong hanya tersenyum kilat, kemudian diam lagi, tidak tahu harus bicara apa. "Btw, makasih ya."

Lucunya, setelah pertemuan singkat ini, mereka menjadi dekat. Dan cerita ini, baru saja dimulai.

***

Filosofi.

Meaning of 'life'.

"Katanya, hidup itu kaya sebuah box coklat. Kita nggak tahu apa yang akan kita dapet nantinya. Kamu setuju?" Tanya gadis dengan bando pita itu kepada laki-laki yang terduduk disampingnya.

ONE SHOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang