🍃MCD-12👉Berdarah💅👈🍃

1.5K 69 5
                                    

Typo's harap tandai✔

🌵🌵🌵

"Papi belum pulang?" mengucek mata di depan cermin, ia bertanya pada diri sendiri.

Selesai mengoleskan pelembab di wajahnya, Agatha segera keluar kamar menuju dapur. Tetapi sebelumnya, ia harus menuruni undakan tangga terlebih dahulu.

Sambil bersiul tidak jelas, Agatha dengan langkah kecilnya berhasil mencapai pintu dapur.

Biasanya, susu coklat sudah tersedia di atas meja makan, satu paket dengan roti bakar dengan selai blueberry kesukaannya. Tetapi, semua itu tidak nampak wujudnya. Alias nihil. Terpaksa Agatha membuat susu kesukaannya sendiri.


Sambil mengaduk susu coklat di hadapannya, Agatha memikirkan perkataan Mira semalam. 'Sebentar, semalam itu benar Mira bukan, sih? Apa iya aku cuma mimpi? Atau jangan-jangan, semalam emang bener itu hantu? Ah yang benar saja. Tapi, untuk apa Mira datang malam-malam begitu?'

Hap. Pelukan tiba-tiba ia rasakan. Sepasang tangan yang melilit di atas perutnya.

"Haaaaa!!!"

Byuurrr.

Praannnggg!

Apa-apaan ini? Agatha tidak sadar. Ia tidak sadar dengan apa yang baru saja dilakukannya. Gelas berisi susu hangat itu sudah tak berbentuk lagi.

"Aw, Nak!" Mike mengusap wajahnya yang terkena susu coklat Agatha dengan geram. Bukan hanya basah, tetapi juga lengket dan panas.

"Papi! Aku kira siapa. Bukan salah aku ya, aku gak salah. Please deh jangan nyalahin aku. Salah sendiri peluk-peluk aku gak bilang-bilang. Aku kan kaget. Jadi aku gak sadar numpahin susunya ke Papi. Gelasnya juga pecah, Papi yang salah pokoknya, bukan ak- Papi!" Ucapannya terhenti saat melihat Mike yang merunduk, mendekati kaki Agatha yang sudah berdarah. Mengapa Agatha tidak sadar?

"Maaf, maafin Papi sayang. Sakit ya?" Mike menopang Agatha menuju kursi terdekat. Agatha menuruti.

"Jangan sekolah, ya. Papi ambilin obat dulu, diem!"

Lah, Agatha yang terluka Mike yang sewot.

'Aaaahhhhh, Papiable banget,' Agatha tersenyum sendiri. Tidak jelas.

Mike kembali dengan kotak kecil berwarna putih dengan lambang tambah berwarna merah. Kaki kirinya di angkat ke atas meja depan sofa. Darah masih mengalir dari kakinya. Mike sudah heboh dengan segala perlengkapan perawatnya.

Masker.
Gunting.
Perban.
Kapas.
Obat merah.
Plester luka.
Alkohol.
Air dalam baskom.
Juga jubah putih ala pak Doktor.

"Papi! Mau ngapain? Pake masker sama jubah segala," Agatha yang tadinya bahagia karena Papi-ablenya ini, sekarang ia rasa kesal bukan main. Hah, yang benar saja?

Mike tidak menggubris. Ia terus mengelap darah di kaki Agatha dengan hati-hati. Mencelupkan kapas ke dalam air berkali-kali, lalu mengakhirinya dengan alkohol. Lukanya sedikit, tapi darah terus menetes ke lantai.

"Sakit banget gak?" Mike membuka masker di wajahnya, mendongkak ke arah Agatha yang duduk di atas sofa sedang dirinya merunduk di depan meja, tepat di kaki Agatha.

"Mau ke rumah sakit aja?"

"Papiiiiiii!!! Aku gak papa. Gak sakit juga, kok. Udah ah, aku mau sekolah. Nanti kesiangan lagi. Ayo, anterin." Agatha bersiap berdiri, namun Mike menahannya.

"Papi, gak papa. Aku gak papa, oke? Udah di kasih plester juga, kan sama Papi?" Agatha menunjukkan hasil balutan perban juga plester yang Mike lakukan barusan.

"Ngapain sekolah?" Pertanyaan bodoh.

"Belajar lah, Pi. Ngapain lagi? Sekalian liat Ijal juga, sih hehe," Mike memicingkan mata, mendelik.

"Kaki kamu masih luka. Papi telponin wali kelasnya kalo kamu sakit,"

"Jangan ah, aku mau sekolah aja. Udah gak papa kok. Nih liat, aku udah bisa gerak-gerakin jug-,"

"Perlu pake gips gak?" Mike bertanya santai dengan tangan kanan memegang gunting-hasil mengobati kaki Agatha- dan tangan kiri yang memegang ponsel, bersiap menelpon.

Hap. Ponsel Mike jatuh ke bawah. Mengapa? Jawabannya adalah Agatha yang mengibas lengan Mike.

"Udah Pi, gak usah. Aku mau sekolah aja. Ayo," untung lantai dingin itu terbalut karpet berbulu tebal. Kalau tidak, entahlah bagaimana nasih ponsel Mike.

"Yaudah, Papi tungguin sampe pulang kalo gitu!" Tegas. Kata-katanya sangat tegas. Menyiratkan bahwa ia tak ingin di bantah.

~~~

"Ari maneh kunaon Tha?" Surya, dengan bahasa Sundanya langsung menanyai Agatha saat ia masuk kelas.

Kaki kanannya dibalut perban.

Kaki kiri memakai sepatu sekolah, sedangkan kaki kanannya memakai sandal rumahan berwarna pink dengan bulu-bulu manja, motif kelinci.

"Maneh téh gelo, Tha?" Surya menahan rasa gelinya saat melihat Agatha mencebikan bibirnya. Sepertinya sedang kesal.

"Diem Sur, gue gak mood bercanda." Ia letakkan tasnya ke atas meja, asal.

Mike seriusan mengantar Agatha ke sekolahnya. Betulan ke sekolah. Ah, maksudnya ke depan pintu kelas Agatha.

"Saha itu Tha?" Surya memberi kode dengan lirikan matanya, menunjuk Mike. Ruang kelas sudah penuh terisi oleh murid yang beragam. Ada yang sedang bergosip ria, saling melempar kertas, asik dengan handphone masing-masing, juga ada yang sedang memplagiat karya rumahan temannya. Untung gurunya belum datang.

Agatha berjalan mendekati Mike. "Papi, udah. Pulang aja, aku udah gak papa, kok. Papi juga harus kerja, 'kan? Percaya sama aku. Aku Agatha anak Papi Mike yang kuat. Sekuat macan, rawwllll," ia mengangkat kedua tangannya--mempraktikan macan menerkam.

"Beneran?" Tanya Mike masih khawatir.

Lorong kelas sudah mulai sepi karena bel sudah berbunyi.

"Beneran!"

"Yaudah, kamu hati-hati ya. Nanti pulangnya mau Papi jemput?" Mike menenggelamkan Agatha ke pelukannya.

"Hhhmmmm, gahaha." Suara Agatha teredam di dada Mike.

Mereka masih berpelukan sampai seseorang menegur mereka.

"Oh, iya. Maaf, saya hanya khawatir dengan keadaan putri saya."

Ternyata guru Matematikanya yang menegur.

"Eh, ternyata Bapak. Saya kira siapa, hehe. Lagian pelukan di tempat umum, mana sepi lagi. Kan saya jadi ngira yang iya-iya." Bu Diana, guru Matematika itu merapikan penampilannya dengan menyampirkan anak rambutnya ke belakang telinga.

"Ah iya. Tidak papa Bu. Kalau begitu, saya pamit undur diri. Sayang, belajar yang bener. hati-hati juga kakinya masih sakit, 'kan?" Mike meletakkan kedua telapak tangannya mengusap wajah putri cantiknya.

Sedangkan Agatha, ia merasa sangat malu. Masa iya sudah kelas XI, sebentar lagi naik ke kelas XII tapi ia masih di perlakukan layaknya anak paud yang hendak berangkat sekolah?

Sosok Mike sudah menghilang di belokan lorong, tapi Bu Diana masih setia dengan tatapannya tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Mike yang sudah menghilang.

"Jadi ngajar, Bu?"

×=×=×=×=×=×=×=×=×=×=×=×=×=

Aye ayeee, hit yu wit det ddu du ddu du ddu🔫.

Ini atuh sok di baca. Yang minta cepet-cepet apdet. Hehe. Monmap nih, Rijal gue umpetin dulu, haha.




25 November 2018. Yang besoknya 26 November 2018. Yang besoknya ujian itu, kan? Iya ujian.

My Crazy Daughter|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang