Bravo

652 80 1
                                    

Hari ini Jimin tidak masuk sekolah. Alasannya, dirinya merasa tidak enak badan, terutama hatinya ini yang tidak bisa diajak kompromi.

Kemarin sore ayahnya memergoki Jimin menangis sambil menuntun sepedanya yang bocor. Ayahnya mengira gara gara ban nya bocor anak kesayangannya menangis. Namun tidak, Jimin merasa kesal sekali sore itu sampai dirinya mau merusak sepedanya sendiri.

"Mau makan apa kamu Jim?" Tanya ayahnya yang duduk menemani putranya di ruang keluarga. Jimin sedang menonton acara kartun tetapi pandangannya kosong.

"ayah tidak kerja?" tanya Jimin kemudian. Tatapannya lurus kedepan.

"Ayah menemanimu. Sekali sekali cuti bersama putra ayah yang juga jarang berada dirumah ini" Ayahnya mengacak acak rambut putranya.

"Kenapa ini rasanya sakit ayah?" Jimin menunjuk hatinya sendiri.

Ayahnya menatap Jimin iba.

"Terkadang memang begitu" Kata ayahnya kemudian.

"Ayah pernah sakit hati?" Tanya Jimin memalingkan padangannya ke wajah ayahnya yang sudah mulai berkerut karena usia.

Ternyata ayahku sudah hampir tua. Rambutnya juga sudah agak memutih sedikit.

"Pernah" Jawab Ayahnya yang memandang putra semata wayangnya. Merangkulnya dalam dekapan.

"Kapan?" Jimin mendaratkan kepalanya pada dada bidang sang ayah. Sesekali menghirup aroma tubuh ayahnya yang tidak selalu dirumah untuk menemaninya saat waktu libur.

"Ayah pernah merasakannya dua kali. Saat ditolak cinta pertama dan saat cinta terakhir ayah tiada" Ayah menciumi puncak kepala putranya membagi kasih sayang yang jarang dilakukan bila keduanya ada dirumah.

"Bagaimana melupakannya? Itu pasti sangat tidak mudah bukan?" Jimin sesekali memandang wajah ayahnya.

"Jimin, terkadang kita harus bergerak maju dan meninggalkan yang sudah berlalu. Tapi bukan berarti kita bisa dengan mudahnya melupakan masa lalu itu. Malah seharusnya kita menjadikan masa lalu itu sebagai pelajaran," Ujar Ayahnya dengan lembut. Jimin merasa agak lega dengan ucapan ayahnya walaupun hatinya masih sakit.

"Tapi bagaimana jika yang lalu itu sakit ayah? Apakah masih pantas untuk dijadikan pelajaran?" Tanya Jimin air matanya lolos. Ayah mengusapnya perlahan.

"Dalam kehidupan kita dituntut untuk bergerak maju. Mendapatkan ujian dari tuhan, lalu mendapatkan pelajaran dari ujian yang diberikan oleh tuhan tersebut. Dari kasus yang kamu alami, kamu bisa belajar untuk lebih mengerti perasaan. Ungkapkan saja terus terang tanpa menunggu ini itu, tanpa dipendam. Jangan sekali kali memendam perasaan, itu akan membuatmu lebih sakit" Jelas ayah. Jimin hanya mengangguk anggukan kepalanya. Sebenarnya masih banyak hal yang ingin ia tanyakan dan bicarakan pada ayahnya.

"Bagaimana jika ditolak yah?"

"Setidaknya orang itu tau bahwa ada orang yang mencintainya, dan dia akan merasa 'wah aku disukai, wah aku ternyata dicintai' jangan menyerah, Jim. Bisa saja orang itu sedikit demi sedikit akan membuka hatinya untukmu. Dan itu akan membuatmu lega bila kamu sudah mengungkapkannya. Jangan menunggu waktu. Kita itu yang menentukan waktu" Ayahnya tersenyum diakhir kalimatnya.

"Apakah aku harus mengungkapkannya, yah?" tanya Jimin ragu ragu. Dirinya yakin, bahwa sudah terlambat untuk memberitahukan perasaannya pada Jungkook.

"Boleh, tapi kamu tahu 'kan, ada resikonya saat kamu mengungkapkannya pada Jungkook. Jika itu membuatmu merasa lega, maka lakukanlah tapi dengan memikirkan resikonya"

"Iya ayah. Resikonya aku bisa dibogem Taehyung dan lebih buruknya dikeluarkan dari eskul futsal" Jimin mengucrutkan bibirnya.

"tidak juga. Taehyung sepertinya anak yang baik. Dia selalu mampir ke kantor ayah untuk mengantarkan bekal ayahnya," Bela ayahnya.

"Ayaaah.." Rengek Jimin tak terima Taehyung lebih baik darinya.

"hehe.. tidak tidak. Kamu tetap anak ayah yang terbaik" Puji ayahnya lalu memeluk Jimin dengan erat.

"Jalan jalan yuk yah" Ucap Jimin. Ayahnya sontak melepaskan pelukannya. Kaget dengan apa yang baru saja terjadi. Dengan cepatnya mood Jimin berubah.

"Ayo. Kamu mandi dulu sana" Suruh ayahnya. Jimin menurut

"siap" Dirinya langsung berdiri dan meninggalkan Ayahnya yang duduk sambil tersenyum menatapnya. Jimin berjalan dan sesekali membuat gestur aku cinta ayah. Ayahnya hanya terkekeh geli dengan tingkah laku putranya.

Perasaan jimin sudah lega sekarang. Walaupun masih agak galau.

***

3 September 2018

Pasific Oceans •| YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang