12. Bubur Diaduk vs Nggak Diaduk

1.9K 166 13
                                    

- - -

Memilih mengalah dengan Mas Sehan, aku pergi ke kamar untuk mengganti celana pendek yang tengah kukenakan dengan celana training panjang sama sepertinya.

"Awas komen-komen lagi, ribet kamu Mas." Aku melewatinya dengan kesal.

Dia terkekeh pelan, what? barusan aku tidak salah lihat kan? Dia terkekeh permisaa! Sungguh aneh tapi nyata, aku jadi ngeri, jangan-jangan yang bersamaku saat ini bukan Mas Sehan lagi, tapi jelmaannya.

Masa bodo lah yang penting kan dia nggak dingin-dingin banget kayak kutub selatan, "Mau olahraga apa, Mas?"

"Lari-lari aja, yang penting bergerak nggak rebahan terus." Aku mendengus, bisa-bisanya dia menyindirku begitu.

"Jangan lama-lama ya Mas, nanti capek."

"Iya."

Aku dan Mas Sehan berlari memutari komplek perumahan kami, karna kompleknya tidak besar-besar banget jadi Mas Sehan mengajakku berlari ulang sampai tiga kali.

Ini sudah putaran yang kedua kali tapi aku sudah merasa capek banget, mungkin karna aku jarang olahraga ya jadi cepat lelah begini.

"Masa gitu aja capek?" Mas Sehan berkacak pinggang menatap aku yang duduk di pinggiran jalan sambil ngos-ngosan, aku hampir tepar di tengah jalan kalau tidak istirahat begini.

"Capek Mas, aku gamau lagi deh lari-larian gini," kesalku.

"Ya itu gara-gara kamu jarang olahraga, giliran olahraga sedikit capeknya lebay begitu."

Aku menatapnya semakin kesal, orang capek beneran dibilang lebay, sehari aja dia nggak bikin aku emosi gabisa kayaknya. "Terserah!"

"Yaudah istirahat, saya tungguin." Mas Sehan ikut duduk lesehan di sampingku, nggak peka banget dia, harusnya beliin aku minum kek, dasar nyebelin!

"Kenapa mukamu kusut begitu?"

Males banget aku ngejawab pertanyaan Mas Sehan, udah tau aku lagi kesel malah nanya gitu.

"Orang nanya itu dijawab."

Bodo amat lah, aku nggak peduli biar aja Mas Sehan kukacangin, aku segera bangkit dari dudukku setelah dirasa tidak terlalu penat lagi, meninggalkan Mas Sehan yang masih duduk santai.

"Mau ke mana kamu?" tanya Mas Sehan saat melihatku berdiri.

"Pulang!" sahutku malas.

Entah Mas Sehan ikut pulang juga atau tidak aku nggak tahu karna aku malas menoleh ke belakang, nanti dia kegeeran lagi kalau ku toleh.

Di tengah jalan aku melihat tukang bubur keliling yang tengah melayani pembelinya, aku jadi pengen makan bubur deh, kebetulan dari pagi belum makan apa-apa gara-gara disuruh olahraga sama Mas Sehan.

Tapi aku lupa bawa dompet, gimana dong? Balik ke rumah masih lumayan jauh nanti keburu males, masa ngutang sih?

"Kenapa?"

Aku terlonjak kaget saat bahuku ditepuk seseorang, yang tak lain tak bukan adalah ulahnya Mas Sehan.

"Ngagetin aja sih, Mas!"

"Kamu kenapa berhenti di sini?"

Mumpung ada Mas Sehan aku minta beliin aja sama dia, yaudahlah ya demi mengisi perut kekesalanku sama Mas Sehan ditunda dulu.

"Mas, mau itu dong," tunjukku kepada penjual bubur.

Mas Sehan terlihat menahan senyum, lalu bergumam pelan yang masih bisa didengar oleh telingaku. "Oh, ternyata laper."

"Gara-gara kamu lah aku laper!" sahutku kesal, coba aja dia nggak ngajakin aku olahraga, pasti aku sudah sarapan di rumah.

"Yaudah ayo!" Mas Sehan menarik tanganku menuju penjual bubur, aku bisa jalan sendiri kali, pakai tarik-tarik segala, tapi yaudahlah kapan lagi bisa digandeng sama Mas Sehan? Jarang-jarang loh ini.

"Pak, buburnya dua ya komplit," pesan Mas Sehan kepada penjualnya.

"Kenapa dua, Mas?" tanyaku.

"Satunya buat saya."

"Oh, ternyata laper juga." Aku tersenyum mengejek ke arahnya, dia hanya geleng-geleng kepala malas meladeni aku.

Kami duduk di kursi yang sudah disediakan, beberapa saat menunggu akhirnya bubur kami siap disantap.

"Makasih Pak," seruku kepada penjualnya.

Segera saja aku menambahkan sambal dan juga kecap, tak lupa buburnya diaduk agar tercampur.

Aku menoleh ke arah Mas Sehan yang menyuap buburnya dengan tenang, tanpa ditambahkan kecap ataupun sambal, bubur Mas Sehan bahkan masih belum diaduk.

"Kok nggak diaduk, Mas?"

"Nanti tambah benyek, saya nggak suka."

"Kayak gitu mana ada rasa," cibirku.

"Sama aja, kamu tau buburmu sekarang kayak apa?" Mas Sehan melirik buburku dengan malas.

"Kayak apa?"

Mas Sehan makin mendekat ke arahku, lalu berbisik pelan, "Muntahan kucing."

"Mas ihh!" Mas Sehan kurang ajar, aku jadi kehilangan selera makan.

Mas Sehan malah tertawa ngakak, aku seketika melongo melihatnya, sungguh momen yang langka.

"Saya bercanda, cepat habiskan."

- - -

Btw, kalian tim mana nih? Bubur diaduk atau nggak diaduk? Kalau aku sih dua-duanya bisa😂

Marriage Without DatingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang