Beberapa hari sebelumnya...
Zelan mengunci dirinya di dalam kamar. Ingatan saat di sekolah tadi benar-benar mengacaukan pemuda itu.
Sebuah kilatan balik seorang perempuan yang sedang tertawa riang berkelebat di kepala Zelan, yang kemudian digantikan dengan hal yang selalu menjadi mimpi buruknya.
Pemuda itu duduk di tepi tempat tidur, kaki dan tangannya gemetar hebat, kepalanya pusing, serta ada rasa bergejolak di dalam perutnya.
Zelan berteriak sambil menarik rambutnya keras, lalu melempar barang-barang yang terletak di atas nakas samping tempat tidur. Napasnya memendek, terasa sesak.
Ia menggila, tak bisa menghentikan potongan-potongan ingatan yang mengganggu. Kepalanya serasa akan meledak menerima semua itu.
Sebuah botol gel rambut menggelinding mendekati kakinya, ia menunduk, mengambil benda itu, lalu melemparnya ke sebuah kaca besar.
Pecahan kaca berjatuhan ke lantai bersamaan dengan teriakan Zelan yang kembali menggema. Setelahnya ia duduk di lantai, menyembunyikan wajah di lutut sambil berusaha mengenyahkan semua kilatan balik yang menyerang kepalanya.
Setelah cukup lama, Zelan mengangkat kembali wajahnya. Ia terlihat lelah. Padahal ini baru pukul delapan pagi. Perutnya semakin berulah, ia ingin muntah. Dengan tubuh masih bergetar, ia berjalan sempoyongan menuju kamar mandi.
Ia tak akan kalah. Sakit seperti ini sudah biasa ia lalui.
Zelan langsung kembali ke rumah setelah merasa kesal dengan gadis yang menjadi teman semejanya. Ia tahu tak akan ada orang yang mau mengalami gangguan kepribadian. Dan kata-kata sepele gadis itu membuatnya sangat kesal. Kalau saja bukan karena ia melihat wajah seseorang, dapat dipastikan Zelan akan langsung merobek buku sial itu.
***
"Ze, aku mau kita putus!"
Zelan masih diam. "Apa?" tanyanya, merasa apa yang baru ia dengar tadi hanyalah halusinasi semata.
"Kita putus, Ze!" seru gadis itu tegas.
Zelan tergagap. Tak mampu mengeluarkan kata-kata. Rasanya ini tak nyata, hanya bagian dari mimpi buruk yang sering ia alami.
"Nggak-nggak." Pemuda itu tertawa kencang yang malah terdengar pilu. "Gimana bisa sekarang gue mimpiin hal gak guna kayak gini?" Zelan menggelengkan kepalanya seraya memutar badan. Ia berjalan menjauh dari gadis itu. Namun Vivian menarik tangannya.
"Ini bukan mimpi, Zelan! Kamu harus berhenti hidup kayak gini. Aku udah capek. Aku gak bisa sama kamu lagi."
Zelan kembali berbalik, melihat tak percaya gadis yang sangat dicintainya. Bagi Zelan, Vivian adalah salah satu alasan terkuatnya masih bertahan di dunia ini. Dengan gemuruh hebat di dada, Zelan menampar kencang pipi kiri-kanannya bolak-balik.
"Stooop!" Vivian berteriak kesal, merasa muak dengan tingkah orang di depannya.
Zelan pun menghentikan aksinya. Menatap gadis di hadapannya depan sorot menyedihkan.
"Kamu yang kayak gitu yang buat aku gak tahan. Sedikit-sedikit kamu meledak-ledak. Beberapa hari lalu juga gitu 'kan? Kamu bahkan ninggalin aku di sekolah dan pulang tanpa alasan yang jelas. Dan setelahnya gak ada kabar selama berhari-hari. Aku gak kuat lagi. Kamu itu aneh! Lemah!" Gadis itu memalingkan muka.
Dengan gundah Zelan menangkup tangan Vivian di dadanya. Ia tak peduli dengan perkataan gadis itu yang menyebutnya aneh atau apa. "Vi, kamu gak serius 'kan? Kamu pasti tahu aku sayang banget sama kamu." Wajah pemuda itu pias, penuh ketakutan. Layaknya seorang pecundang yang hendak dibuang, ia terus memohon, "Vi, aku gak bisa hidup tanpa kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence (Tamat)
Novela JuvenilLENGKAP DI NOVELTOON Peddie High School Series #1 Pada umur yang sangat muda, Zelan melihat sendiri orang yang sangat disayanginya terjatuh dari ketinggian tepat di depan matanya. Tubuh orang itu remuk dan mengeluarkan banyak darah dari sela-sela ku...