🍃MCD-25👉Mimpi💫👈🍃

1.1K 76 3
                                    

Agatha memasuki rumahnya dengan kaki yang dihentakkan, kesal. Sangat kesal.

"Papi," ia meneriaki satu-satunya pria di dalam sana. Sampai titik kesabarannya habis ketika tidak ada sahutan dari dalam sana. Tidak mungkin papinya itu belum pulang bekerja, Agatha tahu Mike sudah pulang sedari tadi. Tapi ia ke mana?

"Papi!" Ia berteriak kesal sambil memasuki pintu utama. Dengan kaki yang masih berlumuran lumpur yang sedikit mengering sehingga bekas keringannya terkelupas dari kaki Agatha dan mengotori lantai ini.

"Papi ke mana sih? Aku panggil dari tadi juga!" Ia berteriak lagi. Lebih kencang dari yang pertama. Dadanya sudah menahan sesak seja tadi siap untuk ditumpahkan. Dengan napas yang masih memburu, ia membuka paksa ruang kerja Mike berharap ia ada di sana. Dan benar saja Mike ada di sana. Lengkap dengan seorang perempuan juga lelaki lebih tua dari papinya sedang duduk melingkari meja kecil di sana.

"Syal!" Mike melotot keras saat anaknya membuka tanpa sepengetahuan pintu kerjanya itu. Dua orang di sana juga tak kalah kagetnya. Sebenarnya mereka kenapa?

"Naik ke kamar sekarang, cepat!"

"Aku mau ngomong sama papi pokoknya, papi ke sini dulu," Agatha memberengut kesal dan tetap meneriaki Mike, sebagai bentuk pelampiasan rasa kesalnya. Mike memandang sesaat dua orang yang ada di ruangan itu lalu beralih lagi kepada Agatha. Menarik napas kasar lalu berkata.

"Pergi sekarang atau papi kunci kamu di kamar mandi?" Agatha beringsut sedikit dari pijakannya saat mendengar bentakan Mike yang sebelumnya tak pernah keluar dari mulutnya. Baru kali ini dan itu di hadapan orang lain. Agatha bertambah kesal saja sekarang.

"Aku mau ngomong sama papi dulu." Ia bersungut saat mengatakannya ditambah raut muka yang sangat serius untuk ukuran anak usia tujuh tahun.

"Syalimar! Denger papi ngomong apa tadi?" Mike mengeram di tempatnya tanpa menghampiri Agatha yang tak berani masuk karena ragu apakah tak apa jika karpet di ruang kerja Mike terkena lumpur? Ia mengamati kaki dan karpet bergantian.

Mike masih menatap Agatha dengan sorot kesalnya dan Agatha juga masih kukuh dengan permintaannya. Ingin Mike menghampirinya. Mereka sama-sama keras. Sampai akhirnya Agatha kesal diperhatikan oleh dua orang asing tadi dengan pandangan yang tak bisa Agatha baca. Mungkin kasihan?

Agatha akhirnya meninggalkan ruangan itu dengan kesal dan kaki yang masih dihentakkan kesal lalu berlari ke atas, kamarnya tanpa memerdulikan bekas kakinya yang kotor menodai sepanjang pijakannya di lantai.

***

Malam itu Agatha mengamuk kesetanan. Mike masih mendiamkannya setelah kejadian tadi sore. Tak mendatangi kamar atau mengajaknya makan bersama. Dan Agatha sudah pasti tingkat kekesalannya berada di puncak. Paling puncak.

"Anak haram,"

"Cari ibumu sana!"

"Punya papi bencong,"

"Ahahahaha,"

Suara-suara itu sangat mengganggu dan semua itu selalu berputar seperti kaset usang yang menggema di telinga kecil Agatha. Juga suara tawa mereka yang menyebalkan.

"Masa aku disamain sama babi?" Bibir mungil itu terus menggerutu sambil menyobek kecil kertas digenggamannya. Hah, ia jadi malas mengerjakan pr ini. Ia membanting bukunya ke atas kasur dengan kesal. Lalu Mike membuka pintu kamarnya, menghampiri Agatha.

"Ngapain papi ke sini?" Ia membuang mukanya.

"Jangan masuk tiba-tiba kayak tadi lagi ya, nanti ketuk pintu dulu bilang sama papi," Mike mendekati tempat Agatha duduk yang tentu saja oleh anak lima tahun itu ditanggapi dengan dengkusan. Kesal.

"Sayang, kenapa sih hari ini? Ada apa? Papi ada salah sama kamu, iya?" Agatha masih bergeming, membelakangi Mike yang sedang mengelus puncak kepalanya. Mike masih cukup sabar untuk menghadapi sang putri yang sedang merengek seperti ini. Sebenarnya hari ini adalah hari yang cukup melelahkan untuknya. Berangkat pagi buta, kendala di tempat kerja, kedatangan tamu yang tak diundang, ditambah keadaan hati sang putri yang merajuk. Sangat melelahkan.

"Papi nggak samperin aku tadi. Aku sebel sama papi,"

"Maafin papi dong, tadi kan ada tamu, hm?" Dan anak itu masih merajuk. Dibujuk sedemikian rupa pun tidak berhasil. Tidak pernah. Dan tidak akan pernah kecuali hal yang diminta disanggupi olehnya. Tahu, apa yang diminta anak itu?

"Aku mau ibu. Sekarang!" Anak itu menjerit. Agatha mengamuk seperti sebelumnya, kesal, air mata, suara yang tercekat semua itu tercampur dalam diri Agatha. Bahkan sekarang, Mike dengan gusar menahan luapan emosi yang siap ditumpahkan. Kedua lengannya mengepal sempurna. Setelah tadi seorang wanita gila dan seorang pengacara berjas mendatangi rumahnya, ia sangat lelah. Pikirannya kalut saat tahu bahwa wanita itu meminta Agatha darinya.

"Mana ibu aku, mana?!" Jeritannya semakin menjadi dan meraung, menghancurkan barang-barang yang berhasil ia jangkau. Dengan pertanyaan yang sama juga topik yang membuat Mike murka seketika. Mike kehabisan stok sabarnya. Tubuh mungilnya terpelanting saat Mike menyeret lalu mendorongnya keluar kamar. Ia keluar dengan membawa sapu yang siap dilayangkan pada tubuh mungilnya. Menjerit dan meraung adalah hal pertama yang dilakukan Agatha. Bukannya takut, Agatha semakin mendekatkan tubuhnya ke kaki Mike dan memeluk erat di sana tanpa memedulikan amarah yang sedang merasuki raga ayahnya.

Mike menyingkirkan Agatha dengan menendang tubuh kecil itu dari kakinya. Anak itu terjatuh dengan naas dan tidak berhenti di situ, saat ia berusaha bangkit kakinya terpeleset tangga yang menyebabkan ia terguling ke bawah. Seluruh badannya terasa sakit. Teramat. Untungnya ia berhenti pada anak tangga kelima lalu bangkit lagi, ia memutuskan untuk berlari menjauhi ayahnya namun Mike terlebih dulu menyeret belakang bajunya seperti anak kucing dan membawanya ke lantai bawah. Tak berhenti sampai sana, Mike menyeret Agatha ke luar rumah tanpa mendengarkan permintaan maaf Agatha dan pertanyaan 'papi kenapa?' Atau 'aku takut sama papi,' atau juga 'jangan begini, aku sakit.'

Mereka sampai di luar rumah dengan badan basah kuyup. Langit sedang bersedih, ia sama dengan bocah kecil bernama Agatha itu. Langitpun sedang menangis dan meraung dengan petir dan guntur yang tak henti berontak semakin mengeluarkan air yang dingin itu lebih banyak lagi.

"Jangan masuk sampai kamu menyesali permintaan kamu tadi!"

"Jangan masuk sampai kamu menyadari perbuatanmu!"

"Pergi jika ingin melihat ibumu. Cari sana sampai mati!" Lalu pintu ditutup dengan keras. Suara petir ini bahkan tak mampu meredam tangis Agatha kecil yang dengan napas hampir habis tak lelah mengucapkan, 'aku nggak mau ibu. Aku mau papi.' Ia tergugu ditemani hujan yang lebat juga hati yang retak. Untuk pertama kalinya ia benci hujan.

Dan entah dihari keberapa ia bangun di rumah sakit dalam pelukan sang papi dan berceloteh panjang lebar tentang kartun kesukaannya. Melupakan kejadian mengerikan bagi siapapun yang melihatnya. Melupakan semuanya. Semuanya.

"Badan aku kok sakit semua ya, pi?"

"Kamu jatuh sayang, jatuh."

"Oh, iya? Mmh aku nggak inget jatuh di mana?"

Mike dengan segera mengalihkan pembicaraan dengan menyuapi Agatha dengan jeruk yang sudah ia kupas.

Dan tanpa disadari, ia hampir membunuh bocah itu. Membunuh raga dan jiwanya. Hingga saat ini.

***

Acaelah selamat ya, saat itu, sebelas tahun yang lalu aku tak begitu ingat kamu bagaimana. Yang penting kamu sekarang sehat bahagia. Selamat ulang tahun ya Ariep Kamaludin. 14 Agustus 2019. Si Saparudin kesaiangan.

My Crazy Daughter|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang