7.

156 16 2
                                    

---saya sarankan baca part ini sambil dengerin lagu di mulmednya---
Nb: part ini lebih panjang dari part2 sebelumnya... semoga gak bosen.


.
Hari ke sembilan sejak aku di rawat dan hari kedua setelah aku berhenti bekerja secara resmi. Tidak ada yang terjadi dua hari ini. Mungkin selain aku yang terus melakukan revisi pada tugas akhirku, atau kedatangan para pegawai cafe yang menjengukku secara bersamaan---kecuali Akashi san---malam hari setelah aku memundurkan diri dari cafe, juga sedikit melamunkan sesuatu yang membuatku meruntuki diri sejak saat itu. Aku menyesal. Sungguh. Kenapa rasanya aku melakukan sesuatu yang tidak semestinya? Kenapa hari itu aku harus menangis dihadapannya? Bahkan aku membasahi kemejanya. Aku... apa aku sudah menyakiti Takahara san karena berbuat sesuatu yang kelewatan pada tunangannya? Meski nyatanya aku bicara bukan dengan Akashi san yang itu tapi seseorang yang ada dalam diri Akashi san. Tapi... bukankah mereka sama?

Menelan ludah susah payah. Pandangan mata mengabur saat menatap langit dari balik jendela kamar. Apa aku harus meminta maaf pada Takahara san karena sudah berbuat lancang pada Akashi san? Belum sempat fikiranku tenang, pintu kamar di ketuk dengan perlahan bersamaan dengan terbukanya pintu dan kedatangan sosok yang tidak asing di sana. Kuroko senpai berdiri di ambang pintu, masuk setelah aku memberikan izin. Pintu kamar sengaja di buka. Kuroko senpai sepertinya faham jika aku tidak akan nyaman jika berada di ruangan tertutup hanya berdua dengan seorang laki-laki.

"Bagaimana keadaanmu Shuichirou san?" Tanya Kuroko senpai setelah mengambil tempat di kursi yang ada di sampingku. Aku mengulas senyum hangat.

"Aku baik-baik saja Kuroko senpai. Bagaimana keadaan di cafe?"

"Seperti biasa. Cafe selalu sibuk dan kali ini ada beberapa pekerja paruh waktu baru mengingat kesibukan semua orang bertambah" seperti biasa Kuroko senpai bicara dengan nada datar meski tidak terkesan apatis apalagi dingin. Kuroko senpai benar-benar orang baik dan ramah. Pada siapapun kecuali orang-orang yang membuatnya marah--meski amat teramat jarang--
"Ah, aku bertemu dengan Fijiwara sensei. Beliau menanyakan kondisi Shuichirou san, juga sedikit membahas tugas akhir"

Aku mengangguk. Sedikit merasa bersalah karena sampai sekarang aku masih belum bisa menemui Fijiwara sensei karena masih harus melakukan rehabilitasi menyangkut tulang rusukku yang entah bagaimana kembali bermasalah.

"Arigatou Kuroko senpai sudah mau menyampaikannya. Ah, senpai sendiri bagaimana kabarnya tugas akhir senpai?" Aku balik bertanya. Ya. Meski aku merupakan kouhai Kuroko senpai tapi seperti yang sudah ku bilang. Aku nekat mengambil kelulusan tahun ini. Bersamaan dengan kelulusan angkatan senpaiku.

"Sudah selesai. Hanya tinggal menunggu keputusan para sensei penguji saja" jawabnya tenang lagi datar. Aku mengangguk-angguk faham. Sudah ku duga. "Ano, Shuichirou san, maaf jika aku terkesan ikut campur dan tidak sopan, tapi bolehkah aku bertanya mengenai hubungan Shuichirou san dengan Akashi kun yang satunya lagi?" Kali ini suaranya berubah menjadi sedikit pelan. Terutama saat menyangkut tofik yang cukup sensitif seperti ini.

"Eh?" Entah otakku kembali lupa caranya merespon dengan cepat atau karena terkejut akan pertanyaan tiba-tiba seperti itu. Aku tidak bisa mencerna ucapan Kuroko senpai dengan baik hingga Kuroko senpai harus kembali mengulang pertanyaannya.

Aku menelan ludah susah payah. Perlahan menghela nafas pelan. Sepertinya aku memang harus sedikit mengungkapkan apa yang terjadi padaku dan sosok itu hingga semua ketidaksinkronan ini segera usai. Meski aku tau tidak akan semudah itu.
"Kami bertemu bertepatan dengan Winter cup diadakan. Tidak sengaja. Waktu itu aku baru pulang dari rumah sakit dan kami bertemu secara tidak sengaja. Aku memanggilnya onii san karena tau jika dia seorang siswa SMA, pertemuan kedua kami saat ibuku meninggal. Kami bertemu di tempat yang sama. Taman yang tak jauh dari rumah sakit--" tunggu dulu. Aku mengerjap. Secara refleks aku menatap keluar jendela kamar yang secara tak langsung menghadap pada sebuah taman. Tunggu... rumah sakit ini... jangan-jangan...

OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang