Sudah dua hari ini Nami menghafal dialog dari naskah drama kelompoknya. Ia bahkan membawa naskahnya ke mana-mana---termasuk kamar mandi. Mau bagaimana lagi, ia sudah menerima untuk menjadi Juliet yang dialognya berjibun. Apalagi besok mereka akan mulai latihan.
Sampai saat ini, Nami sudah menghafal semuanya. Dan untuk lebih membantunya dalam berakting, gadis itu men-download film Romeo dan Juliet. Namun Nami tak men-download semuanya. Kuota-nya tak mencukupi. Jadilah ia hanya mengunduh bagian, yang kata Rechel, adalah bagian paling populer dan favorit gadis sipit itu---balcony scene.
Dengan raut serius Nami memerhatikan layar laptopnya. Walau pakai bahasa Inggris, ia dapat memahaminya dengan baik. Meski terkadang ada kata-kata yang asing di telinganya. Kemampuan bahasa Inggris Nami meningkat tajam sejak pindah ke Peddie.
Gadis itu mulai terlarut dalam cerita, meski baru dua menit ia menontonnya. Sampai beberapa saat kemudian, ia menutup keras layar laptop di depannya sambil mengumpat, "Asem."
Ada kissing scene-nya.
Nami bukannya sepolos itu sampai tak pernah melihat adegan seperti itu di drama Korea yang ia lihat. Namun bayangan ia yang menjadi Juliet dan Zelan yang menjadi Romeo membuat gadis itu tak nyaman.
"Kak, bantu Ibu anter ayam sana!" teriak Nara dari balik pintu mengagetkan Nami.
"Iya."
Nami meninggalkan benda itu begitu saja dan beranjak keluar kamar.
***
Kelompok Nami jadi yang pertama melakukan latihan. Tentu itu tak lepas dari Rechel yang terlalu bersemangat untuk menulis naskah drama, jika tidak, mereka juga pasti masih sibuk mencari dan membuat naskah seperti kelompok lain.
Mereka berdelapan latihan di ruang Klub Teater di lantai tiga gedung sekolah. Ruangan itu sebenarnya auditorium lama yang sudah disulap seperti gedung teater untuk kelas profesional.
Klub Teater biasanya melakukan latihan hanya pada hari Jumat jika tak ada acara yang mengharuskan mereka tampil. Jadi, mereka bisa memakai gedung itu lebih sering, walau nantinya juga akan berbagi dengan kelopak yang lain.
Dan sedari tadi, setiap anggota merasa terbebani dengan kehadiran Zelan. Pemuda itu memang pemeran utama, tapi kebanyakan berpendapat jika ia lebih baik tak ada. Apalagi sejak tadi Zelan berakting tak bersungguh-sungguh. Wajahnya datar dan dingin terus.
"Zelan, muka lo bisa dikasi ekspresi dikit gak?" sindir Clarissa yang merupakan orang paling berani di kelompok.
Semua orang diam dan menunggu sambil memerhatikan bagaimana reaksi Zelan akan sindiran tersebut.
"Gue gak mau jadi pemeran utama. Capek," balas Zelan cuek.
Yang lain masih diam---masih efek dari takut Zelan. Meski sedikit bernapas lega karena Clarissa tidak apa-apa. Mereka kira mungkin Zelan akan membentaknya lalu memasukkan gadis itu ke dalam peti---yang biasa dipakai dalam drama Snow White---kemudian menguburnya hidup-hidup. Kejam. Tapi siapa tahu? Zelan bisa senekat itu, bukan?
"Kalo gitu gue aja. Gue mau kok jadi Romeo." Dio memandang Nami tepat saat mengatakan "Romeo" tentu diiringi dengan senyum di pipi berlesungnya.
Nami membalas tersenyum tipis, tak ingin terlihat berlebihan.
"Gak jadi. Gue mau jadi Romeo," putus Zelan cepat.
Anggota yang lain terperangah, lebih-lebih Clarissa yang cepat naik darah. "Kalo elu mau jadi Romeo...," gadis itu berucap dengan nada rendah penuh peringatan, "lu harus serius. Mukanya kasi, paling enggak, dikit... aja ekspresi, oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence (Tamat)
Novela JuvenilLENGKAP DI NOVELTOON Peddie High School Series #1 Pada umur yang sangat muda, Zelan melihat sendiri orang yang sangat disayanginya terjatuh dari ketinggian tepat di depan matanya. Tubuh orang itu remuk dan mengeluarkan banyak darah dari sela-sela ku...