sorry for any typos. you know me so well.
Aku masih menatap pemandangan didepanku. Perlahan-lahan kupejamkan mataku erat sambil sesekali menghirup udara dari hidung, merasakan kesejukan didalam diriku. Perlahan, kurasakan semuanya senyap. Begitu sunyi.
Tidak ada suara, hanya terdengar nafasku yang teratur.
"He missed you." Suara itu terdengar begitu berat, aku membuka mataku perlahan. Kemudian menoleh mencari sumber suara. Seorang laki-laki paruhbaya berdiri disampingku. Aku kembali memiringkan kepalaku perlahan,
"I doubt it." Balasku cepat. Kemudian semuanya kembali tenang lagi. Aku masih berdiri ditempatku, membiarkan ombak mencium kakiku dengan keras-hampir membuatku jatuh.
"Mikaila, he missed you." Katanya sekali lagi. Kali ini mukanya sudah tepat berada dihadapanku. Kedua tangannya mencengkram bahuku, memngisyaratkan ku untuk menatapnya.
"Dad, stop." Kataku mengeluh kepada laki-laki dihadapanku yang biasa ku panggil 'dad'. Ia menggeleng pelan, menyatakan dia benar-benar serius saat ini. Aku mengacuhkannya, berbalik arah membelakanginya. Kemudian meninggalkannya dalam diam. Aku, aku tidak ingin membahas masalah ini, lagi.
Kedua orang itu saling tertawa oleh kata-kata mengejek dari satu sama lain. Disana bisa dengan jelasnya terlihat seorang gadis menggunakan dress berwarna hijau - yang tentunya tidak terlalu mencolok - sedang mencoba memukul si pria dihadapannya - yang masih tertawa - mereka berdua tetap seperti itu, kejar-kejaran diatas pasir pantai seperti anak kecil. Orang-orang menatapnya dengan tatapan iri, dalam hati mereka merutuki diri, menginginkan pasangan seperti pasangan yang sedang berkejaran itu.
"Aku capek," kali ini si gadis mengeluh. Dia memegangi lututnya yang mulai bergetar akibat lari-larian yang cukup lama itu- membuat si laki-laki memilih untuk berhenti dan mengambil langkah mendekati si gadis tadi.
"Segitu capeknya, ya?" Tanya laki-laki itu pelan, matanya menatap gadis itu dengan lembut, membuat si gadis mengangguk dan kembali mengambil napas lagi. Tangan besarnya kemudian menyentuh pipi tirus si gadis, mengusapkan ibu jarinya pelan disana berusaha mengusap keringat si gadis dengan lembut. Kemudian mereka berdua tersenyum ke satu sama lain. "Maaf."
"Kenapa?" Tanya si gadis mengerutkan alisnya, menatap laki-laki dihadapannya dengan bingung.
"Gara-gara aku, kamu jadi capek gini." Katanya lagi, kali ini mengelap keringat si gadis yang berada dikeningnya, membuat senyum gadis itu semakin merekah lebar, tidak dapat disembunyikan lagi.
"Persetan dengan lelah, aku mencintaimu." Bisiknya pelan, malu-malu. Dirasakan pipinya terbakar, rona merah yang terpeta jelas disana membuat si laki-laki tertawa kecil sambil mencium hidung mancung si perempuan itu,
"Aku juga mencintaimu, Keyla." Kemudian bibirnya yang berwarna pink pucat itu turun, mengecup lembut bibir mungil sigadis. Membuat keduanya tersenyum dalam diam, menikmati saat-saat dimana mereka tidak perduli tentang apapun. Hanya mereka, dan cinta mereka.
kemudian, menglihatan ku buram. Sebuah benda bening mengganjal lensaku, membuat pemandangan pantai yang indah ini seakan terkena efek blur. Detik kemudian, benda bening itu mulai muncul kepermukaan wajahku, meluncur dipipiku dengan bebas, seperti perosotan ditaman kanak-kanak,dia sudah jatuh, dan aku tidak bisa menangkapnya. Kemudian, tanganku menyentuh bibirku sendiri, memejamkan mata sekali lagi, merasakan moment seperti nostalgia yang tadi baru ku alami.
"I remember when we kissed, and I still feel it on my lip. Isn't that crazy?" Bisikku pelan, ku membiarkan air mata jatuh lagi, menunjukkan kepada dunia bahwa aku sedang bersedih. Kali ini, karena mengingatnya.