Lima

413 73 4
                                    

Keesokan harinya saat Jimin bangun dari tidurnya, Ayah sudah tidak ada dirumah. Pagi pagi sekali beliau berangkat kerja.

Jimin menemukan sticky notes yang tertempel di kulkas.

"Ayah tinggalkan makananmu di dalam lemari makan. Karena jika ayah meninggalkannya di meja makan, ada kucing yang mengambilnya nanti. Oh iya, Jim ayah pinjam mobilmu ya. Kalau tidak dipakai nanti mesinnya rusak. Kamu kan biasanya naik sepeda, nah berhubung sepedamu rusak, kalau mau naik mobil, audi r8 ayah ada digarasi kok. Kuncinya di atas kulkas. Ayah kerja dulu ya, cari uang untuk masa depan anak ayah"

"Jadi ini surat? Ayahkan bisa SMS atau telfon saja." omelnya sendiri. Jimin duduk dan makan di ruang keluarga. Hari ini dia mengurungkan niatnya untuk bolos sekolah karena membaca kalimat;

Ayah kerja dulu ya, cari uang untuk masa depan anak ayah.

Ia tak enak hati untuk membolos hari ini. Toh, pulang sekolah Ia masih sempat berkunjung 'kan?

Usai makan, Jimin melirik jam yang menempel di dinding dapur.

Hah masih jam 6. Masih ada waktu untuk bersiap siap sebelum jam 7.15.

Jimin memantapkan hatinya untuk masuk sekolah. Walau isi pikirannya menyuruhnya untuk pergi ke pasific oceans, memikirkan Yoongi yang kemungkinan sibuk dengan pekerjaannya; menjadi pelatih lumba-lumba.

Ah, kenapa Ia jadi sering memikirkan Yoongi?!

***

Tepat jam 6.40 Jimin sudah selesai bersiap siap. Ia mengambil backpack birunya, kacamata hitam dan kunci mobil audi r8 milik ayahnya. Lalu ia letakkan kunci tersebut didalam tasnya.

Dirinya tak ada niatan untuk menggendarai mobil ke sekolah sekalipun. Nanti banyak yang ngiri. Apalagi bila mobil itu adalah audi R8. Bisa heboh satu sekolah gara-gara Jimin—yang biasanya naik sepeda tiba tiba naik Mobil Audi R8 ke sekolah. Dan Ia tak ingin hal itu terjadi.

Jimin kemudian mengunci rumahnya dari luar, mengunci gerbang setelah itu Ia menghampiri ojek online yang di pesan olehnya setelah mandi tadi.

Ojek Online itu berhenti lumayan jauh dari rumah Jimin. Sekitar 10 atau 12 meter. Jadi harus berjalan dengan sedikit berlari.

"Dengan Jimin?" Tanya pengemudi ojek onlinenya.

Jimin yang tadinya menunduk untuk sekedar bernafas langsung menegakkan kepalanya mengangguk. Menghadap driver ojek tersebut.

Drivernya seorang wanita. Nafasnya bau rokok campur alkohol.

Jimin bisa menciumnya. Indra penciumannya masih normal. Ia ingin meng cancel nya tapi tidak nyaman. Wanita tersebut mengandung bayi. Sekitar 2 atau 3 bulan jika dilihat dari ukuran perutnya. Masih muda. Ia menyerahkan Helm pada Jimin. Dirinya terseyum kala melihat Jimin yang sedang menerima helm dengan menatapnya dengan tatapan iba, Jiminpun membalas senyumannya.

"Ayo" Ajak Wanita tersebut dengan ramah agar Jimin segera naik.

Jimin segera mengenakan helm yang di sodorkan tersebut, helmnya memiliki bau wangi bunga dan buah buahan. Lalu naik ke boncengan motor.

***

Saat diperjalanan menuju sekolah Jimin, mereka berdua hanya diam saja. Enggan membuka pembicaraan. Hingga suara Jimin terdengar beradu dengan suara deru mesin dan angin yang berhembus.

"Apa tidak apa apa?" Tanya Jimin dengan mengeraskan suaranya, agar yang diajak berbicara mendengar.

"Apanya?" Balas lawan bicaranya.

"Em.. Itu anak ibu" Ujar Jimin dengan hati hati.

"Tidak apa. Sudah biasa," Kata Wanita itu dengan santai. "Ngomong omong, jangan panggil aku bu atau tante. Panggil saja Noona" lanjutnya.

"Jadi namanu Noona?" Tanya Jimin membuat atsmosfer menjadi lebih santai.

"Bukan. Namaku suran" Ucap Suran dengan sedikit terkikik.

"Ah, ya. Suran Noona" Imbuh Jimin lalu terkekeh pelan.

"Nah begitu baru Bagus,"

"Kenapa kau yang bekerja?" Jimin sangat penasaran. Mengapa wanita yang sedang hamil muda dibiarkan bekerja. Menjadi ojek online pula.

"Ayahnya sedang bekerja. Kami sedang mengumpulkan uang untuk biaya persalinanku dan juga biaya untuk menikah" Suran tak keberatan menceritakan alasannya bekerja dan ini adalah hal yang lumayan sensitif. Ia menganggap Jimin seperti adiknya sendiri. Karena teringat adiknya yang telah tiada karena penyakit kanker.

"Ia tidak memintamu berdiam dirumah?" Tanya Jimin lagi. 

"Ini kemauanku sendiri. Tentu saja memintaku berdiam diri. Tapi aku sangat suntuk" Jelas Suran dengan sedikit berteriak karena terdengar suara klakson truck yang sangat keras. "Kau ini kepo sekali ya" Omelnya kemudian.

Jimin Tersenyum tipis menanggapinya. "Maaf. Aku hanya teringat ibuku" Tukasnya kemudian.

"Memang Ibumu kenapa?" Tanggap Suran.

"Sudah tiada" Jawab Jimin.

"Oh, maafkan aku. Aku sungguh tak tahu. Aku turut berduka ya nak"

"Kau bilang jangan panggil dirimu bu atau tante, tapi kau sendiri memanggilku nak" Rajuk Jimin saat motor yang dikendarainya bersama suran melambat lalu berhenti tepat di depan pagar  sekolahan. 

Jimin turun memberikan Helmnya pada Suran.

"Hehehe. Kalau begitu khusus untukmu tak apa memanggilku 'Ibu'" Ucap Suran dengan nada lembut dan seulas senyum. Ia mengambil helm yang di sodorkan oleh Jimin.

Jimin tersenyum riang. "Baiklah. Terimakasih Ibu Suran semoga Ibu bersama adik bayinya sehat selalu" Setelah mengucapkan kalimat tersebut Jimin menyerahkan selembar uang dengan nominal yang sangat besar.

Suran tak enak hati. "Maaf, aku tak memiliki kembaliannya" 

"Ah, Kembaliannya untuk Ibu saja" Ucap Jimin tak keberatan sama sekali. Toh hidupnya juga sudah lebih dari cukup.

"Oke. Kalau begitu, sekolah yang pintar ya! Orang tuamu pasti bangga memiliki anak yang ramah dan baik sepertimu apalagi Ibumu. Salam untuk keluarga ya nak" 

Jimin yersenyum menanggapinya. Senyum yang sangat bahagia.

"Boleh 'kah?" Tanya Jimin sembari menunjuk perut suran. 

Suran mengangguk "tentu"

Jimin mengelus perut suran dengan lembut dan hati hati. "Semoga kau tumbuh dengan sehat" Bisik Jimin, membuat suran tersenyum geli.

"Baiklah kalau begitu, terimakasih banyak Jimin" Kata Suran yang sudah bersiap untuk beranjak dari tempatnya sekarang.

"Terimakasih kembali. Dan hati hati dijalan!" Jimin melambaikan tangannya saat Suran sudah pergi dengan Motornya.

***

31 Desember 2018

Pasific Oceans •| YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang