Untittle Story

167 2 0
                                    

This story inspired by ‘Perahu Keras’ because I just done watching it!:)

To: Fallennattalie@yahoo.co.id

Cc:

From: MichelleRA@yahoo.com

Semuanya berubah, Fall.

Entah aku yang berubah, dia yang berubah, atau perasaan kita yang berubah.

Aku ngerasa semuanya nggak sama kayak dulu.

Mungkin, aku yang berubah.

Dengan ragu gadis itu mengklik kotak "send" yang tertera dipojokanan. Kemudian semuanya hening kembali.

***

"Aku nggak bisa ngorbanin anak-anak itu, kamu harusnya ngerti. Aku kan udah bilang, jangan dibeli dulu tiketnya." Kata gadis itu masih menggigit bibir bawahnya, kebiasaan yang sudah tumbuh dalam dirinya-jika sedang gugup. Namun tidak bisa ditutupi lagi, bahwa jantungnya memompa dua kali lebih cepat daripada biasanya. Sang pacar menatap gadis itu kesal, sedih, marah, semuanya terasa campur aduk.

"Kamu pikir disini kamu yang banyak berkorban, tapi kenyataannya? Aku yang lebih banyak berkorban. Kamu kuliah jauh dari aku, setiap uweekend aku yang nyamperin kamu, kita ketemu sebentar banget. Aku yang banyak berkorban disini, bukan kamu." Begitu komentar sang pacar, membuat jantung gadis itu tambah dagdigdug. Plus, otaknya masih memikirkan hal-hal yang akan terjadi besok jika dia mengorbankan anak-anak ajarnya, tapi apa yang akan terjadi jika ia mengorbankan pacarnya?

"Kita cancel aja, gimana? Jangan besok, besok hari penting banget buat aku, buat anak-anak itu. Minggu depan aja, gimana?" Lagi-lagi perkataan yang diucapkan oleh gadis itu berhasil membuat pacarnya mendengus kesal.

"Aku kangen pacar aku yang namanya, michelle. Bukan orang sosial yang biasa dipanggil bu michelle. Kamu bisa ngertiin itu, nggak sih?" Gadis bermata hijau itu tertegun, mendengar ucapan kekasihnya. Lalu, sang pacar yang akrab dipanggil Justin itu melanjutkan, "pokoknya, kalo besok kamu nggak dateng kebandara, we're done. Aku capek, elle."

"Justin, jangan gitu dong.." nadanya memohon, tangannya masih mencoba untuk menahan laki-laki itu pergi dari hadapannya, namun dengan cepat laki-laki itu hilang dari penglihatannya, ditelan tikungan depan komplek rumahnya.

---

Hari ke-dua.

Disisi lain, seorang laki-laki dengan gembolan dan sebuah koper masih bolak-balik memperhatikan pintu masuk bandara. Matanya berkeliling, mencari seseorang yang sedaritadi ditunggunya. Laki-laki itu kemudian menatap tiket penerbangan trip ke paris yang dibookingnya waktu itu, lalu bergumam kecil,

"Elle, what are we now? apakah udah selesai?" Begitu. Nadanya terdengar sendu. Kemudian dengan langkah gontai, laki-laki itu memutuskan untuk meninggalkan yang daritadi dicarinya.

Mungkin ini yang terbaik.

"Mungkin lebih baik begini. Berpisah sekalian daripada mengandalkan harapan."

Sedangkan dari sudut pandang lainnya, gadis yang akrab dipanggil michelle itu sedang lari-larian, menggunakan sekuat tenaganya untuk mengejar bus yang meninggalkannya dibelakang. Nafasnya sudah tersenggal-senggal, begitu pula dengan jantungnya yang bekerja begitu cepat. Gadis ini bahkan takut jika nanti malah orang-orang bisa mendengar suara jantungnya.

"Michelle, kamu nggak apa-apa?" Tanya seorang gadis sepantaran dengannya-yang langsung menahan tubuhnya saat mulai bergoyang. Rasanya, seakan ingin jatuh saat itu juga. Namun, gadis itu menunjukkan senyum kecil dibibirnya,

ONE SHOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang