sorry for any typos. males ngecek.
Relationships like broken glasses. it's better to leave them broken than hurt yourself by trying to put the pieces back together - @belarasati. The Story Of Us.
***
What do you expect me to do? Lirihnya sedih.
"My boyfriend is a crime. He's the Jason fucking McCann. The most wanted in Vegas, what would you say?" Tanyanya ralat- teriaknya dengan kencang. Ia menatap laki-laki dihadapannya dengan penuh duka, dalam hati ia tetap menanyakan kenapa harus semuanya berakhir seperti ini?
Laki-laki dihadapannya tidak menggubris, ia hanya melemparkan pukulan kedua. Tepat diwajah gadis itu. Badannya jatuh tersungkur disenderan tembok, disudut. Matanya tak bisa menangis lagi, sudah cukup.
"What will you do after this? Why can't you just kill me?"
Kali ini, si laki-laki diam tak memilih untuk memukul gadis dihadapannya untuk menutup mulutnya, dia hanya diam. Tidak berekspresi. Ia tersenyum kecil, berjalan menjauh meninggalkan jejak gadis itu, sebelum sempat ia menutup pintu itu dengan rapat, ia sempat berkata,
"Just wait for the right time. Once I'm done, you won't even see the light."
****
"Please. Stay like this, never changed." Pinta laki-laki dengan rambut yang berwarna keemasan itu, trimakasih untuk matahari yang dengan baik hati memantulkan cahayanya dengan sempurna. Gadis disampingnya hanya tersenyum, tidak menjawab. Namun, lagi-lagi mata laki-laki itu meminta, memintanya dengan sangat. Bahkan bisa dibilang, menuntutnya.
"Why?" Tanya gadis itu kemudian, setelah cukup lama membiarkan kediaman mengambil alih, saat ini dia memilih untuk bertanya. Gadis itu memejamkan mata, kali ini mencoba mengingat apa yang sedang diulang dibalik slide video yang ada dikepalanya. Ia memejamkan mata erat-erat, mencoba mengingat kata-kata itu.
Flashback-
Mereka berdua berteriak satu sama lain. Sama-sama membela diri mereka yang mereka anggap benar. Dengan wajah frustasi gadis itu kemudian menggambil jaketnya dari sofa, lalu siap meninggalkan laki-laki itu dibelakangnya. Kenapa keadaan seperti ini harus selalu terjadi? Tanyanya dalam hati. Ia menghirup udara dalam-dalam dari hidung, kemudian memutar knop pintu kamar putih itu, dengan terakhir kali tenggokan, ia berkata,
"Sampai kapan mau terus begini?" Tanyanya lirih, laki-laki itu baru saja ingin menjawab, namun tampaknya sigadis sama sekali tidak memerlukan suaranya lagi. Lalu ia melanjutkan, "pada akhirnya, kita akan menjadi pecah belah. Sama dengan batu yang terus-terusan diteteskan oleh air, mereka akan pecah. Begitu juga kita kalau terus-terusan bertengkar. Can't you see that, Jason?"
Laki-laki itu diam, namun sebenarnya tidak benar-benar diam. Tangan besarnya kemudian mengambil pergelangan tangan kecil gadis itu, menginginkan gadis itu tetap disitu, tidak meninggalkannya dengan keadaan sunyi.
Flashback off-
Ia membuka matanya, membiarkan cahaya menusuk kearah matanya. Lalu pandangan itu dilampirkan kearah laki-laki yang sedang tiduran disebelahnya, tangannya dilipat dibawah kepalanya, membiarkan mereka menanggung berat kepalanya. Kemudian dengan sedikit keberanian, dia bertanya lagi,
"Kenapa?" Laki-laki itu hanya menatapnya dengan tatapan aneh. Tatapan yang mungkin tidak dimengerti oleh mereka berdua. "Kenapa kamu begitu perduli saat aku ingin pergi? Kenapa kamu minta aku untuk tetap tinggal, saat aku ingin melarikan diri?" Tanyanya lagi.
"Kenapa semuanya terasa begitu menyenangkan berada disampingmu, saat kamu yang paling bisa menyakitiku? Kenapa semuanya terlihat seperti terbalik, Jason?" Tanyanya lagi. "Aku hanya ingin tahu, Kenapa?"