CHAPTER 10_BURNING KOOKIE

2.8K 376 0
                                    

Jennie masih asyik bermain dengan pipi Rosé sebagai aksi balas dendamnya hari ini. Sementara gadis itu sudah menyerah untuk meronta. Ia mencoba untuk meminta tolong kepada Jisoo. Namun, gadis itu justru mendukung Jennie. Ah, jangan tanya Lisa, ia memang paling senang melihatnya menderita.

"Eonnie ... aku kan sudah minta maaf." Rosé mencoba bersuara. Terdengar lucu karena bibirnya yang tidak sepenuhnya terbuka.

Jennie melepas pipi gadis di sampingnya, membiarkan yang empunya bernapas lega untuk sejenak. Ia melirik Rosè dengan tatapan setajam silet yang hanya dibalas gadis itu dengan senyum. Persis iklan pasta gigi.

Keempat gadis itu seolah tidak menyadari masih ada tujuh pemuda lain di tempat ini. Mereka kompak menonton. Sesekali saling pandang dengan senyum misterius. Terlebih Jimin yang terlihat paling bahagia. Tentu saja setelah mendengar penuturan Rosè, rasanya ia mendapat kekuatan lain. Bagaimana tidak? Rosè yang polos mengatakan bahwa Jennie juga menyukainya.

"Noona! Berhentilah bermain dengan pipi Rosé."

Semua menoleh ke sumber suara. Termasuk Rosé yang masih mencoba menetralkan panas di pipinya. Sementara yang ditatap hanya membalas dengan mengangkat kedua alis.

"Jeon Jungkook ... apa kau marah aku memainkan pipi Rosé seperti ini?" ujar Jennie seraya kembali memainkan pipi Rosé.

Jungkook menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Anieyo ... seharusnya kalau memang kau tidak menyukai Jimin. Kau tidak harus membalas Rosè seperti itu."

Dasar pasangan kurang ajar! Teriak Jennie dalam hati.

Jennie terdiam. Ia berhenti memainkan pipi Rosè. Gadis itu dan Jungkook saling pandang. Sementara Jisoo diikuti Lisa juga mengangguk paham. Dan, keenam pemuda yang lain tak terkecuali Jimin juga tengah menunggu jawaban Jennie.

"Yang benar saja, aku tidak menyukai Park Jimin. Dengar itu?"

Jimin terkekeh. "Kalau kau tidak menyukaiku, kenapa pipimu memerah seperti itu?"

Cukup lama gadis itu hanya melongo. Sudah tidak dapat lagi mengelak. Hingga memutuskan meminum sisa sodanya dengan rakus. Berusaha menetralkan wajah mememerahnya. Ya, memang benar ia menyukai Jimin. Tentu saja begitu, salah siapa pemuda itu selalu mengganggunya dengan mengatakan hal-hal manis. Oh, juga jangan lupakan lagu yang pernah dipersembahkan untuknya seorang pada malam festival musim semi tahun lalu.

"Ya, ampun. Kenapa aku harus berteman dengan kalian semua!" gerutu Jennie sembari bangkit meninggalkan kerumunan itu. Tanpa ia tahu, justru membuat mereka semua saling pandang. Masing-masing melayangkan senyum penuh arti.

***

Sore ini jadwal mereka kembali berlatih. Sebenarnya ini hanya usulan Jennie belaka. Gadis itu masih kukuh menolak kenyataan bahwa ia menyukai Jimin. Jadi, dengan menyarankan untuk kembali berlatih, ia berharap kejadian beberapa jam lalu tidak lagi dibahas. Walaupun tetap saja, sebenarnya ide ini cukup buruk. Mengingat pemuda itu juga pasti akan hadir.

Jungkook berjalan tak jauh di belakang Rose. Gadis itu nampak bersemangat. Padahal baru beberapa menit lalu selesai mengeluh tentang keadaan pipinya yang belum membaik. Masih beruntung ada dirinya yang memberinya kompres air dingin. Sebenarnya itu hanya minuman cola dingin.

"Kenapa kau semangat sekali?" tanya Jungkook penasaran. Pertanyaan yang sudah ia simpan sejak mereka keluar dari kafe langganan Jungkook.

"Karena kata oppa, temanku dari Australia akan datang ke mari," timpal Rose dengan senyum semringah.

"Oppa? Memangnya kau punya kakak?" Jungkook ikut berhenti saat melihat gadis itu juga berhenti.

Rose tertawa hambar. "Maksudku, oppa ... eng ... oppa sepupuku, ya ... sepupuku."

Pemuda itu mengernyit. Jelas sekali ia tidak puas dengan jawaban Rose. Terlebih nada bicaranya sangat mencurigakan. Lagipula, sejauh yang ia tahu, gadis itu sama sekali tidak pernah menceritakan asal-usulnya. Ah, memang benar. Rose memang tidak pernah menceritakan apapun. Bahkan baik Lisa yang duduk di seberang mereka tidak tahu apapun. Padahal kalau dilihat, Rose sudah cukup lama di Korea.

"Oppa!"

Rose menghambur memeluk pemuda yang kini melambai ceria ke arahnya. Tanpa mempedulikan wajah-wajah melongo semua penghuni ruang latihan. Juga, tatapan tajam Jungkook yang masih berdiri tepat di belakangnya.

"Chaeng-ie ... aku merindukanmu."

Chaeng-ie? Aku merindukanmu?! Teriak Jungkook dalam hati. Matanya memindai dari atas sampai bawah pemuda di depan sana. Ia seperti nampak berusia hampir tiga puluhan dengan wajah awet muda dan tinggi yang hampir sama dengannya. Gayanya jelas sekali dia adalah manusia berkelas. Lihat saja dari jam tangan Rolex yang dikenakannya. Juga tidak lupa beanie Gucci keluaran terbaru mirip dengan milik Jennie.

"Rose, aku tidak tahu kau ternyata mengenal Pelatih Kwon," celetuk Jennie dengan mata berbinar. Ah ya, pemuda itu adalah Kwon Ji Young. Pelatih mereka yang baru.

"Tentu saja, Ji Young-oppa yang dulu mengajariku bernyanyi," timpal Rose bersemangat. "Oppa, apa kau sempat bertemu ayahku sebelum ke mari?"

Pemuda itu hampir menjawab sebelum pintu kembali dibuka. Chanyeol dan Jihyo muncul bersama. Dengan setumpuk buku di tangan masing-masing. Dasar murid tahun terakhir, kasihan sekali mereka harus mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi dan sederet ujian yang lain.

"Chanyeol-ah!" sapa Ji Young ramah. Namun, tidak dengan Chanyeol yang hanya terbelalak kaget. Ia sedikit melirik adiknya dan mendapati Rose mendelik ke arahnya.

"Oppa, aku ingin berbicara sesuatu denganmu!" ucap Rose yang lebih mirip dengan berteriak. Tanpa meminta ijin terlebih dahulu, ia meraih tangan Ji Young dan membawa pemuda itu keluar. Menimbulkan tatapan aneh dari semua yang ada di dalam sana. Tak terkecuali Jungkook yang kini hanya menatap kepergian mereka dengan mata tajam.

"Memangnya ada hubungan seperti itu antar pelatih dan muridnya, cih!" gerutu Jungkook yang ditangkap oleh Taehyung.

Pemuda itu meraih pundak Jungkook seraya tersenyum jahil. "Aku yakin hatimu sedang terbakar sekarang."

"Siapa yang terbakar! Siapa?!" elak Jungkook. Mencoba menyingkirkan tangan Taehyung dari pundaknya.

Rose mengajak Ji Young ke ujung koridor. Tempat yang dirasa aman untuk memberitahu semuanya kepada pemuda itu. Dengan napas tersengal ia mulai menjelaskan semua yang terjadi. Mulai dari kisah pertemanannya yang tidak pernah berjalan mulus, sampai dengan ekspresi kaget Chanyeol setelah ia memanggilnya tadi.

"Jadi, maksudmu kau dan Chanyeol sedang berakting tidak saling mengenal. Begitu?"

Rose mengangguk lemah, sorot matanya meredup. "Aku yang memaksa oppa melakukannya, sebenarnya aku tidak mau. Tapi, aku tidak ingin kehilangan sahabat-sahabatku lagi sekarang."

Ji Young mengelus lembut kepala gadis itu. Seraya tersenyum penuh arti. Sebenarnya ia juga mencegah Rose yang sudah hampir akan menangis. Gadis itu masih sama ternyata. Masih tetap rapuh di balik wajahnya yang selalu tersenyum.

"Chaeng-ie ... dengarkan aku. Sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri. Berhentilah bersembunyi, oppa yakin mereka juga menyayangimu."

= Falling For You =

[END] FALLING FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang