20 - Blame Each Other

1.8K 259 48
                                    

Jungkook memandang punggung lebar itu menjauh. Kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuh untuk menahan amarah yang siap meledak kapan saja. Ternyata pria itu sudah terang-terangan mengajak bersaing. Astagaㅡbahkan si sialan itu baru saja masuk ke kehidupan Vivi, tapi sudah sok ingin melindungi. Dan apa katanya tadi? Mematikan jalan? Coba saja kalau bisa. Habiskan saja semua energi untuk mematikan jalan itu, karena Jungkook tidak akan membiarkan seorang Brian mangambil langkah.

"Lebih baik kau pulang, Kook. Manfaatkan waktumu untuk istirahat. Beberapa minggu lagi kalian kembali memulai tur, bukan?" sungguh, bukan Vivi tidak suka akan kehadiran Jungkook atau bermaksud mengusirnya. Ia hanya mengatakan hal yang menurutnya benar dan lebih menguntungkan bagi pemudanya daripada harus menghabiskan waktu disini.

Tapi ternyata Jungkook menangkap maksud lain. Hatinya terasa nyeri saat mendengar penuturan itu. Ia mengira bahwa Vivi sedang mengusirnya. Dan memang, pemuda itu menjadi sangat sensitif belakangan ini. Penyebabnya sudah jelas, karena banyaknya masalah yang menimpa. Terutama masalah iniㅡkehidupan cintanya. Bahkan ia sudah berani melawan orang tertinggi di agensi.

"Kau mengusirku?" Jungkook menatap tajam dan lurus pada netra hazel gadisnya.

"Tidak, Kook. Aku sama sekali tidak mengusirmu. Aku hanya menyarankan yang menurutku baik untukㅡ"

"Dengan menyuruhku pergi dari sini, begitu?" potong Jungkook. Entah kenapa ia malas sekali mendengar penjelasan yang akan diberikan.

Vivi menghela nafas agak berat, ia harus sabar menghadapi Jungkook yang tampak lebih tempramental kali ini.

"Bukan, Kook. Sungguh, aku hanya tidak ingin kauㅡ"

"Berada disini dan mengganggu waktumu dengan Brian, benar?" pemuda itu kembali memotong ucapan gadisnya. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan rasa emosinya kali ini.

Rahang Vivi dibuat jatuh karena itu. Ia sama sekali tidak mengenal pemuda yang sedang berdiri di hadapannya. Dia pasti bukan Jungkook, karena pemuda kelinci itu tidak pernah berlaku seperti ini.

"AstagaㅡJungkook. Tak bisakah kau dengarkan sebentar saja? Aku bahkan belum selesai berbicara tapi kau terus-menerus memotongㅡ"

"Tapi memang itu kenyataannya, Vivi. Kau tidak sukaㅡ"

"Berhenti, Jungkook!" kini Vivi berteriak hingga membuat lawan bicaranya tersentak pula. Kedua tangannya ikut mengepal di sisi tubuh beriring tatapan nanar yang diberikan.

"Berhenti memotong ucapan yang belum selesai karena kau tidak akan pernah tahu yang sebenarnya. Tolong, dengarkan aku sekali saja. Aku tahu segalanya semakin rumit, tapi tolongㅡjangan membuat segalanya menjadi hancur. Ini menyakitkan, Jeon Jungkook."

Satu tetes cairan bening yang terjatuh pada aspal menjadi bukti bahwa gadis itu benar-benar merasakan sakit. Jungkook berubah, dia itu tidak egois, dia akan selalu mendengarkan pendapat lawan bicaranya meskipun itu tak sesuai dengan keinginannya. Jungkook itu sangat menghargai orang lain, bukan memperlakukan semaunya seperti ini.

Melihat Vivi yang berbalik mengambil langkah cepat membuat dada pemuda itu bergemuruh. Ia baru saja menyadari bahwa ia telah berlaku diluar kendalinya. Dengan sigap pula Jungkook mengambil langkah lebar kemudian meraih pergelangan tangan gadisnya.

"Noona, dengarkanㅡ"

Vivi berbalik seraya menatap sendu kemudian memotong kalimat Jungkook. "Dengarkan? Apa? Apa yang ingin kau bicarakan? Menjelaskan semuanya? Menyesal? Minta maaf? Tidak. Simpan saja semua untukmu."

Kini perasaan pemuda itu yang hancur. Ternyata seperti ini jika ucapannya dipotong dengan kalimat yang menyakitkan.

"Noona, tolongㅡ"

Love, JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang