Chanyeol berlarian di koridor sembari membawa bekal makannya juga sekotak susu pisang. Tentu saja ia melakukannya setelah memastikan tempat itu masih sepi. Beruntung hari masih terlalu pagi. Sebenarnya ia melakukan ini untuk Rosé. Adiknya itu belum sarapan, karena ia yang menyuruhnya berangkat pagi bersama.
"Chaeng-ah, makan dulu sarapanmu."
Mata Chanyeol terbelalak ketika melihat wajah adiknya pucat pasi. Gadis itu juga sedang berkutat dengan lap. Membersihkan noda tinta spidol di atas meja. Saat ia mendekat, nampak sekali gadis itu sudah menangis.
"Oppa, cepat kembali ke kelasmu, nanti mereka akan melihat." Rosé berusaha untuk menyembunyikan suaranya yang bergetar.
"Biar saja, semua orang harus lihat bahwa kau adalah adikku," Chanyeol mengambil alih meja kotor itu, ia mengelapnya dengan kasar. "Mereka sudah sangat keterlaluan!"
Rosé mengembuskan napas panjang dan kasar. "Kalau begitu, kau sama saja ingin melihatku kembali sendiri."
Tangannya berhenti lalu beralih menatap adiknya. Ia tahu apa yang sudah terjadi. Appa sudah menceritakan semuanya. Gadis itu tidak memiliki seorang teman pun saat masih di Australia. Itu juga menjadi alasan kenapa Rosé kembali ke Korea.
Ia meraih pundak Rosé, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Maafkan aku."
Rosé menangis sejadinya di pelukan sang kakak. Ia menumpahkan segala kemarahan sekaligus kesedihannya pagi itu. Ah, andai saja ia cukup berani untuk mengakui siapa Chanyeol sebenarnya. Andai saja ia tidak ketakutan akan bayang-bayang kesendirian seperti dulu. Dan, andai saja ia hanya terlahir menjadi gadis biasa tanpa adanya Chanyeol sebagai kakaknya, atau Park Seo Joon sebagai ayahnya.
Kejadian pagi itu cukup membuat Rosé termenung. Mengabaikan Jungkook yang sudah setengah mati menggodanya. Pemuda itu bahkan sampai menyuruhnya ke sana-ke mari. Membelikan americano sampai mengerjakan tugas kimia yang masih dikumpulkan minggu depan.
Seperti saat ini, saat pertanyaan kelima masih Rosé kerjakan. Pemuda itu malah memandanginya tanpa berkedip. Ia juga mengacak rambut gadis itu. Cukup lama hingga akhirnya Rosé menggebrak meja cukup keras.
"Ya, Jeon Jungkook! Tidak bisakah kau diam!"
Bukannya takut, Jungkook justru tersenyum. Jujur saja, menurutnya Rosé nampak begitu lucu saat marah seperti itu. Terlebih setelah mengenal gadis itu, baru pertama kali ia melihatnya marah dengan pipi menggembung seperti tadi.
Ia kemudian tertawa begitu keras, mengabaikan seisi kelas yang menatap ke arahnya. Ah, ya, hari ini memang kosong. Sedang ada rapat dewan terkait agenda akhir tahun yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Sekaligus menurut kabar burung yang beredar, akan pemeriksaan langsung oleh Tuan Park. Yang tentu saja berhasil membuat guru-guru kalang kabut. Pasalnya, pria itu terkenal tidak pandang bulu terhadap siapapun.
"Berhentilah tertawa Jungkook, kau membuat telingaku sakit." Lisa yang merasa terganggu akhirnya angkat bicara yang langsung diangguki oleh Rosé dengan cepat.
"Kalau begitu, bilang pada temanmu ini untuk tidak mendiamkan pria tampan sepertiku."
Lisa memasang wajah ingin muntah, berikut dengan Taehyung dan Jimin yang berada di depannya. Gadis itu bangkit bersama dua orang yang senang sekali menghabiskan waktu di kelasnya jika jam kosong tiba. Mereka keluar setelah mencibir secara terang-terangan kepada Jungkook.
"Jadi, kau masih bisa tertawa juga." Jungkook melempar senyum mautnya kepada Rosé saat gadis itu tengah tertawa di sampingnya.
"Sudahlah, lebih baik kita ke kantin saja, aku yakin Taehyung dan yang lainnya sudah berada di sana." Rosé berdiri setelah memasukkan buku-bukunya ke dalam laci.
"Tunggu dulu, kenapa dari sekian nama kau hanya mengingat Taehyung?" Jungkook memasang wajah penuh tanya.
"Memangnya kenapa? Apa aku tidak boleh menyebut nama Taehyung?"
"Bukan begitu, kau seharusnya menyebut namaku daripada nama alien aneh itu."
"Ya ampun, kau kan masih di sini? Kenapa juga harus menyebut namamu."
"Ya sudah, kalau begitu kenapa kau tidak menyebut nama Jisoo noona saja, Jennie noona juga boleh."
Rosé yang sudah bosan dengan ocehan Jungkook sepanjang koridor kemudian berhenti, ia menatap Jungkook yang masih saja memasang wajah polos di sana. "Daripada kedua orang itu aku lebih suka menyebut nama Yoongi-oppa." Gadis itu kembali berjalan tanpa mempedulikan Jungkook yang tengah bersungut di belakang sana.
"Ya, Roséanne Park! Sejak kapan kau menyebut Yoongi hyung 'oppa'?!"
"Memangnya kenapa? Aku bebas memanggilnya oppa, bukan?"
"Tetap saja, kau saja tidak pernah memanggilku oppa."
Rosé kembali berhenti, rasanya ia ingin memukul kepala pemuda itu menggunakan palu milik Thor. "Kau itu lebih muda dariku, Jungkook! Seharusnya kau yang memanggilku noona."
"Cih! Enak saja, hanya beberapa bulan saja."
"Ya, sudah! Kalau begitu lebih baik kau diam saja, aku sudah bosan mendengar ocehanmu."
Tanpa sadar mereka saling melempar argumentasi bahkan ketika sampai di kantin. Hampir seluruh penghuni tempat itu kompak menoleh ke arah mereka berdua. Tak terkecuali dengan sembilan orang yang sudah berkumpul di satu meja panjang. Benar-benar membuat gaduh.
"Ku rasa mereka seharusnya berkencan saja," celetuk Namjoon yang masih berusaha mengunyah makan siangnya.
"Mungkin Jungkook masih main tarik-ulur," Jin menimpali. "Aigoo, lihatlah. Mereka sangat manis."
"Seperti kita?" Jisoo yang berbicara, ia tersenyum manis yang dibalas Jin dengan mengusap kepalanya lembut.
"Ya! Kalian berdua, berhentilah bermesraan di depan kami. Menjijikkan." Jennie menimpali dengan wajah dingin khas miliknya.
"Kalau begitu, mari kita berkencan."
Perkataan Jimin barusan sontak membuat seluruh penghuni meja itu terdiam. Bukan hanya Jennie yang langsung berhenti mengunyah. Melainkan Taehyung dan yang lainnya yang kompak melongo. Ia memang terkenal sudah menyukai Jennie sejak lama, namun baru pertama kali ini pemuda itu mengatakan hal itu.
"Wae? Apa aku mengatakan hal yang salah?" Jimin masih belum sadar dengan apa yang ia katakan.
"Ya! Park Jimin! Kau membuat Jennie-ku terkejut." Jisoo mengusap pelan punggung gadis itu.
"Ya, seharusnya kau mengatakan dengan romantis, kenapa harus di sini?" Lisa yang sudah bersiap dengan ponselnya terlihat cukup kesal. Bagaimana tidak, ia yang sudah menunggu momen bersejarah untuk Jimin dan Jennie harus mendengar kata-kata keramat itu saat mereka tengah makan siang.
"Jimin-ie, bukankah aku sudah bilang untuk mengatakannya di taman atau di atap? Kau itu bagaimana, kenapa malah mengatakannya di sini." Hoseok mengusap wajahnya frustasi.
"Dasar bodoh." Kali ini Yoongi yang menimpali, wajahnya benar-benar mengatakan betapa bodohnya Jimin.
Jennie terdiam cukup lama, ia mencoba untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Sebenarnya ia sangat ingin tersenyum, tapi tetap saja ego di dalam hatinya terlampau kuat. "Ya! Park Jimin! Kau membuat mereka terkejut."
"Memangnya kenapa?"
"Bukankah kau juga menyukai Jimin, eonnie?"
Semuanya terkejut dan mendapati Rosé tengah berdiri sembari tersenyum. Gadis itu sepertinya hanya mendengar sekilas tanpa menyadari bahwa sedari tadi Jennie tengah berusaha menahan umpatannya. Hingga tanpa sadar ia melirik Jimin yang nampak paling terkejut.
"Jinjja?!" Pemuda itu berdiri dengan senyum semringah di wajahnya.
"Roséanne Park!"
= Falling For You =
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] FALLING FOR YOU
FanficJungkook tidak bisa percaya bahwa sahabat baiknya yaitu Park Chanyeol memiliki seorang adik bernama Park Chaeyoung. Gadis yang langsung membuat masalah dengannya saat pertama kali bertemu. Dibalut dengan kisah masa SMA yang tak terlupakan. Mampukah...