23. Let Her Go

1.4K 179 66
                                    

Detik jam terus berjalan tanpa peduli jika seseorang sedang dalam keadaan yang benar-benar resah. Setelah penantian panjang, perjuangan melawan ego dalam diri yang benar-benar menumpahkan banyak air mata, akhirnya ia sampai pada waktu ini. Waktu yang selalu dinantikan saat dirinya kembali ke Seoul. Waktu yang selalu ia harapkan saat dirinya berkeliling dunia. Ia menginginkan waktu ini lebih dari apapun.

Saat itu, Jungkook benar-benar sedang berada dalam titik lelah. Waktu sudah berlalu cukup lama, dan ia masih saja memikirkan gadisnya. Vivi sama sekali tidak bisa dihilangkan dari pikiran meski kesibukan yang dipunya sangatlah padat.

Sang idola tidak main-main dalam hal menjatuhkan hati. Ia jatuh pada orang yang benar, hanya saja perbedaan yang menyalahkan. Ia masih menginginkan gadisnya begitu banyak, masih sama seperti sebelumnya. Ia masih ingin berjuang, masih ingin membahagiakan gadisnya meski mustahil. Hadirnya Vivi kembali, belum tentu membawa kabar baik. Bahkan Jungkook tidak bisa menjamin bahwa gadisnya akan kembali bersama meski mereka tidak pernah menemukan apa definisi kebersamaan yang sebenarnya.

Mungkin, definisi kebersamaan bagi mereka adalah bertahan untuk mendapatkan sedikit kebahagiaan sebelum saling menyakiti dengan begitu banyak.

Mereka bukan dengan ikhlas meninggalkan, namun terpaksa meninggalkan.

Mereka terus memupuk cinta, namun selalu dipupus oleh harapan dan perbedaan.

Karena biar bagaimanapun, keyakinan merupakan suatu hal mutlak. Tidak ada harga yang bisa ditawar untuk masalah Tuhan. Apalagi mempertaruhkan cinta demi seseorang yang sifatnya sementara, sementara cinta dari-Nya kekal. Jungkook tetap dengan dirinya, begitu pula Vivi. Dan memang seharusnya tetap begitu.

Cinta bukan main-main. Tapi, Tuhan lebih tidak boleh lagi dipermainkan. Dialah definisi segalanya.

Hari ini, Jungkook kembali meminta pertolongan pada Hwang Rumi untuk membawa sang gadis padanya. Hanya itu satu-satunya cara agar bisa bertemu dan melepas rindu. Dadanya sudah terlalu sesak menahan semua rasa. Cinta, rindu, perih, semuanya melebur menjadi satu.

Saat bel ditekan, pemuda dengan marga Jeon itu bergegas menuju pintu utama. Benar saja, seseorang yang sangat ia rindukan sudah berdiri dengan resah karena merasakan hal yang sama. Vivi sama sekali tak mencoba menampik semua rasa rindu dan cintanya pada sang idola.

Saat pintu dibuka, kecanggungan segera mengisi keduanya. Tidak ada sapaan hangat, juga senyum menawan yang biasa ditampilkan. Hanya sunyi dan detak jantung tak karuan yang keduanya rasakan.

"Noona apa kabar?" sebagai lelaki sejati, seharusnya Jungkook memang memulai terlebih dahulu.

"Aku tidak terlalu baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Vivi yang awalnya menunduk akhirnya memberanikan diri untuk menengadah menatap lawan bicaranya.

Kini Jungkook menatap sendu. "Aku lebih tidak baik-baik saja. Aku merindukan Seoul, dan juga seseorang yang ada di dalamnya."

Mendengar itu sang gadis tersenyum miris. Sedih sekali karena hubungan mereka saat ini jauh dari kata baik-baik saja.

"Ku dengar, Noona sudah menyelesaikan studi? Selamat untuk itu. Aku tahu Noona pasti berhasil." puji si Jeon, hanya sekedar untuk menghangatkan suasana.

"Terima kasih. Aku juga banyak melewati masa sulit kala itu. Dan terima kasih karena telah menjadi salah satu penyebab kesulitanku, Jungkook." Vivi jelas sedang mati-matian menahan air matanya agar tidak tumpah.

"Maafkan aku, aku seharusnya tidak meninggalkan Noona begitu saja. Harusnya aku ada di saat tersulitmu. Harusnya aku--"

"Cukup, Jungkook," penggal sang gadis. "Lagipula itu sudah berlalu dan aku tetap menjalankan hidupku. Jangan lagi membicarakan sesuatu yang sudah terjadi karena tak akan bisa kembali."

Love, JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang