11 - Roses & Hurt

1.7K 270 28
                                    

Jungkook tidak pernah tahu kalau mencintai ternyata rasanya bisa sesakit ini. Yang selama ini ia tahu, cinta adalah soal keindahan dan kebahagiaan. Tapi kali ini, ia merasa bahwa cinta benar-benar menyakitkan. Meski begitu, ia tetap ingin mempertahankan cintanya. Ia belum sanggup jika harus ditinggalkan. Pemuda kuat itu, lemah dihadapan cinta.

Usai Vivi mengatakan hal yang membuatnya kacau, Jungkook tidak tinggal diam. Ia berfikir bagaimana cara agar bisa bertahan.

"Sudah aku katakan, jangan coba untuk menyakiti satu sama lain untuk saat ini. Noona sudah lupa?"

Vivi menggeleng, "Tidak. Aku masih ingat."

"Nah, kalau begitu kenapa noona tega sekali mengatakan hal yang menyakiti perasaanku? Memangnya noona ingin semuanya berakhir? Begitu?" desak Jungkook.

Vivi jelas tidak mau. Ia masih ingin menulis kisah lebih banyak dengan Jungkook. Cinta benar-benar membuatnya bodoh. Apa pun keputusannya, berakhir sekarang atau nanti, sakit tetap berada diujung. Sampai akhirnya gadis itu bungkam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan pria besarnya.

Jungkook mendesah pelan akibat melihat reaksi gadisnya, "Lihat, noona bahkan tidak bisa menjawab. Masih ingin mengakhiri semuanya, hm?"

Akhirnya Vivi menyerah. Gadis itu menggeleng lemah sebagai jawaban. Ia tidak sungguhan ingin mengakhiri hubungan yang tidak jelas ini. Lagi pula siapa yang rela meninggalkan laki-laki yang nyaris sempurna seperti Jungkook? Tapi entah, Vivi bimbang, rasa takut yang muncul semakin lama semakin besar.

"A-aku hanya takut mendapat luka lebih banyak." tutur Vivi lirih sembari memainkan jemarinya diatas paha.

Ya, Jungkook mengerti. Ia paham sekali. Ia juga tidak ingin mendapatkan luka lebih banyak. Pun apa bedanya terluka sekarang dan nanti? Sama-sama menyakitkan. Jadi apa salahnya menikmati kebahagiaan sebelum direnggut oleh luka?

Jungkook mengambil satu tarikan nafas dalam sebelum berujar, "Aku mengerti, soal luka biar urusan nanti. Mungkin ini egois, tapi selagi masih diberi nikmat bahagia, kenapa tidak? Aku yakin kita akan diberikan yang terbaik nantinya."

Akhirnya Vivi mengangguk setuju yang sukses membuat Jungkook menghela nafas lega. Benar kata pemuda kelinci itu, jika sekarang bisa bahagia, kenapa harus memikirkan luka? Toh, terluka sekarang atau nanti sama saja. Mungkin ukuran lukanya saja yang berbeda.

"Awas saja sampai noona berbicara seperti itu lagi." ancam Jungkook, tatapannya mengintimidasi namun menggemaskan diwaktu yang sama.

Vivi tersenyum tipis kemudian mengangguk, "Tidak. Aku tidak akan mengatakan hal itu lagi, tapi mungkin aku akan langsung pergi meninggalkanmu."

Netra Jungkook membulat seketika, "Ya! Noona, astaga. Kau benar-benar membuatku gila."

Sedang Vivi terkekeh akibat melihat respon pemuda dihadapannya. Otomatis seulas senyum juga muncul menghiasi paras tampan Jungkook. Tawa gadisnya itu sumber kebahagiaan utamanya juga, mana bisa ia melepaskannya begitu saja.

"Tolong ambilkan minum di dapur." ucap Jungkook dengan mudahnya.

Kini Vivi yang terbelalak, "Kau memerintahku? Hey, aku tamu disini. Berani-beraninya!" Vivi merengut, pipinya menggembung. Astaga, Jungkook jadi gemas.

Tapi pemuda itu malah bertingkah manja, bibirnya terkumpul menjadi satu kemudian bersedekap, "Salah sendiri bicara semaunya. Aku jadi berfikir keras, kemudian dehidrasi. Kalau aku tidak minum, nanti bisa meninggal, lalu noona pasti menangis."

Sedang Vivi memandang Jungkook dengan kesal.  Sampai akhirnya ia terpaksa bangkit, berjalan dengan langkah yang sedikit dihentak untuk menunjukan kekesalan. Sedang pemuda itu malah tersenyum penuh kemenangan dan bangkit untuk menyusul gadisnya.

Love, JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang