- - -
Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun, kulirik jam yang masih menunjukkan pukul empat subuh, hari ini Minggu dan tidak biasanya aku terbangun dijam seperti ini.
Aku merasa tenggorokanku sangat kering dan sedikit sakit, mungkin karena kemarin aku terlalu banyak makan es krim hasil sogokannya Mas Sehan agar aku tidak marah lagi kepadanya, yah—aku memang tidak bisa menolak jika diberikan es krim, karena es krim adalah kelemahanku.
Aku mencuci mukaku lalu segera keluar kamar untuk mengambil minum ke dapur, di ruang tengah aku menemukan Mas Sehan yang ternyata sedang menonton bola.
Karena minimnya interaksi dengan Mas Sehan, aku baru tahu ternyata dia masih sama seperti laki-laki pada umumnya, yaitu penyuka bola.
Mas Sehan melirik ke arahku sebentar, sebelum akhirnya memalingkan wajahnya saat aku membalas tatapannya, mungkin dia heran melihat aku yang tidak pernah bangun subuh ini tiba-tiba bangun subuh.
"Tumben sekali," cibirnya pelan sambil menatap televisi, meskipun suaranya sangat pelan tapi aku masih bisa mendengar apa yang dia ucapkan.
"Aku denger loh, Mas." Dengan suara yang hampir hilang aku menyahutinya, tidak enak sekali kalau tenggorokan sakit begini, rasanya aku malas bicara.
Dia menoleh kaget saat mendengar suaraku yang tidak seperti biasanya, "Kenapa dengan suara kamu?"
"Gara-gara kamu!" balasku kesal, memang gara-gara dia kan? Gara-gara dia yang membelikan aku es krim terlalu banyak, sampai-sampai suaraku jadi begini. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah Mas Sehan, salahku juga yang berlebihan mengkonsumsi es krim, tapi karena aku masih marah dengannya, jadi semuanya tetap salahnya Mas Sehan! Ingat, perempuan tidak pernah salah! Kalau perempuan salah, laki-laki lebih salah.
Malas berbicara lebih lanjut dengan Mas Sehan, aku langsung berlalu menuju dapur seperti tujuan awalku, untuk mengambil minum.
Aku berniat membuat teh hangat, siapa tahu tenggorokanku jadi lebih baik dan suaraku kembali normal lagi.
Tanpa kusadari ternyata Mas Sehan menyusulku ke dapur, dia sudah berdiri menjulang di sampingku, tinggi banget sih dia itu.
"Buatkan saya sekalian," ucapnya.
Aku yang sedang sensi dengan Mas Sehan melirik malas ke arahnya, enak aja dateng-dateng main nyuruh orang.
"Aku lagi sakit jangan disuruh-suruh dong!" seruku dengan sewot.
Mungkin sebagai istri aku terdengar lancang dan tidak sopan, tapi mau bagaimana lagi, aku sudah terlanjur sangat kesal dengannya.
Apalagi jika aku teringat dia yang menjual mobil seenaknya tanpa memberitahuku, rasa-rasanya aku ingin menjambak rambutnya! Percuma tampan kalau kelakuannya minus begitu, siapa yang akan tahan dengan sikapnya?
Dia diam saja saat aku menjawab dengan ketus, tiba-tiba saja dia mengambil cangkir ditanganku. Aku mendelik, apa sih dia tuh nggak jelas banget, mana makin hari makin terasa menyebalkan!
"Bikinnya setelah aku dong, Mas. Orang aku yang duluan ke dapur, main ambil aja!" protesku.
"Saya buatkan, kamu istirahat. Katanya sedang sakit kan?" Hah? Aku seketika diam melongo. Bentar, ini maksudnya dia mau buatin aku minum?
Yaampun aku sudah su'udzun saja dengan Mas Sehan, padahal niatnya kan baik, ya Allah ampuni hambamu ini yang sudah berburuk sangka kepada suami sendiri.
"Nggak usah, biar aku sendiri." Walau begitu aku tetap menolak kebaikannya, harus tetap jual mahal dong, jadi orang jangan gampang luluh.
- - -
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Without Dating
ChickLitSehan Adhitya Syahreza, kalau kataku dia itu manusia merangkap batu, terlalu keras dan juga kaku. Bayangkan bagaimana aku harus hidup selamanya dengan manusia semacam itu?! -Rivera Adnan Wijaya