7.2

120 12 10
                                    

Tidak ada yang bertanya. Tidak ada yang bicara. Aku terkurung dalam kesunyian yang terasa menyesakkan. Dia hanya diam. Tidak bersuara. Begitu pula semua orang di cafe. Mungkin mereka melihat kepergian gadis itu dengan wajah sendu. Aku tidak yakin dia sudah mengucap selamat tinggal pada mereka. Dan rasanya... kami tidak sedekat itu kan hingga dia merasa perlu mengucap selamat tinggal padaku sebelum pergi? Dia mungkin akan mengucap selamat tinggal pada sosok lain dalam diriku. Tapi tidak padaku. Untuk sesuatu yang tidak kusadari, entah kenapa rasanya sisi dalam diriku merasa tergores.

Cafe kembali berjalan seperti biasanya. Kepergian Shuichirou dari cafe tidak merubah banyak hal meski tentu saja sedikit berpengaruh pada yang lainnya. Midorima sudah berhenti mengingat semakin padatnya jadwalnya. Begitu pula dengan Takao. Ya. Mereka berada di Departemen yang sama. Kagami dan Himuro masih bekerja seperti biasanya. Murasakibara mulai membuat banyak variasi baru pada dessert buatannya. Momoi masih sering datang. Aomine datang semaunya dan Kuroko datang sesuai jadwalnya. Dia tidak banyak bicara padaku setelah perginya Shuichirou dari cafe. Entah apa yang terjadi pada Kuroko dan Shuichirou setelah hari itu. Aku tidak terlalu mengerti, yang pasti Kuroko terlihat sungguhan menganggap Shuichirou seperti adiknya sendiri.

Takahara san nyaris tidak pernah menemuiku lagi setelah kepergian kami di rumah sosok itu. Namun dia pernah menghubungiku, memberitahu jika Shuichirou telah sepakat untuk menjual rumah peninggalan itu padanya dengan permohonan membantu menjaga para obaa san dan ojii san yang meninggali rumahnya. Waktu berlalu begitu saja.

Pergantian anatara aku dan dia kembali terasa. Sama seperti beberapa saat lalu, dia masih melakukan sesuatu yang tidak kuketahui. Entah apa yang dilakukannya. Kembali pada kesepakatan yang kami buat, selama apa yang ia lakukan tidak akan menimbulkan masalah, aku tidak akan mempermasalahkannya. Hanya saja aku tidak mengerti kenapa ada bagian dalam diriku yang merasakan sesuatu seperti perasaan kehilangan?

Ada saat-saat dimana aku seolah memimpikan beberapa peristiwa yang tak pernah kulakukan. Beberapa hari ini peristiwa itu terus terjadi. Seolah ingatan yang tertunda selama dia yang mengambil alih.

"Naa, kau tidak sedang merencanakan sesuatu kan?"

"Tidak. Kenapa kau terlihat begitu peduli?"

"Dia akan pergi. Tidak mungkin kau hanya diam saja menerima begitu mudahnya" tukasku datar. Dia terkekeh. Mencemooh.

"Bagaimana jika aku memang akan diam saja?"

Dia sedang memancingku. Mempermainkan isi hatiku yang tengah tidak menentu. Tapi aku masih tidak mengerti tujuannya sebenarnya.
"Itu lebih baik. Setidaknya aku tidak perlu membereskan kekacauan yang kau buat"

"He~ kau yakin hanya itu? Bagaimana, kau masih belum menemukan kebenaran tentang Takahara Rin kan?"
Sebelah alis terangkat. Dia masih embatapku datar. Tatapan datarnya terasa penuh cemoohan. Aku menghela napas pelan. Dia... sungguhan berusaha mengobrak-abrik perasaanku.

"Kenapa aku harus? Lagipula itu tidak penting buatku. Apapun yang kau bicarakan tidak akan merubah fakta jika Takahara Rin merupakan gadis yang ditunangkan denganku"

"Bodoh. Aku tidak tahu sejak kapan pastinya kau menjadi sebodoh dan setumpul ini? Aku bahkan malu mengakuimu sebagai pemilik sebenarnya dari tubuh ini"

"Tidak perlu. Faktanya hanya itu. Kau cuma bayanganku saja"

"Souka. Jadi kenapa tidak kau tanyakan saja kabarnya Keiji pada tunanganmu itu?"

Ada apa dengan Keiji nii? Tidak ada yang terjadi pada sepupuku itu. Kenapa dia harus membawa nama kakak sepupuku saat ini?

Gelak tawa menyebalkan itu terdengar. Penuh cemooh dan sarat akan ejekan.

OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang