🍃MCD-24👉Kalian Jahat👿👈🍃

1.2K 71 3
                                    

SELAMAT MEMBACA BAGI YANG NGGAK KOMEN SAMA VOTE. SEMOGA KALIAN BAHAGIA.

***

Sore itu sekitar pukul lima di hari Kamis, ia datang dari luar dengan rambut juga pakaian yang lusuh. Matanya sembab dengan sikut lecet, banyak goresan merah di sana. Untuk pertama kalinya ia pulang dengan keadaan kacau sekacaunya. Menangis adalah hal pertama yang bisa dilakukannya karena dengan cara itu ia merasa sedikit lega. Teman bermainnya selalu mengolok dan mengatainya dengan kata juga perbuatan yang kasar. Tapi tak pernah sekalipun ia mengadu karena kalau itu ia lakukan, pasti tidak akan diperbolehkan keluar rumah lagi_bermain.

Hari ini mereka mengolok bocah kecil itu dengan perkataan yang sangat menyayat hati kecilnya.

"Sana pergi. Aku tidak mau main denganmu lagi,"

"Kata Mama, kamu itu anak haram tahu. Kamu lahir dari mana? Dari siapa?"

"Anjing sama babi juga haram kan? Berarti tidak ada bedanya dengan Agatha dong? Ahahaha," itu kata-kata terkasar yang pernah didengar anak berumur lima tahun itu.

"Cari ibumu dulu sana. Lalu main dengan kami lagi nanti ya,"

"Eh jangan gitu dong kalian. Ayo Agatha, kita main bareng," setelah Agatha mendekat ke arah Amel, ia lalu didorong sehingga jatuh terjembab. "Tapi nanti kalau kamu sudah punya ibu. Hahaha,"

"Sudah ayo pulang. Ibu kita sudah menunggu kita di rumah kan? Biarkan saja dia di sini sendirian soalnya di rumah dia tidak punya ibu yang sudah menyiapkan makannya nanti kan?"

Dengan sedikit keberanian, anak itu bangkit lalu berujar, "ada papi yang nunggu aku kok, dia juga buatin aku makan,"

"Hah? Dia bencong dong kalau gitu. Seharusnya pekerjaan memasak dilakukan oleh seorang ibu, Agatha. Ahaha dia punya papi bencong. Lihatlah!"

Tak terima sang ayah dikatakan demikian, ia lalu mengambil segenggam tanah yang sudah bercampur air genangan_atau itu lebih pantas dikata lumpur_terdekat lalu melemparnya ke arah Dara si anak tertua di sana yang tentu saja dihadiahi pelototan kaget juga umpatan yang Agatha sendiri sudah dilarang sang papi untuk menyebutkannya. Kesal dengan yang dilakukan Agatha, Dara akhirnya membalas dengan jambakan di rambut tipisnya. Agatha meraung saat tak ada satupun anak di sana yang mau menolongnya, bahkan Sara yang tadi diberi gula-gula oleh Agatha juga hanya diam dan malah menyoraki dengan anak-anak lain agar Dara semakin gencar menjambak rambutnya.

Mereka berhenti mengoceh saat seorang perempuan berperut besar menghampiri tempatnya. Ia membawa sapu lidi yang diangkatnya tinggi-tinggi untuk menakuti anak anak badung tersebut tentunya. Dan berhasil. Anak nakal itu akhirnya membubarkan diri sambik terus meneriaki Agatha dengan tudingan mengarah ke wajahnya. Kira-kira seperti ini, "awas ya besok jangan main sama kita lagi," atau, "urusan kita belum selesai. Jangan mengadu pada orang tua, dasar anak cengeng!"

"Kamu nggak papa ka Dek?" Perempuan tadi menurunkan sapunya dan langsung menghampiri Agatha dengan sapu tangan yang siap mengusap wajah Agatha yang terciprat lumpur.

"Sakit," lalu perempuan itu dengan sigap membasuh telapak tangan Agatha yang sedikit terluka dengan air yang diambilnya dari dalam tas hitam dengam botol berwarna senada. Tipikal anak kecil yang sedikit-sedikit menangis, pikir perempuan itu.

"Aku bersihin dulu ya, siniin tangannya,"

Anak itu masih menunduk dengan satu tangan yang tak terluka menutup mata, menangis tanpa suara di sana. Hanya punggungnya yang naik turun menandakan anak itu sedang terguncang.

"Masih sakit ya dek? Ke sana dulu yuk, beli obat merah buat ininya," menggoyangkan lengan kiri Agatha. Lalu tak lama kemudian datang seorang pria dengan tergesa.

"Kamu tuh pelan-pelan kalo jalan ih, itu dedenya nanti berojol di sini gimana?" Ah, Agatha bahkan baru sadar jika perempuan yang menolongnya ini sedang hamil, seperti kucing hitam yang ada di sekolahnya. Perutnya membesar dan katanya ada dede bayi di sana.

"Nggak akan lah, aku tuh baru tujuh bulan," perempuan itu lalu mengusap perutnya dengan satu tangan yang tidak tertaut dengan Agatha.

"Ada dede bayinya ya di sini?"

"Hah? Eh iya. Mau coba pegang?" Ternyata tangisannya sudah berhenti hanya dengan pengalihan masalah perut.

"Eh jangan, nanti ayangnya aku sakit," dengan cepat Agatha mendelik ke arah pria rusuh tadi yang dengan pelototan sang isteri langsung mengatupkan bibir. Diam.

"Boleh?"

"Boleh dong, siniin tangannya,"

"Wah keras ya, eh gerak tante perutnya. Sakit?" Agatha langsung melepskan tangannya dengan takut. Apalagi lelaki jangkung tadi yang melarangnya memelototi dengan garang. Ia tidak suka. Lebih baik Papinya ke mana-mana dibanding om judes ini.

"Nggak kok, nggak papa. Aku kan sebentar lagi mau jadi ibu, nanti yang gerak barusan di perut aku itu keluar jadi dede bayi," ia mengalihkan pandangannya dari lelaki berjas itu.

"Omnya galak," keluhnya.

"Iya, dia emang galak kok, maafin dia ya," perempuan baik itu mengelus pelan kepala Agatha yang masih tertuju pada perut buncitnya.

"Ya itu juga buat kebaikan kamu kali," si om judes membalas. Namun sayangnya tak dihiraukan oleh si tante baik hati.

"Eh kita belum kenalan, aku Fara dan ini suami aku Rio. Kamu namanya siapa?"

"Agatha,"

"Oh, hai Agatha aku boleh anter kamu pulang kalo gitu? Kita udah kenalan kan?" Tante Fara memberikan sapu lidi tadi ke om Rio untuk dikembalikan ke warung di pojok sana. Om Rio menurut lalu tante Fara mengajak Agatha memdekat ke arah mobil berwarna putih di tepi jalan.

"Tapi rumah aku deket dari sini," tolak Agatha halus. Seharusnya ia menolak dari awal saja sebelum semakin jauh seperti ini. Kata papi, kalau ada orang lain ngasih makanan atau ngajak pergi ke suatu tempat jangan ditanggepin. Bisa saja itu penjahat anak. Tapi dilihat dari sisi manapun, tante Fara ini tidak berpakaian serba hitam_tipikal penjahat yang sering Agatha tonton di film_ tidak juga memakai tato tengkorak atau naga di badannya. Entahlah kalau om judes itu?

"Ah nggak kok, kita bukan penjahat. Aku nolong kamu dari anak-anak nakal tadi aja kok, suer."

"Iya mereka nakal. Aku nggak mau main sama mereka lagi ah,"

"Mh emangnya mereka ngapain kamu?" Tante Fara menyelipkan anak rambut yang mengenai mata Agatha.

"Mereka ledekin papi aku, katanya bencong. Padahal papi kan nggak bencong. Om itu suka masak nggak?" Ia menunjuk Rio yang berjalan ke arah mereka.

"Suka, malahan dia yang sering masakin aku di rumah. Aku kadang suka ngidam dimasakin dia sih, hehe. Eh kamu tahu ngidam nggak?" Dengan gelengan kecilnya, Agatha berdiri dari duduknya dan hendak keluar dari dalam mobil itu segera setelah Rio semakin mendekat.

"Jadi anak yang baik ya nak, karena kamu memiliki orang tua yang hebat di sini. Ada ayah sama ibu yang siap jagain kamu dari hal apapun. Apapun," Agatha kembali menolehkan kepalanya ke belakang_ melihat Rio yang sedang mengelus perut Fara_ mendengar perkataan Rio barusan membuat perasaan Agatha menghangat, meskipun ada sedikit rasa tersayat. lalu melanjutkan jalannya menjauh dari mobil putih itu.

"Aku juga mau punya ibu yang hebat,"

***

Sabtu, 3 Agustus 2019
Selamat hari kamu

My Crazy Daughter|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang