EXTRA CHAPT 3: Sofyan POV

1.9K 84 6
                                    

Sof, apasih pandangan lo tentang Fayla?

Hm, pertanyaan itu ya. Wah, gue gak ada niatan buat pacaran atau menembak seorang cewek tuh—terlebih lagi, kalau cewek itu Fayla Fernandez. Enggak, nggak, nggak!

Oke, ada beberapa alasan kenapa gue gak mau pacaran atau jadian dengan Fayla. Iya, seorang Sofyan Fakhair punya alasan juga. Banyak sih alasan gue, tapi biasanya kurang diakui orang-orang dan lebih dianggap sebuah kebohongan.

Ya, gue sabar.

Balik ke topik, gue kenal Fayla waktu MOS, MPLS, MOPDB, atau semacamnya itu. Dia cewek yang marah-marah ke gue, karena di hari pertama masa orientasi siswa, gue mengacaukan segalanya. Intinya, karena salah gue, semua angkatan gue yang baru itu jadi kena hukuman—termasuk Fayla.

Dia cukup cerewet, menjengkelkan, dan kpopers akut. Serius. Dia setiap hari berkhayal kalau dia adalah jodohnya Do Kyungsoo di masa depan nanti. Katanya, perbedaan umur yang lumayan jauh itu bukanlah hambatan.

Wow, bener juga, sih.

Setiap hari, sampai sekarang, Fayla suka nyanyi-nyanyi lagu Korea. Kadang juga nyanyi lagu selain Korea, sih, tapi itu jarang banget terjadi. Biasanya kalau Fayla nyanyi, dia suka sambil joget-joget di depan kelas, ngikutin BLACKPINK, katanya. Tapi dia ngaku kalau dia kembarannya Sejeong, nah gimana tuh? Gue aja sampai hapal para bias-biasnya.

Selain itu, Fayla juga punya obrolan seru bareng Zahra, Putri, dan Zalwa. Mereka berempat itu anggota tetapnya, tapi kadang Audyra atau Kamila, bahkan Amanda, Fiyyah, dan siapapun anak angkatan force fourteen bisa ikutan. Yang cewek doang, sih—dan yang ngerti juga.

Jujur, gue gak pernah paham sama obrolan mereka. Kadang kedengerannya agak-agak gimana gitu, tapi gue tetep gak ngerti. Mereka juga ngomongnya setengah Indonesia, setengah bahasanya mereka sendiri, sih. Kan gue jadi bingung.

 Kan gue jadi bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya tuh...




KOK BISA SIH GUE PUNYA TEMEN YANG BIKIN BAHASA SENDIRI?!

Waktu demi waktu, sebenernya gue mulai gimana gitu sama Fayla. Gue anggap itu rasa kagum, karena hafalan Al-Quran punya Fayla gak kalah sama hafalan lagu-lagu Koreanya.

Itu amazing.

Yah, tapi 'kan gue emang bentukannya udah begini. Sukanya ngegombal dikit-dikit, bercanda sih, tapi kadang ada aja yang baper.

Apa mereka gak tahu, kalau gue masuk nominasi 100 orang terganteng se-BHS aja, nggak?

"Sofyan, lo mau tau gak?" tanya Byna menggantung.

Kontan alis gue berkerut, tapi langsung gue samarin. "Mau tau apaan, Byn?"

"Dari sekian banyak anak BHS, lo gak masuk nominasi orang tertampan di sini," ujar Byna santai. "Padahal, Arya sama Rafly aja masuk nominasinya, loh."

Itu kejadian satu tahun lalu—waktu gue kelas sepuluh—, dan pemenang dari 100 orang tertampan se-BHS ini adalah Faldi, kakak kelas gue yang emang seangkatan sama kakak gue, Dafi.

Ini emang rumit, serumit rasa gue ke Fayla yang makin lama makin aneh. Tapi kemudian gue mendapat sebuah pencerahan karena Zahra.

Zahra—yang notabenenya adalah seorang penulis amatiran berkata,

"Gue gak perlu pacar buat jadi diary gue kalau lagi sedih. Gue gak butuh seorang pacar untuk menjadi teman di kala senang atau sedih. Gue gak perlu pacar untuk bersandar di bis, mobil, atau sebagainya. Semua ada sebabnya: gue udah punya buku jurnal ataupun notes handphone untuk jadi diary, gue punya banyak orang untuk menjadi teman di suka maupun duka, dan gue punya jendela transportasi untuk gue bersandar—ditambah guling atau bantal, khususnya saat di mobil. Itu lebih dari cukup. Oh, iya! Dan gue sudah mendapat banyak cinta dari orang-orang sekitar; cinta dari orang tua, teman, sahabat, saudara, dan diri sendiri. Gue cinta diri gue, gue juga cinta idola gue. Terimakasih."

Dan saat itulah, cara gue berpikir tentang pacaran berubah.

Bener juga, jendela ditambah bantal atau guling bisa lebih nikmat daripada bersandar pada bahu seseorang. Yah, kali ini... gue akui, Zah, lo pintar. Tapi tidak untuk kalimat terakhir lo di caption yang lo tulis panjang lebar: gue cinta diri gue sendiri, gue juga cinta idola gue. Terimakasih.

Kesimpulan di sini, gue mencoba untuk lebih biasa aja sama Fayla. Dia kalau digombalin sedikit juga gak baper—kayak kebanyakan cewek-cewek di sini, khususnya adek kelas gue. Untuk pandangan gue terhadap Fayla sampai sekarang, yah, dia masih cerewet, kpopers akut, dan bedanya.. sekarang dia udah famous dengan ratusan ribu subscribers-nya itu. Dia tetap baik dan gak sombong, walaupun udah terkenal, dan sekarang gue sadar... ternyata Fayla jugalah yang akan menjadi Ibu Tiri untuk Selina, cupang gue.

A/N:
Terimakasih untuk 2k votesnya! Alhamdulillah, aku gak pernah nyangka sama hasil ini. Kalian warbyasah para readers! Siders pun iya, kalian luar biasaaaahhhh!!!

Badboy Meet A Crazy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang